Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026 Yahya Cholil Staquf memberikan sambutan saat penutupan Muktamar NU ke-34 di UIN Raden Intan, Lampung, Jumat 24 Desember 2021. Pada Muktamar NU ke-34 itu terpilih Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU dan Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam PBNU. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Editorial Tempo.co
--
Godaan politik praktis bisa menjadi tantangan berat yang akan dihadapi Nahdlatul Ulama pada masa kepemimpinan Yahya Cholil Staquf. Sebagai organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, NU rentan ditarik-tarik dalam kontestasi politik, seperti pemilihan umum 2024. Kekukuhan Yahya menjaga independensi dan marwah NU akan menjadi kunci organisasi ini melewati tantangan tersebut.
Yahya terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Muktamar ke-34 NU yang digelar di Pondok Pesantren Darussa’adah, Gunung Sugih, Lampung Tengah, pekan lalu. Persaingan antara Yahya dengan Said Aqil Siroj sempat memanas sebelum acara digelar. Kedua kubu saling mengklaim dukungan dan saling menyindir. Sempat beredar pula isu politik uang.
Kita patut bersyukur kekhawatiran akan perpecahan di tubuh NU tidak terbukti. Kedua kubu mengakhiri muktamar dengan damai. Namun ujian sebenarnya justru baru akan dimulai. Sebagai organisasi yang disebut memiliki anggota sekitar 60 juta, NU selalu menjadi incaran kepentingan politik.
Politik memang tidak bisa dilepaskan dari NU. Organisasi yang berdiri sejak 31 Januari 1926 itu pernah menjadi partai politik pada 1952. Namun posisi NU sebagai partai politik justru mendegradasi peran organisasi ini dalam memperjuangkan aspirasi umat. Hal itu pula yang menjadi alasan NU meninggalkan bentuknya sebagai partai politik, kembali menjadi organisasi kemasyarakatan yang berfokus mengurus umat.
Meskipun sudah mantap memilih jalan ini, godaan politik selalu membayangi NU. Tiap kali ada pemilihan umum, NU selalu dibetot ke medan laga. Ini pula yang akan selalu menjadi tantangan sekaligus godaan bagi NU. Hanya dorongan dari dalam dan kepemimpinan yang kuat yang bisa memastikan NU mampu menjaga khitahnya sebagai gerakan masyarakat sipil keagamaan yang membawa faedah, bukan kepanjangan partai politik atau kekuasaan.
Pada masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, NU berhasil menjadi organisasi sosial keagamaan yang teguh membela rakyat sekaligus menjadi penyeimbang kekuasaan pemerintahan Soeharto. Kita berharap Yahya Staquf juga sanggup merawat NU untuk menjalankan khitahnya. Lebih dari itu, bukan sekadar memastikan tidak ada pengurus NU yang menjadi calon presiden dan wakil presiden pada 2024 seperti janji Yahya Staquf, tapi memastikan khitah diterapkan dengan sungguh-sungguh.
Fakta bahwa NU memiliki keterikatan dengan Partai Kebangkitan Bangsa tak bisa dimungkiri. Kita atau Yahya Staquf sekali pun tak bisa melarang warga NU untuk menyalurkan aspirasi politiknya melalui partai tertentu, termasuk PKB. Tapi Yahya Staquf bisa menegakkan aturan organisasi bahwa semua pengurus NU dilarang memiliki jabatan politik dan bukan kader partai setidaknya selama lima tahun terakhir. Ini penting ditegaskan lagi oleh Yahya Staquf agar NU tak mudah ditarik-tarik oleh kepentingan politik.
Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024
29 hari lalu
Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas
56 hari lalu
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas
DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"
12 Februari 2024
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"
Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.