Keseimbangan Bertindak dalam Ekosistem Digital: Dapatkah Profit dan Keberlangsungan Hidup Melaju Bersama?

Penulis

Willson Cuaca

Jumat, 11 Februari 2022 08:00 WIB

Ilustrasi Internet of Things. pinterest.com

Selama dua tahun terakhir, kita menghadapi pandemi Covid-19 yang membawa ketidakpastian bagi banyak bisnis di Indonesia. Namun, pandemi ini juga menjadi katalisator dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi digital seiring dengan meningkatnya jumlah konsumen yang mengadopsi teknologi digital.

Akselerasi ini membawa Indonesia menyaksikan pertumbuhan ekonomi digital yang menakjubkan. Menurut laporan e-Conomy SEA 2021 oleh Google, Temasek, Bain&Co, ekonomi digital Indonesia telah mencapai US$ 70 miliar Gross Merchandise Value (GMV) pada 2021, angka ini telah bertumbuh sebesar 75 persen dari masa pra-pandemi pada 2019. Indonesia juga diharapkan mencatat US$ 146 miliar GMV pada 2025.

East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2021 menunjukkan bahwa daya saing digital di sebagian besar provinsi di Indonesia semakin berkembang dengan baik dan telah terdistribusi secara lebih merata di setiap provinsi dan daerah. Hal ini didorong oleh tingkat penetrasi internet dan adopsi konsumen digital yang tinggi. Merujuk pada riset e-Conomy SEA yang serupa, sekitar 80 persen pengguna internet di Indonesia diperkirakan telah melakukan minimal satu transaksi secara online.

Pertumbuhan ekonomi digital juga ikut mendorong pertumbuhan positif bagi perusahaan-perusahaan startup digital. Hal ini terbukti dari adanya lebih dari 200 startup Indonesia yang telah meraih pendanaan sebesar US$ 9,4 miliar tahun lalu. Angka ini tumbuh hampir tiga kali lipat dari US$ 3,42 miliar pada 2020, berdasarkan laporan DealStreetAsia DATA VANTAGE's SE Asia Deal Review: Q4 2021.

Akselerasi dari pandemi dirasakan berbeda oleh setiap industri, dan dapat menguntungkan bagi beberapa pihak. Kita dapat menganalogikan situasi itu seperti orang yang sedang bersepeda. Jika para pesepeda bergerak pelan atau berhenti sebelum sampai ke tujuan, mereka akan membutuhkan usaha lebih besar dan harus mendapatkan momentumnya kembali untuk sampai ke tujuan. Pesepeda ini dianalogikan sebagai sektor yang paling terdampak oleh pandemi. Sektor ini beroperasi dengan aktivitas berisiko tinggi yang memerlukan interaksi tatap muka, seperti sektor pariwisata dan perhotelan, pusat belanja, dan restoran.

Namun, pesepeda yang terus bergerak dengan kecepatan stabil akan mencapai tujuan lebih cepat. Pesepeda tipe ini dikategorikan sebagai industri digital, termasuk sektor e-commerce, fintech, dan logistik; yang justru terakselerasi oleh pandemi.

Akselerasi memberi kesempatan bagi startup untuk mempersingkat proses pencapaian dan menghasilkan efisiensi pasar. Sebelumnya, jika startup membutuhkan waktu sekitar 18 bulan untuk meraih pendapatan bulanan sebesar US$ 1 juta. Dengan dorongan dari pandemi, sebagian besar perusahaan digital mampu mencapai target yang sama hanya dalam waktu 3-6 bulan. Startup tahap lanjutan (growth stage) dapat mencapai penghasilan sebesar US$ 100 juta dalam kurun waktu satu hingga dua tahun saja, jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnyadengan mereka umumnya membutuhkan waktu kurang lebih selama delapan tahun.

Inisiatif yang tepat dan cepat dari pemerintah dan sektor swasta dalam mengatasi krisis pandemi telah menghasilkan berbagai pergerakan positif. Dengan program vaksinasi yang sedang berjalan dan berbagai inisiatif pendukung, penting bagi kita untuk melihat pandemi yang terjadi pada 2020 dan 2021 sebagai suatu endemik pada 2022dengan kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Kita telah kembali berdiri dengan kuat, dan kita harus mengubah fokus di saat kita bergerak memasuki era keemasan digital Indonesia.

Menyeimbangkan tindakan melalui kerangka ESG

Meskipun demikian, bisnis digital akan tetap bertahan. Banyaknya centaur (soonicornstartup yang akan menjadi unicorn) dan unicorn yang bermunculan di Indonesia sangat jelas adanya. Namun, apakah kita telah terjerumus dalam euforia kejayaan digital dan melupakan substansi dari digital itu sendiri?

Teknologi dan inovasi harus membawa dampak yang bermakna untuk masyarakat. Akan tetapi, kita terlalu sibuk memperhatikan dan meraih target valuasi, margin, dan metrik retensi yang tinggi. Kita justru melupakan esensi dan tujuan dari teknologi itu sendiri. Kita harus menyeimbangkan ekspektasi, yang saat ini terkadang merusak tatanan sosial, pemerintahan, lingkungan, dan bumisatu-satunya ekosistem dan platform terbesar makhluk hidup yang mengalami degradasi.

Masyarakat dapat berinteraksi di aplikasi media sosial dengan mudah. Namun, kita juga melihat banyak yang mengujarkan kebencian dan hoaks di Internet, sehingga merusak polarisasi sosial dan juga kesehatan mental. Salah satu contoh lainnya, pinjaman instan kini dapat diakses dengan mudah, tapi di waktu yang bersamaan, permasalahan privasi data terjadi.

Kita harus sadar diri. Saat kita memasuki era keemasan digital Indonesia, kita harus bertindak seimbang dalam mengambil sebuah target jangka-panjang. Para investor dan venture capital harus menciptakan investasi yang berdampak bagi masyarakat, lingkungan, dan planet kita, daripada hanya mementingkan keuntungan finansial (financial return) semata.

Pada beberapa tahun terakhir, berbagai investor global dan venture capital telah menekankan pendekatan lingkungan, sosial, dan tata kelola atau yang dikenal dengan ESG (environmental, social, and governance), untuk mengukur investasi dan menciptakan dampak yang lebih besar bagi masyarakat serta lingkungan. Perusahaan investasi besar lainnya juga telah meluncurkan pendanaan berdampak (impact fund) sebagai solusi permodalan bagi startup yang memberi dampak baik bagi sosial dan lingkungan, dan mengimplementasikan praktik dengan fokus ESG ke dalam filosofi investasinya.

Tahun ini, komitmen kuat dari para pemain digital untuk mengadopsi kerangka ESG untuk menilai, memantau, dan membuat keputusan, harus menjadi sebuah kewajibandemi membawa nilai-nilai yang lebih baik ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Terkait dengan standar ESG, sebenarnya tidak ada standar kerangka yang seragam tetapi ada berbagai kerangka kerja yang dirujuk atau digunakan oleh organisasi mana pun sebagai panduan untuk menetapkan proses laporan ESG. Salah satu acuan global adalah United Nations Sustainability Development Goals yang memiliki 17 tujuan besar dengan 169 target, untuk mendukung tercapainya agenda PBB pada 2030. Implementasi dari 17 tujuan besar ini diharapkan memberi keseimbangan dan perlakuan yang adil bagi kehidupan sosial, biodiversitas, maupun planet Bumi.

Adapun contoh kerangka laporan ESG yang lain dan paling banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di seluruh dunia adalah: Carbon Disclosure Project (CDP) yang dapat membantu sebuah perusahaan mengukur serta mengatur risiko dan kesempatan dalam upaya mengatasi perubahan iklim, rantai pasok, penggunaan air, dan kehutanan; Global Reporting Initiative (GRI) yang tidak hanya mencakup isu-isu lingkungan, namun juga isu korupsi, kesehatan dan keselamatan, dan relasi tenaga kerja; dan masih banyak lagi.

Kerangka ESG ini mendorong perusahaan untuk mencatat dan melaporkan informasi mengenai dampak bagi lingkungan seperti halnya perusahaan melaporkan informasi finansial merekakedua hal ini merupakan hal yang sama pentingnya. Ini bertujuan untuk menyediakan informasi penting bagi para investor dalam pengambilan keputusan demi memastikan pasar modal yang tangguh.

Hal ini bisa menjadi tantangan, karena pendekatan ESG berbeda dari bisnis secara umum. Umumnya, suatu korporasi melakukan berbagai cara untuk mencapai suatu target profit yang maksimal. Sementara, jika mengimplementasikan ESG, banyak pihak khawatir bahwa implementasi ESG dapat memperlambat pembuatan keputusan dan tak mencapai keuntungan finansial secara maksimal, dikarenakan banyaknya faktor dan aspek yang harus diperhatikan secara lebih jeli, serta mempertaruhkan keuntungan finansial pada bisnisnya maupun investasi.

Padahal sudah ada beberapa temuan yang menyimpulkan bahwa implementasi ESG pada bisnis dapat meningkatkan performa perusahaan tersebut. Studi pada 2017 yang dilakukan oleh Nordea Equity Research, grup jasa keuangan terbesar di negara-negara Nordik, juga mengungkapkan, perusahaan-perusahaan yang memiliki peringkat ESG yang tinggi, memiliki 40 persen performa lebih unggul dibandingkan perusahaan-perusahaan yang memiliki rating rendah

Waktu terus berjalan. Mengatasi berbagai permasalahan dunia seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan sosial, dan transisi energi, bukanlah pekerjaan satu orang. Kita semua harus segera menyeimbangkan tindakan kitamemprioritaskan keberlanjutan daripada keuntungan finansial saja. Mari bersama-sama memberikan dampak yang bermakna melalui setiap tindakan kita.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya