Solusi Tanggung Subsidi Energi

Penulis

Senin, 5 Desember 2022 07:15 WIB

Rice Cooker, alat yang dirancang untuk menanak ataupun menghangatkan nasi. (Shutterstock)

Editorial Tempo.co

---

Dalam urusan subsidi energi, pemerintah sudah menyerupai kancil. Banyak betul akalnya dalam membuat kebijakan. Hanya saja, tidak seperti kancil yang cerdik, langkah pemerintah serba tanggung dan tidak jelas arahnya.

Lihat saja program terbaru soal bagi-bagi penanak nasi listrik untuk masyarakat miskin. Pemerintah berencana membagikan 680 ribu unit penanak nasi listrik atau rice cooker tahun depan. Program ini diklaim mendukung pemanfaatan energi bersih, meningkatkan konsumsi listrik per kapita, hingga menghemat ongkos memasak bagi masyarakat.

Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang menggagas program ini, menanak nasi dengan rice cooker lebih hemat ketimbang menggunakan kompor liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram. Dalam paparannya, program rice cooker gratis ini disebut bisa mengurangi volume pemakaian LPG 3 kg hingga 19.600 ton atau menghemat subsidi energi Rp 52,2 miliar per bulan.

Advertising
Advertising

Untuk lebih meyakinkan publik, kementerian yang dipimpin Arifin Tasrif ini bahkan sampai membuat hitungannya. Menanak nasi dengan kompor gas disebutkan membutuhkan konsumsi energi sebanyak 2,4 kilogram per bulan. Total biayanya Rp 16.800. Sedangkan biaya menanak nasi dengan rice cooker hanya Rp 10.396 per bulan. Konsumsi energinya 5,25 kilowatt-jam (kWh). Walhasil, ada penghematan sebesar Rp 6.404 per bulan.

Niat pemerintah ini sesungguhnya baik. Subsidi LPG 3 kg terus melonjak tanpa terbendung—tahun ini dianggarkan mencapai Rp134 triliun. Hampir semua rumah tangga, sekitar 80 persen, menggunakan LPG 3 kg. Padahal, gas subsidi tersebut seharusnya hanya untuk rumah tangga tidak mampu.

Rencana mengalihkan sumber energi untuk dapur rumah tangga miskin dari gas ke listrik sudah tepat. Dibandingkan subsidi LPG 3 kg yang tidak terkendali, subsidi listrik bisa tepat sasaran karena langsung diberikan kepada keluarga miskin yang berhak dalam bentuk tarif khusus untuk pelanggan Perusahaan Listrik Negara 450 VA dan 900 VA.

Tapi untuk itu, pemerintah semestinya membuat program yang masuk akal untuk mendorong rumah tangga penerima subsidi beralih menggunakan listrik untuk memasak. Sambil, di sisi lain, subsidi LPG 3 kg dihentikan.

Sebenarnya pemerintah sudah punya program yang bagus yakni konversi kompor gas ke kompor induksi bagi keluarga pengguna listrik 450 VA yang diluncurkan pemerintah beberapa waktu lalu. Untuk program tersebut, melalui Perusahaan Listrik Negara pemerintah membagikan kompor induksi dan alat masak secara gratis dan menaikkan daya listrik keluarga penerima subsidi tanpa biaya. Sembari itu, subsidi LGP 3 kg akan dikurangi secara bertahap. Uji coba di beberapa kota berhasil baik. Mayoritas rumah tangga miskin yang menjadi target dengan senang hati beralih karena pengeluaran bulanan mereka untuk energi menjadi lebih murah. Anehnya, pemerintah menghentikan program bagus tersebut dan sekarang malah mencanangkan program bagi-bagi penanak nasi elektrik yang tidak jelas arahnya.

Pemerintah berencana membagi dua jenis rice cooker yakni yang berdaya listrik 200 watt dan 300 watt. Rencana ini membuat dahi berkernyit. Sebab, pelanggan listrik 450 VA yang masuk kategori masyarakat miskin tentu harus menambah daya listriknya agar tidak jeglek saban kali dipakai untuk menanak nasi. Artinya, masyarakat kecil lagi yang dibebani dan dibikin repot.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya