Dilema Pembangunan: Menyelamatkan Orangutan atau Orang Sungguhan?

Jumat, 3 Desember 2021 18:15 WIB

Video tentang orangutan jantan yang kebingungan menyeberangi jalan di daerah Kutai Timur, Kalimantan Timur, menjadi peringatan untuk kita semua. Wilayah hutan itu sejatinya milik mereka, rumah mereka. Dan jalan tadi telah membelah kesatuan lanskap hutan habitat orangutan.

Konflik orangutan disebabkan rusaknya hutan dan/atau terfragmentasi hutan. Kondisi ini akan menurunkan viabilitas mereka sebagai sebuah populasi. Kepungan infrastruktur, izin-izin konsesi perusahaan, seperti sawit, kertas dan pulp, dan lainnya, telah menciutkan ruang jelajah mereka mendekati permukiman penduduk hingga berkonflik demi sekadar mencari makanan.

Ini hanyalah sebagian kecil dari potret menyedihkan orangutan, satwa liar ikonik yang dibanggakan Indonesia. Orangutan diusir dari tempat tinggalnya, induk dibunuh, dan anaknya dijadikan hewan peliharaan, mainan, sasaran kekejaman, bahkan dibunuh karena orang sungguhan menganggapnya hama dan ancaman.

Tentunya kita juga masih ingat (atau sudah lupa?) peristiwa pada 2018 di Kutai juga. Ada orangutan mati dibunuh dengan 100 butir peluru bersarang di tubuhnya. Sedih, miris, dan marah adalah respons yang wajar karena kita sedang membahas satwa liar yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan manusia, orang yang sesungguhnya. Dengan 90 persen kesamaan secara genetika, sangat tidak wajar kalau kita sebagai manusia tidak meresponsnya karena kita juga punya nurani.

Di satu sisi, kita patut bangga bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara -selain Kongo, yang memiliki spesies kera besar. Indonesia memiliki tiga spesies orangutan yang eksotik, yakni Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeous), Orangutan Sumatera (Pongo abelii), dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).

Advertising
Advertising

Di sisi yang lain, kita berhadapan pada kenyataan ancaman kepunahan yang signifikan. International Union for Conservation of Nature's (IUCN) pada 2018 melaporkan, 80 persen hutan habitat orangutan telah musnah dan perkiraan selama 10 sampai 20 tahun ke depan, orangutan akan punah. Makhluk hidup ini tinggal nama apabila kita tidak serius dan segera melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi mereka.

Khususnya Orangutan Tapanuli yang menjadi spesies yang baru saja ditemukan pada 2017 dan segera masuk sebagai spesies sangat terancam punah (critically endangered) oleh IUCN. Populasinya kurang dari 800 ekor di habitat lanskap ekosistem Batangtoru di Sumatera Utara. Jangan melupakan fakta bahwa lanskap ini berada di patahan Sumatera yang rawan gempa, sedangkan saat ini ada mega proyek PLTA 510 MW.

Beberapa kejadian longsor di wilayah pembangunan PLTA telah memakan korban jiwa, baik penduduk setempat maupun pekerja. Mega proyek ini juga akan membendung Sungai Batangtoru di mana sepanjang hilir sungai terdapat permukiman penduduk yang bergantung kehidupan daripadanya.

Tumpang tindih lanskap ini dengan wilayah konsesi perusahaan, seperti pertambangan emas di bagian selatan yang masih aktif "mencukur" hutan, sudah pasti berdampak pada lingkungan. Hutan dan aliran sungai menghidupi orangutan dan manusia yang bermukim di sana. Ada lagi yang kontradiktif, induk perusahaan tersebut punya komitmen No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE).

Juga tidak sedikit kasus-kasus di penjuru Tanah Air yang memperlihatkan bagaimana alih fungsi lahan dan agenda pembangunan di negeri ini tidak mempertimbangkan kepentingan masyarakat adat dan penduduk lokal. Mereka adalah orang-orang yang telah lama bermukim, memiliki, dan mengelola tanah sebagai sumber penghidupan.

Deforestasi atau perusakan hutan dan alih fungsi lahan merupakan akar permasalahan dari konflik orangutan dan satwa. Juga konflik dan kriminalisasi kepada penduduk lokal dan masyarakat adat berkaitan dengan perampasan lahan oleh perusahaan swasta maupun pemerintah. Ibarat penyakit, kalau ingin sembuh, ya jangan hanya memberi obat untuk menurunkan gejala, tetapi harus menyasar kepada sumber penyakit.

Menjadi bahan renungan kita, apakah selama ini solusiyang ditawarkan benar-benar mengatasi akar masalahannya, yaitu deforestasi, alih fungsi, dan tata kelola lahan. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah dokumen awal yang sangat penting dalam mengukur dampak lingkungan, termasuk dampak sosial dari suatu rencana pembangunan.

Alih-alih sebagai panduan yang seharusnya disampaikan dan menjadi bahan musyawarah dengan penduduk setempat, banyak dokumen AMDAL yang tak terakses. Pemerintah seharusnya mampu menegakkan hukum dan berpihak untuk kepentingan publik yang lebih luas.

Tanggung jawab besar ada di tangan kita semua: pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Nasib kita dan nasib generasi negeri ini ke depan. Sudah ada komitmen para pemimpin dunia pada COP26 Glasgow pada November 2021. Buktikan dan jangan hanya menjadi jargon, apalagi greenwashing. Sementara dampak krisis iklim sudah di depan mata, bahkan kita sudah merasakannya.

Bencana alam, termasuk hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, juga kekeringan tampaknya akan menjadi new normal selain pandemi ini. Hal semakin memburuk dan dapat melumpuhkan ekonomi apabila kita tidak segera menghentikan deforestasi dan perusakan lingkungan di penjuru negeri.

Jangan membenturkan antara pembangunan dengan penurunan emisi ataupun konservasi. Sebab sudah jelas, mandat perlindungan satwa liar dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta undang-undang terkait lainnya, yang dalam hal ini secara langsung maupun tidak langsung, juga demi melindungi dan memenuhi hak warga negara guna mendapatkan lingkungan hidup yang sehat sebagaimana perintah Undang-Undang Dasar 1945.

Benang merahnya sudah jelas. Bumi kita ini memiliki carrying capacity bagi manusia untuk membangun, sehingga pembangunan tidak harus melakukan deforestasi dan eksploitasi sumber daya alam secara masif, apalagi melanggar hak asasi manusia. Musababnya, itu akan membuat alam kita berada pada satu titik yang tidak akan bisa kembali seperti semula.

Tinggal menunggu waktu saat pilar-pilar penyangga ekosistem runtuh dan kolaps. Semua berubah menjadi bencana yang masif. Orangutan dan satwa lainnya, masyarakat adat dan penduduk lokal, menjadi korban. Bisa jadi, secara tidak langsung dan tanpa sadar kita telah mendorong mereka ke titik kepunahan bila kita hanya diam. There will be no business in the dead planet!

Annisa Rahmawati, S.Si, MBA adalah aktivis dan pemerhati lingkungan lulusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya Malang dan Fakultas Ekonomi TU Bergakademie Freiberg, serta advokat kampanye lingkungan di Mighty Earth.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya