Mudarat Kodam di Tiap Provinsi

Penulis

Senin, 13 Februari 2023 07:00 WIB

Editorial Tempo.co

---

PENAMBAHAN Kodam langkah mundur bagi reformasi TNI. Membuat anggaran bengkak dan berbahaya bagi demokrasi.

Rencana Prabowo Subianto membentuk Komando Daerah Militer (Kodam) di setiap provinsi jelas merupakan kebijakan keliru. Langkah tersebut berpotensi menarik tentara masuk terlalu jauh ke dalam urusan keamanan dan penegakan hukum yang menjadi kewenangan polisi.

Selain menjadi bukti kemunduran reformasi TNI yang diupayakan sejak 1998, rencana penambahan dari 15 menjadi 38 Kodam tidak berpijak pada situasi mendesak menyangkut ancaman pertahanan. Bukan hanya itu. Pembentukan Kodam baru berisiko menarik tentara pada urusan-urusan sipil. Ini menimbulkan mudarat karena sama saja mengembalikan dwifungsi TNI.

Pembentukan Kodam juga akan memunculkan pertanyaan satuan teritorial dari matra lain seperti Komando Daerah Militer (Kodamar) TNI AL dan Komando Daerah Udara (Kodau) TNI AU, apakah mereka juga turut dikembangkan mengacu pada administrasi pemerintah daerah. Padahal mandat UU TNI jelas menyebutkan komando teritorial tidak mengikuti struktur administrasi pemerintah. Bila berniat memperkuat pertahanan, TNI seharusnya berfokus menguatkan maritim, bukan membentuk komando teritorial seperti Kodam.

Salah kaprah bila keberadaan Polda di tiap provinsi menjadi rujukan pembentukan Kodam. Sebab TNI dan Polri punya tugas yang berbeda. Polisi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat memang menjadi bagian kewenangan pemerintah daerah. Sementara TNI, sebagai alat negara, bertugas mempertahankan negara dari ancaman militer serta bersenjata yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Karena itu, strukturnya tidak mengikuti administrasi pemerintah daerah.

Dengan membentuk Kodam di tiap provinsi juga seakan-akan ada ancaman militer yang muncul di tiap daerah. Padahal tidak ada ancaman pertahanan yang mendesak soal itu. Alasan Prabowo bahwa ketiadaan Kodam di satu wilayah membuat TNI absen dalam menangkap pencuri sumber daya alam seperti nikel dan bauksit semakin menunjukkan betapa kelirunya pemikiran mantan Danjen Kopassus tersebut perihal fungsi tentara.

Lagi pula, cara menghitung kebutuhan personel polisi dan militer di suatu wilayah sangat berbeda. Sebagai contoh, perhitungan kebutuhan polisi bisa dengan mudah menggunakan rumus ideal di satu wilayah: 1 polisi menjaga 300 orang.

Namun perhitungan kebutuhan militer jauh berbeda. Sebab ada alat utama sistem senjata (alutsista) untuk menangani perang dan ancaman dari dalam dan luar negeri yang otomatis mengurangi jumlah personel tentara di suatu daerah. Negara bahkan tak perlu menurunkan prajurit sama sekali ke medan pertempuran seiring semakin efektif dan canggihnya teknologi alutsista.

Di sisi lain, penambahan jumlah Kodam pasti akan mengerek kebutuhan anggaran, mulai dari biaya pembangunan gedung, logistik, gaji tentara hingga biaya operasional setelah Kodam baru beroperasi. Alokasi anggaran Kementerian Pertahanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang naik rata-rata 3,1 persen per tahun sejak 2018 hingga 2022 bisa langsung melambung pada tahun-tahun berikutnya jika rencana penambahan Kodam mulus disetujui.

Tanpa berpijak pada analisis pertahanan yang mumpuni, wajar bila rencana ini memunculkan syak wasangka. Pertama, penambahan Kodam baru ditengarai semata-mata untuk mengakomodir penempatan perwira menengah dan tinggi yang menganggur karena surplus SDM namun minim ketersedian jabatan. Setelah rencana pemerintah membuka jabatan baru bagi tentara di lembaga sipil banyak ditentang, Kodam baru juga bukan solusi yang tepat untuk menampung mereka.

Kedua, penambahan Kodam baru di tengah tahun politik bisa memantik kecurigaan bahwa rencana tersebut untuk menyokong partai politik dan calon tertentu yang berlaga dalam pemilu 2024. Keterlibatan pensiunan tentara dalam tim sukses calon presiden membuat TNI rawan terseret ke dalam urusan politik.

Meski tak lagi menjadi petinggi militer, tak bisa disangkal, para pensiunan ini masih punya pengaruh untuk menekan TNI, termasuk individu-individu di dalamnya. Padahal UU TNI mengharamkan serdadu ikut berpolitik.

Netralitas TNI tidak bisa ditawar lagi. Bukan hanya menabrak rasionalitas ekonomi karena membuat anggaran bengkak, penambahan Kodam baru bisa berbahaya bagi demokrasi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya