Dari Estonia sampai Georgia: Alasan Negara-Negara Kecil Pecahan Soviet Cenderung Mendekat ke Barat

Senin, 28 Maret 2022 07:30 WIB

Tentara Ukraina berdiri di dekat tank Rusia yang ditangkap, yang dicat dengan warna bendera nasional Ukraina dan yang lainnya ditandai dengan huruf ''Z'', di tengah invasi Rusia ke Ukraina, di utara wilayah Kharkiv, Ukraina 4 Maret , 2022. Menurut sebuah laporan, setidaknya 280 kendaraan lapis baja Rusia telah dihancurkan dengan rudal Javelin. Irina Rybakova/Press service of the Ukrainian Ground Forces/Handout via REUTERS

Invasi Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung sekitar tiga minggu telah menyebabkan ribuan rakyat sipil meninggal dan terluka, serta jutaan orang di Ukraina terpaksa mengungsi ke negara sekitar.

Mayoritas analis dan publik menilai bahwa yang terjadi di Ukraina adalah pertarungan dua kekuatan besar, yaitu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) – yang anggotanya termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, dan sebagian besar negara lain di Eropa – dengan Rusia.

Mungkin banyak yang juga mempertanyakan mengapa negara kecil di kawasan Eropa Timur, seperti Ukraina, Georgia, dan Moldova justru cenderung mendekat ke kubu negara Barat. Georgia dan Moldova, misalnya, mengajukan proposal bergabung ke Uni Eropa (UE) di waktu yang nyaris bersamaan dengan Ukraina.

Sebagai negara yang memiliki sejarah panjang berada di bawah kepemimpinan Soviet, negara-negara kecil yang bertetangga dengan Rusia tidak mudah menentukan sikap dalam rivalitas negara Barat melawan Rusia. Opsi netralitas sebenarnya tidak bisa menjadi satu-satunya opsi rasional yang bisa diambil.

Negara-negara kecil butuh perlindungan

Advertising
Advertising

Secara teori, negara kecil yang bertetangga dengan negara besar selalu berada dalam situasi terancam, karena mereka sangat bergantung pada apakah negara besar tersebut akan menghargai kedaulatan mereka.

Negara kecil dihadapkan pada dua opsi:

Pertama,bersikap netral demi menjaga keamanan wilayah mereka. Finlandia, misalnya, memilih netral demi menenangkan Rusia.

Kedua, beraliansi dengan negara besar, karena negara kecil membutuhkan shelter atau tempat berlindung.

Menurut shelter theory atau “teori lindung” yang dikemukakan oleh Baldur Thorhallsson, Professor Kajian Eropa dari University of Iceland di Islandia, dan Sverrir Steinsson, peneliti doktoral di George Washington University di AS, negara kecil selalu mencari perlindungan secara politik dan ekonomi. Tempat berlindung ini bisa berupa negara tetangga yang lebih besar maupun organisasi internasional.

Bagi negara-negara bekas Soviet, tempat berlindung sebetulnya bisa didapatkan dari negara tetangga besar yang memiliki hubungan historis dengan mereka, yaitu Rusia. Inilah mengapa beberapa negara di Kaukasus Selatan dan Asia Tengah seperti Armenia, Belarus, Kazakhstan, dan Kirgistan, bergabung dengan pakta pertahanan milik Rusia serta dengan organisasi integrasi ekonomi kawasan Eurasia yang diinisiasi Rusia.

Berdasarkan kondisi tersebut, dorongan untuk bersikap netral terus mengemuka, bukan hanya terhadap Ukraina, tapi juga Georgia dan Moldova.

Namun, saran seperti itu jelas mengesampingkan memori sejarah pendudukan Uni Soviet di negara-negara tersebut.

Memori kelam pendudukan Soviet

Sebagian besar negara-negara kecil di Eropa Timur melihat Rusia sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap penderitaan dan kesengsaraan mereka selama pendudukan Uni Soviet.

Masyarakat Estonia dan Latvia, misalnya, sampai saat ini menganggap bahwa Soviet telah melakukan “Russifikasi” dalam banyak hal, seperti mendatangkan pekerja etnis Rusia dalam jumlah besar ke dua negara tersebut, mendeportasi massal warga Estonia dan Latvia ke wilayah terpencil, memaksakan penggunaan bahasa Rusia, serta melakukan opresi terhadap identitas lokal Estonia dan Latvia.

Ukraina juga menganggap ratusan tahun masa Uni Soviet dan Kekaisaran Rusia, terutama di era Joseph Stalin (1928-1953), sebagai periode kelam, terutama terkait dengan tragedi kelaparan Holodomor di tahun 1933, serta represi terhadap nasionalisme dan rasa kebangsaan Ukraina.

Dampak dari cara pandang memori sejarah ini adalah menguatnya sikap anti-Rusia.

Setelah merdeka, Estonia, Latvia, dan Ukraina mendorong penggunaan bahasa mereka sendiri. Georgia juga mengganti bahasa kedua mereka dari Bahasa Rusia menjadi Bahasa Inggris.

Di saat yang sama, kebijakan luar negeri Rusia justru semakin berpegang teguh pada “Russian World” yang menganggap kompatriot (etnis dan pengguna bahasa) Rusia sebagai bagian dari peradaban mereka. Prinsip ini berdampak pada praktik dukungan Rusia bagi kompatriot mereka di negara lain.

Hal ini dianggap mengancam kedaulatan negara-negara kecil tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan Rusia dengan dalihnya untuk masuk ke Abkhazia dan Ossetia Selatan maupun ke Donetsk dan Luhansk. Begitu pula dengan dukungan Rusia pada wilayah Transnistria di Moldova serta perluasan pengaruh Rusia pada kompatriot mereka di Estonia dan Latvia.

Berlindung pada NATO dan Uni Eropa: opsi paling rasional

Memori penjajahan Soviet dan besarnya sentimen anti-Rusia membuat negara-negara kecil di Eropa Timur sulit memilih opsi netralitas, apalagi untuk beraliansi dengan Rusia.

Pemerintah Rusia menyatakan bahwa tidak akan mengancam siapapun dan akan menghargai kedaulatan negara pecahan Soviet, namun memori sejarah telah membuat negara-negara tersebut meragukan komitmen Rusia akan perdamaian.

Ketidakpercayaan ini diperparah dengan kebiasaan Rusia untuk mencampuri urusan domestik negara-negara kecil ini, seperti serangan Rusia ke Georgia tahun 2008, pengakuan kemerdekaan Abkhazia dan Ossetia Selatan, pencaplokan Krimea, dukungan bagi kemerdekaan Donetsk dan Luhansk, serta, tentu saja, invasi ke Ukraina kali ini.

Oleh karena itu, banyak negara-negara kecil pecahan Soviet, terutama di Eropa Timur, lebih memilih mendekat ke UE dan NATO.

Dampaknya, pencarian solusi demi terciptanya perdamaian di Ukraina dan di kawasan Eropa Timur tentu perlu juga mempertimbangkan cara pandang negara kecil ini.

Di tengah situasi perang, opsi netralitas tentu sulit diterima oleh negara-negara kecil ini karena dianggap akan membuka jalan bagi ancaman Rusia di masa datang.

Oleh karenanya, perlu ada jaminan dari negara-negara besar di kawasan, termasuk Rusia sendiri, bahwa opsi netralitas tidak akan mengembalikan negara-negara ini di bawah dominasi Rusia, serta tidak menghambat kemajuan politik dan ekonomi mereka. Sebelum jaminan itu ada, sulit membayangkan Ukraina dan negara-negara kecil di kawasan Eropa Timur untuk berhenti mencari perlindungan ke Uni Eropa dan NATO.

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation.

Berita terkait

Nonton Timnas vs Bahrain, Jokowi: Gondok Banget

6 hari lalu

Nonton Timnas vs Bahrain, Jokowi: Gondok Banget

Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekesalannya menyaksikan laga sepakbola Timnas Indonesia melawan Bahrain semalam.

Baca Selengkapnya

Usai Wayang Jogja Night Carnival 2024, Belasan Kasus Pencopetan Dilaporkan ke Polisi

9 hari lalu

Usai Wayang Jogja Night Carnival 2024, Belasan Kasus Pencopetan Dilaporkan ke Polisi

Pencopetan dilakukan dengan merobek tas milik korban saat mereka asyik dan fokus menonton Wayang Jogja Night Carnival

Baca Selengkapnya

Gaet Wisatawan, Pemkab Bantul Siapkan Ragam Acara di Pantai Selatan sampai Akhir 2024

9 hari lalu

Gaet Wisatawan, Pemkab Bantul Siapkan Ragam Acara di Pantai Selatan sampai Akhir 2024

Pertunjukan seni tari Sendratari Sang Ratu pada Desember di kawasan Pantai Parangtritis

Baca Selengkapnya

7 Kesalahan yang Sering Dilakukan Wisatawan saat Traveling ke Inggris

11 hari lalu

7 Kesalahan yang Sering Dilakukan Wisatawan saat Traveling ke Inggris

Tempat yang terlalu ramai dan objek wisata yang tiketnya harus dibeli berbulan-bulan sebelumnya adalah dua hal yang perlu diketahui sebelum ke Inggris

Baca Selengkapnya

Barang Ini Sebaiknya Tidak Dimasukkan ke Koper saat Naik Pesawat, Bisa Bocor di Ketinggian

14 hari lalu

Barang Ini Sebaiknya Tidak Dimasukkan ke Koper saat Naik Pesawat, Bisa Bocor di Ketinggian

Penurunan tekanan atmosfer di ketinggian dapat menyebabkan botol dan kaleng bertekanan bocor dan mengotori isi koper.

Baca Selengkapnya

HUT ke-268 Kota Yogyakarta, Ini Sederet Event Selain Wayang Jogja Night Carnival

15 hari lalu

HUT ke-268 Kota Yogyakarta, Ini Sederet Event Selain Wayang Jogja Night Carnival

Event HUT Kota Yogyakarta telah dipersiapkan mulai Oktober hingga Desember 2024 di berbagai titik.

Baca Selengkapnya

Akhir Pekan di Yogyakarta, IShowSpeed Coba Naik Andong di Malioboro hingga Laku Masangin

24 hari lalu

Akhir Pekan di Yogyakarta, IShowSpeed Coba Naik Andong di Malioboro hingga Laku Masangin

IShowSpeed memulai pengalaman menaiki andong di seputaran Malioboro dan berhenti di Pasar Beringharjo.

Baca Selengkapnya

Pertimbangan DPRD Usulkan Tiga Calon Penjabat Gubernur Jakarta tanpa Heru Budi

34 hari lalu

Pertimbangan DPRD Usulkan Tiga Calon Penjabat Gubernur Jakarta tanpa Heru Budi

DPRD mempertimbangkan pilkada sehingga mengusulkan tiga calon penjabat gubernur Jakarta tanpa Heru Budi.

Baca Selengkapnya

Ha Long Bay Vietnam Kembali Buka untuk Wisatawan setelah Dilanda Topan Yagi

34 hari lalu

Ha Long Bay Vietnam Kembali Buka untuk Wisatawan setelah Dilanda Topan Yagi

Aktivitas pariwisata berangsur-angsur normal di Ha Long Bay Vietnam. Penduduk setempat dan petugas fungsional telah membersihkan area tersebut.

Baca Selengkapnya

Tren Airport Tray Aesthetic, Pelancong Unggah Foto Estetik Barang Pribadi di Nampan Bandara

35 hari lalu

Tren Airport Tray Aesthetic, Pelancong Unggah Foto Estetik Barang Pribadi di Nampan Bandara

Tren Airport Tray Aesthetic memperlihatkan nampan bandara berisi barang-barang pribadi yang ditata rapi di nampan berwarna abu-abu.

Baca Selengkapnya