Penggantian Hakim MK dan Rusaknya Kedaulatan

Selasa, 6 Desember 2022 06:00 WIB

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto mengucap sumpah saat upacara pengucapan sumpah di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 26 Maret 2019. Aswanto kembali terpilih menjadi Wakil Ketua MK periode 2019-2021. TEMPO/Muhammad Hidayat

Abuse of Power yang dipamerkan DPR dalam memberhentikan secara mendadak Aswanto akan menjadi catatan sejarah, pelanggaran konstitusi yang nyata, dan perusakan sistem ketatanegaraan kita yang dilakukan oleh pemerintah. Mengatakan bahwa pelanggaran itu hanya dilakukan oleh DPR rasanya kurang pas karena presiden pada ujungnya menyetujui penggantian dan dari latar belakang yang muncul, penggantian memang dimaksudkan untuk memberikan jalan mudah bagi kebijakan-kebijakan pemerintah yang selama ini dianggap terhambat oleh putusan-putusan Aswanto di MK.

Dari segi ketatanegaraan penggantian Aswanto oleh Pemerintah ini sebenarnya menunjukkan gejala berbahaya bagi demokrasi. Kekuasaan mencoba membatalkan kedaulatan. Kekuasaan lupa akan kedaulatan. Padahal kedaulatan yang melahirkan kekuasaan dalam negara merdeka. Kekuasaan yang membentuk kedaulatan pada negara yang belum merdeka, sehingga antarkekuasaan itu akan bertarung mencari dasar pembenaran atas kekuasaan yang terjadi. Melebarnya kekuasaan hingga menekan kedaulatan adalah ciri dari negara-negara otoritarian.

Peter Albrecht dan Helene Maria Kyed, dalam Policing and Politics of Order Making, melakukan studi empiris di Filipina dan Afrika Selatan, menyatakan concentrate power dan consolidating particular power position yang membuat plural policy diproduksi, dijadikan orkestra dan dipersaingkan. Jalinan relasi yang terkumpul menghasilkan konsentrasi kekuasaan yang biasanya dalam sejarah otoritarianisme mendorong pemerintahan untuk lepas dari kontrol dan mengalami privatisasi.

Dalam sejarah Indonesia, sejak kemerdekaan, kekuasaan di Indonesia terakumulasi di tangan presiden dan wakilnya. Gulungan konsentrasi kekuasaan terpecah saat Hatta mengeluarkan Maklumat X Tahun 1945 tentang multipartai, terakumulasi saat ide presiden seumur hidup digagas. Terpecah dalam partikular saat Kudeta 1965, terakumulasi pada 1966 meskipun naskah asli Supersemar tidak pernah ditemukan.

Orde baru menggunakan dasar pembenaran rechtstaat dalam machtstaat yang dibangun. Saat reformasi, kekuasaan yang terakumulasi tidak sebenarnya hancur hingga ke akarnya, seperti sisa orde lama ke orde baru. Kekuasaan yang tersisa pasca reformasi mengkonsolidasikan diri mencari atau membentuk posisi kekuasaan.

Advertising
Advertising

Partai di era orde baru tetap melenggang, pelanggaran HAM masa lalu tidak terselesaikan tuntas, namun formalitas, karena tujuannya bukan menyelesaikan HAM namun berorkestra dalam kekuasaan, dengan memainkan para korban-korban pelanggaran HAM masa lalu.

Era reformasi memberikan gagasan reformasi birokrasi dan percepatan penyelesaian tuntutan rakyat. Jadi, sembari lembaga yang lama diperbaiki, dibentuk lembaga-lembaga baru, yaitu extra auxiliaries body. Catatan Tempo Tahun 2020 dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara terdapat 98 lembaga non-struktural dengan rincian 71 lembaga dibentuk berdasarkan undang-undang, enam lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah dan 21 lembaga yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden/Peraturan Presiden.

Meskipun perluasan ini dirampingkan dengan membubarkan 10 (sepuluh) lembaga melalui Peraturan Presiden 112 Tahun 2020, 7 (tujuh) lembaga baru dibentuk. Jadi, jika jujur, pola ini adalah pengalihan semata bukan efektivitas kelembagaan.

Lembaga-lembaga ini menghadirkan simpul yang superior di titik DPR yang kewenangannya tidak terkendali, kecuali oleh batas waktu. Mahkamah Konstitusi, yang kewenangannya seolah di atas kewenangan lembaga negara lain, karena salah satu fungsinya menyelesaikan sengketa antar lembaga negara dan tidak terjamah oleh kontrol lembaga lainnya, misalnya Komisi Yudisial.

Di era Jokowi, peran strategis ini adalah partikular kunci dalam proses memainkan checks and balances. Di dalam proses ini ada upaya mengkonsolidasikan kekuasaan dengan cara melemahkan semua kritik dan perlawanan. Ketika oposisi telah ditaklukkan dalam kabinet, DPR diisi dengan partai-partai yang klientalistik terhadap pemerintah sebagai patronnya. Di saat yang sama mekanisme parlementary threshold mengamankan eksistensi dan kepentingan partai-partai yang membeo, untuk terus memegang kendali.

Selain secara prinsipiil merusak sistem ketatanegaraan demokratis, preseden ini juga merefleksikan bahaya lain dalam desain institusional kita yakni:

  1. Superioritas pemerintah dan melemahnya fungsi pengawasan serta kehakiman.
  2. Menguatnya kartel legislatif yang merambah sistem politik, hukum dan ketatanegaraan.

Lembaga negara yang menjadi organ kekuasaan mulai dari eksekutif merambah ke legislatif hingga mempengaruhi extra auxiliaries body dan merambah pada Mahkamah Konstitusi. Barangkali desain orkestra kekuasaan ini belum berakhir dan akan berlanjut pada rencana yang akan me-redesign pengaturan lembaga dan pihak-pihak dalam lembaga lain.

Perubahan Undang-undang Mahkamah Konstitusi tentang masa jabatan hakim konstitusi, Pemecatan hakim Aswanto dan pelantikan penggantinya adalah bentuk intervensi yang nyata dalam proses ini, kartel kekuasaan.

Sistem presidensial yang berlangsung tanpa oposisi yang sebanding, tidak mengimbangi kekuasaan presiden. Dominasi ini tidak sehat dan mempengaruhi fungsi presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Bentuk pemerintahan semacam ini seirama dengan presiden seumur hidup, persatuan ala sate, seperti konsep Soekarno yang dikritik Hatta tahun 1932.

Kedaulatan ada dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedaulatan itulah rakyat. Ada atau tanpa konstitusi, yang supreme adalah rakyat, namun tidak berarti bahwa yang mewakili rakyat itu adalah rakyat. Perwakilan adalah utusan yang tak ayal seperti tukang pos, maka tentu tukang pos tidak boleh membuka surat, apalagi merubahnya. Kedaulatan rakyat dalam pemerintahan republik memiliki jaminan virtue. (Robert, 2008).

Ya, kekuasaan melupakan kedaulatan, membentuk twilight institution (Lund, 2006) serta rule by law, bukan rule of law (Mudhoffir, 2021). Dan pola ini mengabadikan kekuasaan seperti kunyahan kacang yang tidak berhenti. Kekuasaan DPR dalam memberhentikan hakim Aswanto, adalah pelanggaran konstitusi. Pelanggaran konstitusi yang dibenarkan oleh Presiden melalui pelantikan hakim Guntur. Dan pengesahan RKUHP adalah cerita lanjutan dari orchestra kacang yang lupa kulitnya ini. Mahkamah Konstitusi akan menjadi tempat pembuangan akhir aduan pelanggaran hak konstitusional, sekaligus gladiator yang memupuskan harapan para pencari keadilan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya