Tentang Jokowi yang Mengawasi Grup WA: Personel TNI-Polri Bukan Robot
Senin, 7 Maret 2022 13:34 WIB
Editorial Tempo.co
KEMARAHAN Presiden Joko Widodo terhadap personel TNI-Polri awal Maret lalu sulit diterima. Jokowi marah lantaran mereka menolak keputusan pemerintah dan DPR untuk memindahkan ibu kota negara (IKN). Padahal, penolakkan dimaksud hanya sebatas diskusi dalam sebuah grup percakapan privat di WhatsApp.
Kegeraman Jokowi itu terlontar dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Cilangkap, awal Maret lalu. Dia lalu memerintahkan Panglima TNI dan Kepala Polri untuk meningkatkan kedisiplinan personelnya karena menurut Jokowi kesetiaan prajurit kepada negara tegak lurus; disiplin mereka berbeda dengan sipil. Tidak salah Jokowi meminta TNI-Polri patuh kepada keputusan pemerintah. Tapi marah-marah secara terbuka karena sebuah diskusi dalam grup percakapan privat sama sekali tidak bijak.
Pembangunan IKN yang akan dinamai Nusantara memang sudah selesai dibahas pemerintah dan DPR. Undang-undangnya pun telah disahkan. Presiden menargetkan upacara 17 Agustus pada tahun 2024 nanti dihelat di ibu kota baru yang akan dibangun di daerah Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur itu.
Tapi rencana pembangunan ibu kota negara yang baru ternyata ditentang di sana-sini. Publik menganggap proyek mercusuar yang akan menelan biaya hampir Rp500 triliun tersebut sangat tidak pantas di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Di sisi lain, alasan bahwa Jakarta sudah penuh, macet, banjir dinilai mengada-ada.
Beberapa survei memperlihatkan penolakan yang luas terhadap rencana pemindahan ibu kota. Survei Indonesia Political Opinion (IPO) menemukan 53 persen responden menolak pemindahkan ibu kota. Sedangkan dalam sigi Pusat Kajian Kepemudaan (Puskamuda) 58,8 persen responden warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi menyatakan enggan pindah ke Kalimantan Timur. Awal Februari lalu kelompok masyarakat Poros Nasional Kedaulatan Negera menggugat Undang-Undang IKN ke Mahkamah Konstitusi. Sejumlah pegawai negeri yang menolak pindah dikabarkan telah mengajukan permohonan mutasi tetap sebagai pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak Februari.
Dengan pro-kontra semacam itu sangat lumrah jika ada personel TNI-Polri maupun keluarganya yang secara pribadi, di ruang pribadi mereka, tidak menyetujui IKN baru. Semestinya terhadap mereka, melalui ruang ruang percakapan privat yang sama, Jokowi membangun dialog: jelaskan mengapa keputusan tersebut diambil, jawab pertanyaan-pertanyaan, yakinkan mereka. Tentu saja Presiden perlu menyadari bahwa dialog juga berarti membuka diri terhadap kemungkinan bahwa kita bisa keliru.
Jokowi benar, anggota TNI-Polri harus tegak lurus terhadap keputusan pemerintah. Cuma perlu diingat kebijakan publik yang baik hanya bisa dicapai melalui proses deliberasi yang melibatkan semua unsur masyarakat. Kemarahan terbuka Jokowi justu menguatkan kesan anti kritik pemerintah dari waktu ke waktu kian terbuka dan kasar. Terakhir, dengan mengerahkan aparat pemerintah mengintimidasi warga Desa Wadas di Purworejo, Jawa Tengah, yang menolak penambangan batu andesit di sana.
Indonesia adalah negara demokrasi, bukan fasis. Tentara dan polisi memang merupakan alat negara, namun mereka juga merupakan individu warga masyarakat yang berhak atas privasi. Mereka semestinya tidak diperlakukan seperti robot. Apalagi kritik yang disinggung Jokowi terjadi dalam ruang privat yang sama sekali bukan untuk konsumsi publik.