Momentum Menata Ulang Model Bisnis BPJS Kesehatan

Penulis

Senin, 28 November 2022 07:15 WIB

Seorang pengguna BPJS Kesehatan memanfaatkan aplikasi mobile JKN, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara online di Kampung Sindangkarsa, Cimanggis, Bogor, Jawa Barat, 22 Agustus 2021. Selain itu dimasa pandemi, BPJS Kesehatan juga memberikan pelayanan kartu BPJS Kesehatan digital, yang dapat diunduh melalui aplikasi Mobile JKN. Tempo/Jati Mahatmaji

Editorial Tempo.co

---

RENCANA Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membentuk kelas khusus BPJS Kesehatan bagi ekonomi menengah ke atas semakin menegaskan terjadi kekeliruan model bisnis asuransi kesehatan tersebut. Kondisi yang menimbulkan banyak masalah : mulai dari tidak optimalnya layanan ke masyarakat sampai berdarah-darahnya keuangan BPJS Kesehatan.

Budi Gunadi mengatakan pendirian BPJS orang kaya itu mendesak karena selama ini, orang kaya berobat menggunakan BPJS Kesehatan dengan mengambil manfaat dari peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan atau PBI, hingga akhirnya membebani negara. Sebaiknya, orang kaya juga memiliki asuransi swasta untuk membiayai perawatan kesehatannya. Kelas pada BPJS Kesehatan yang mengatur kelas 1,2,3 ternyata justru menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan.

Sudah sejak awal model bisnis BPJS “sama rata, sama rasa” ini menuai kritik. Penyebabnya, orang kaya dengan membayar iuran premi yang tidak seberapa, bisa memanfaatkan fasilitas BPJS Kesehatan untuk membayar mengobati penyakitnya yang membutuhkan biaya mahal. Selama ini, pengeluaran terbesar BPJS Kesehatan yang ditanggung dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), untuk menutup biaya penyakit katastropik antara lain jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hati, thalassemia, leukemia, dan homofilia. Penyakit katastropik biasanya membutuhkan perawatan medis yang lama dan berbiaya tinggi.

Advertising
Advertising

Kendati sudah mendapat penolakan dari pelbagai kalangan atas ide tersebut, Menteri Budi tidak boleh mundur. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dijadikan argumentasi juga tidak bisa otomatis menjadi basis penolakan ide tersebut. Undang-undang itu hanya mengatur tatanan umum, soal BPJS Kesehatan merupakan hak setiap warga negara yang menjadi peserta. Tetapi mereka abai, untuk mengatur kelangsungan hidup BPJS Kesehatan.

Argumentasi Menteri Budi, bahwa selama ini, orang kaya juga memanfaatkan dana yang seharusnya merupakan pos bantuan sosial pemerintah sepenuhnya benar. Sehingga, memang seharusnya ada pembeda, seperti asuransi khusus—seperti layanan yang diberikan swasta—agar mereka tidak ikut-ikutan mengambil pos jatah PBI yang jumlahnya sangat terbatas.

Selama ini, pemerintah menggunakan sistem single pool dalam kepesertaan BPJS. Seluruh peserta dianggap dalam satu kantong yang sama. Tujuannya untuk memudahkan. Semua iuran itu dimasukkan dalam satu kantong yang sama, sehingga pemanfaatannya bisa digunakan beramai-ramai tanpa memandang golongan. Ini berbeda dengan kebijakan di Thailand yang menerapkan muiltiple pools. Sistem ini menerapkan pembagian kelompok berdasarkan profesi dan pendapatan rakyat. Uang yang dikumpulkan pun dimasukkan dalam kantong yang terpisah, berikut penggunaannya. Kelompok pekerja, akan dibiayai kesehatannya dari iuran yang ada di kantong itu dan tidak mengambil dari kelompok lain.

Konsekuensi single pool yang diterapkan di Indonesia ini tidak bisa memisahkan yang kaya dan miskin. Semua peserta, entah dia kaya atau miskin berhak memanfaatkan BPJS. Hal ini tidak salah selama akses pemanfaatannya tercapai dan semua orang mendapatkan kesempatan yang sama. Yang jadi masalah, selama ini pemerataan akses dan kesempatan sangat timpang.

Di awal pelayanan JKN, kelompok PBI amat minim memanfaatkan layanan JKN bersubsidi. Kelompok mandiri dengan peserta kebanyakan golongan menengah ke atas justru lebih banyak frekuensi pemanfaatannya. Masyarakat di perkotaan dengan banyaknya rumah sakit dan layanan kesehatan lainnya memungkinkan kelompok mandiri lebih sering menggunakan layanan BPJS ketimbang kelompok PBI. Kekurangan biaya dari kelompok mandiri ini pun mengambil dari pos PBI.

Sesuai amanat Undang-Undang, setiap warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan yang sama. Pemerintah tak perlu ragu untuk menaikkan iuran kelas mandiri yang hanya berjumlah 30 juta orang itu agar dana yang dikumpulkan cukup untuk membiayai perawatan kesehatan mereka. Sebaliknya, pemerintah juga mendorong agar kelompok PBI yang berjumlah 180 juta itu tak ragu untuk mengakses layanan JKN agar prinsip keadilan benar-benar bisa dirasakan untuk semua rakyat.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya