Alasan Kenapa MUI DKI Jakarta Perlu Membatalkan Cyber Army Anies Baswedan

Penulis

Minggu, 21 November 2021 12:10 WIB

Indonesian Ulema Council (Majelis Ulama Indonesia). mui.or.id

Editorial Tempo.co

-----

Rencana Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta membentuk pasukan siber atau cyber army untuk membela para ulama dan Gubernur Anies Baswedan menunjukkan organisasi masa keagamaan ini mirip lembaga politik. Godaan kekuasaan dan sokongan dana dari pemerintah membuat wadah para ulama dan cendekiawan muslim ini kerap membebek kepada penguasa ketimbang menjalankan tugas utamanya mengayomi umat.

Adalah Ketua MUI Jakarta Munahar Muchtar yang melontarkan gagasan pembentukan pasukan siber atau cyber army untuk menangkal serangan pendengung atau buzzer kepada para ulama dan Anies Baswedan melalui media sosial. Dalihnya, memerangi hoaks dan fitnah yang mendeskreditkan ulama dan Anies Baswedan di dunia maya, jika perlu dengan cara menghantam balik para pendengung. Betapapun hebatnya serangan para buzzer kepada ulama dan Anies, ini bukan menjadi urusan MUI. Melihat tujuannya, keberadaan pasukan siber ini tak jauh berbeda dengan buzzer, yang aktivitasnya diharamkan oleh MUI melalui fatwa nomor 24 Tahun 2017. Ironisnya, MUI pusat mengamini langkah ini karena dianggap sebagai bagian dari jihad.

Keberadaan pasukan siber (cyber army) yang terang-terangan akan membentengi Anies Baswedan dari serangan pendengung memberi kesan MUI DKI Jakarta merupakan subordinat gubernur. Tak berlebihan jika kemudian isu ini dikaitkan dengan upaya balas budi lembaga tersebut atas dana hibah Rp 10,6 miliar per tahun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Betapapun mereka bergantung pada pemerintah, MUI harus terus berikhtiar untuk menjaga kemandiriannya agar bisa menjadi penyeimbang pemerintah. Tugas MUI memperjuangkan islam inklusif bukan untuk menyenangkan pemerintah, tapi agar pluralisme di negeri ini lestari.

Advertising
Advertising

Adapun dengan rencana pembentukan cyber army ini, MUI DKI Jakarta seperti kembali ke takdirnya sebagai alat kekuasaan. Dilihat dari sejarahnya, MUI merupakan bagian pergulatan politik Indonesia. Dibentuk 26 Juli 1975, Majelis Ulama Indonesia merupakan lembaga yang dibuat Orde Baru untuk mengendalikan umat islam. Belakangan, pada 2016, Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin, mengeluarkan keputusan sesat kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta, karena pernyataannya tentang surat Al-Maidah. Upaya itu berhasil “menggertak” pemerintah Joko Widodo yang akhirnya menjebloskan Ahok ke penjara. Tiga tahun berselang, Ma’ruf menjadi wakil presiden dan terang-terangan meminta MUI menjadi sahabat pemerintahan Jokowi.

Masuknya tokoh-tokoh moderat di kepengurusan baru, seperti Miftachul Akhyar yang kemudian menjadi Ketua MUI, awalnya memberikan angin segar terhadap arah lembaga ini, terutama menyangkut keberagaman di Tanah Air. Tapi, apa yang terjadi belakangan----termasuk kasus penangkapan anggota fatwa MUI pusat, Ahmad Zain An-Najah, oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI ; dan rencana pembentukan cyber army---membuat harapan lembaga ini menjadi organisasi yang mengkampanyekan islam sebagai agama terbuka demi merawat pluralisme makin jauh dari harapan. Jangan sampai isu plurasime hanya menjadi tameng pemerintah melawan populisme agama.

Kasus penangkapan Ahmad Zain bukan hanya mencoreng kredibilitas MUI, tapi juga menunjukkan lembaga itu masih diisi penganut-penganut aliran konservatif beragama. Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan karena lembaga ini menjadi salah satu sandaran dalam meredam radikalisme dan kelompok konservatif agama karena bisa menjadi penyeimbang. Kasus penangkapan tersebut semestinya menjadi bahan introspeksi MUI pusat dan daerah, bukan justru menciptakan hal-hal yang kontraproduktif seperti pembentukan cyber army untuk melawan buzzer.

Kendati takdirnya MUI tidak pernah lepas dari kekuasaan, tapi bukan berarti organisasi ini menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk segala hal. Sebagai lembaga yang melayani umat, MUI pusat dan daerah memiliki kewajiban meluruskan kebijakan pemerintah yang melenceng. Model dakwahnya pun tak boleh berubah: santun mengajak, bukan mengejek: merangkul, bukan memukul; mendidik, bukan membidik; membina, bukan menghina; membela, bukan mencela. Rencana pembentukan cyber army oleh MUI DKI Jakarta jelas bertolak belakang dengan semangat tersebut sehingga sudah selayaknya tak diteruskan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya