Lawan Misinformasi tanpa Centang Biru Twitter

Rabu, 24 Mei 2023 07:29 WIB

TWITTER membuat kebijakan baru tentang tanda “centang biru”. Dalam sebuah keterangan resmi, Twitter meminta setiap individu dan perusahaan atau organisasi untuk mendaftarkan diri supaya mendapatkan atau bisa mempertahankan tanda “centang biru” tersebut.

Selain itu, Twitter juga mematok harga untuk pemberian tanda verifikasi. Dalam unggahan resminya, Twitter menyebut setiap individu bisa mendaftarkan diri ke Twitter Blue untuk mendapatkan atau mempertahankan tanda verifikasi berwarna biru. Harga yang harus dibayar adalah US$ 8 per bulan.

Sementara itu, perusahaan atau organisasi bisa mendaftar ke platform yang disebut oleh Twitter sebagai “verified organization”. Biaya berlangganannya lebih mahal, yaitu 1000 dolar AS per bulan. Alih-alih berwarna biru, “centang” yang akan diberikan kepada organisasi atau perusahaan akan berwarna emas.

Pada 20 April 2023, Twitter mulai menerapkan kebijakan tersebut. Tanda “centang biru” mulai hilang dari akun para pesohor di seluruh dunia. Akun sejumlah selebriti, atlet, politisi, dan perusahan di berbagai belahan dunia tidak lagi “terverifikasi”.

Para tokoh publik di Indonesia juga mengalami hal itu. Akun para politisi, akademisi, semiman, perusahaan, dan organisasi yang sebelumnya memiliki “centang biru”, menjadi polos-polos saja.

Mengenal “centang biru”

Setidaknya ada dua istilah dalam identifikasi akun di media sosial, yaitu display name dan verification badge. Display name adalah identitas, biasanya berupa nama, yang bisa dibuat dan diubah oleh pemilik akun kapan saja. Identitas ini bisa berupa nama orang, nama benda, nama merek, nama perusahaan, nama organisasi dan sebagainya.

Dalam kondisi terburuk, sebuah akun bisa saja membuat display name berupa nama tokoh tertentu beserta foto si tokoh, kemudian membuat cuitan yang tidak benar alias hoaks, mencemarkan nama baik, dan membuat kegaduhan di ruang publik.

Sementara itu, verification badge adalah tanda verifikasi yang diberikan oleh platform media sosial kepada pemilik akun karena memenuhi kriteria tertentu. Pemilik akun itu bisa seorang individu, merek, organisasi, atau perusahaan. “Centang biru” Twitter masuk dalam kategori verification badge.

Pada 2021, saya dan beberapa rekan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menulis buku berjudul Modul Literasi Digital untuk Perguruan Tinggi. Saat itu, kami mengutip kebijakan dari berbagai platform media sosial tentang penerapan verification badge.

Setiap media sosial memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Secara umum, Twitter dan Instagram membuat kriteria yang hampir sama dalam menyematkan tanda verifikasi kepada akun tertentu.

Kedua platform ini menjelaskan bahwa untuk mendapatkan lencana verifikasi, sebuah akun harus spesifik dan dioperasikan oleh manusia (unik dan otentik); harus memiliki deskripsi bio, foto profil, dan tercatat sebagai akun yang aktif; serta hanya untuk akun dari seseorang atau entitas bisnis yang terkenal dan sering dicari oleh masyarakat (notable).

Secara lebih khusus, Twitter memberikan informasi tambahan untuk istilah notable. Menurut Twitter, organisasi atau orang yang masuk kategori notable adalah lembaga pemerintah dan tokoh pemerintahan, perusahaan, merk dagang, organisasi, wartawan dan perusahaan pers, event olahraga, aktivis, dan influencer. Untuk setiap kategori tersebut, Twitter memberikan syarat yang lebih spesifik.

Ide dasar dari penyematan verification badge di Twitter dan berbagai media sosial ini sangat baik. Lencana verifikasi itu berguna untuk membantu publik yang mejadi konsumen informasi di media sosial.

Platform media sosial, termasuk Twitter, mempermudah publik untuk membedakan informasi mana yang benar-benar berasal dari akun terverifikasi dan informasi palsu dari akun-akun yang menampilkan diri seperti akun asli.

Lalu, apa yang terjadi setelah Twitter “membersihkan” tanda verifikasi?

Gelombang misinformasi

The New York Times melaporkan, kebijakan baru Twitter tentang tanda verifikasi ini menuai sejumlah komentar. Sejumlah selebritas tidak terlalu peduli jika akun mereka di Twitter tidak lagi terverifikasi.

Beberapa tokoh yang lain tidak menentang kebijakan Twiter, namun juga tidak mau membayar. Artinya, akun tokoh-tokoh ini juga tidak akan dilengkapi dengan “centang biru”.

Hal ini juga terjadi di Indonesia. Akun sejumlah tokoh “dibiarkan” tanpa tanda verifikasi selama beberapa hari setelah penerapan kebijakan baru dari Twitter.

Tentu tidak semua tokoh publik atau organisasi seperti itu. Tokoh publik atau organisasi yang mau membayar untuk tetap mempertahankan tanda verifikasi tentu masih banyak.

Namun, tetap saja, hilangnya tanda verifikasi ini (meski sesaat) akan membuka celah bagi mereka yang berusaha meniru atau menampilkan akun palsu semirip mungkin dengan akun asli. Mereka akan menebarkan disinformasi demi meraup keuntungan.

Jika disinformasi ini terjadi secara luas dan disebarkan ulang sebagai gelombang misinformasi, maka yang rugi adalah masyarakat dan pemilik akun yang asli. Sudah ada banyak contoh penipuan semacam itu dan kita harus mewaspadainya.

Bahkan, para peniru dan penebar kabar bohong itu nekat membuat tanda verifikasi yang menyerupai verification badge asli yang dibuat oleh platform media sosial. Tidak lain dan tidak bukan, mereka melakukan ini untuk tampil semirip mungkin dengan akun yang asli.

Memang tanda verifikasi bukanlah jurus yang paling ampuh untuk menangkal misinformasi. Namun, bagi publik pada umumnya, tanda itu sangat membantu untuk membedakan antara informasi dari akun asli dan akun palsu.

Social media handle

Bagaimana pun juga, Twitter telah melakukan “pembersihan” tanda verifikasi. Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Jawabannya adalah literasi social media handle. Semua pihak, perlu untuk melakukan literasi itu sehingga masyarakat tetap terlindungi dari bahaya misinformasi.

Para figur publik dan organisasi bisa melakukan kampanye berulang untuk mengubah kebiasaan masyarakat, dari yang sebelumnya mengandalkan “centang biru” menjadi mengandalkan social media handle.

Social media handle adalah penanda yang unik dan hanya melekat pada sebuah akun. Untuk twitter, penanda ini disebut sebagai Twitter handle.

Sebagai contoh, akun resmi Presiden Joko Widodo memiliki handle dalam format URL https://twitter.com/jokowi. Hal ini sangat membantu mereka yang mengakses media sosial melalui komputer atau laptop karena URL terlihat di bagian atas browser internet.

Masyarakat yang tidak familiar dengan URL tidak perlu khawatir. Mereka bisa mencari handle dengan melihat kode di halaman awal sebuah akun. Untuk akun Presiden Joko Widodo, misalnya, handle muncul dalam kode format @jokowi yang terletak tepat di bawah display name “Joko Widodo”.

Jika display name bisa diubah kapan saja oleh dan sesuka hati pemilik akun tertentu, Twitter handle tidak bisa diubah. Artinya, seseorang bisa saja mencoba meniru akun presiden dengan membuat display name manjadi “Joko Widodo”. Namun, ia tidak akan bisa membuat Twitter handle @jokowi.

Oleh karena itu, membiasakan diri mencermati dan menghafal Twitter handle dari akun tertentu akan jauh lebih efektif dalam membentengi diri dari misinformasi, daripada terlalu mengandalkan sebuah "centang biru".

Advertising
Advertising

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya