Yang Luput dari Fit and Proper Test Andika Perkasa: DPR Serasa Markas Tentara

Penulis

Senin, 8 November 2021 11:45 WIB

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kiri) melakukan salam komado dengan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid (kanan) sebelum mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI di Komisi I DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu, 6 November 2021. Komisi I DPR memberikan persetujuan atas pencalonan Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai calon panglima TNI. ANTARA/Galih Pradipta

UJI kelayakan dan kepatutan terhadap calon Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Andika Perkasa di Dewan Perwakilan Rakyat pada Sabtu lalu mempertontonkan lunturnya semangat supremasi sipil di negeri ini. Alih-alih menguliti rekam jejak Andika yang antara lain pernah diduga terlibat kasus pelanggaran hak asasi manusia, para anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan kemanan malah berlagak seperti suporter, mengenakan baju hijau mirip pakaian tentara. Mereka seolah lupa bahwa mereka adalah wakil rakyat yang semestinya meneguhkan supremasi sipil di lembaga sipil.

Presiden Joko Widodo menunjuk Andika sebagai calon tunggal Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto pekan lalu. Penunjukkan itu menuai kritik karena menantu mantan Kepala BIN AM Hendropriyono itu diduga terkait kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Hiyo Eluay. Pada 2001 lalu, Ketua Presidium Dewan Papua itu diculik dan tewas sehari setelah menghadiri upacara Hari Pahlawan di Markas Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat di Jayapura.

Orang tua salah satu anggota Kopassus pernah mengirim surat ke Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu bahwa anaknya dipaksa Andika untuk mengaku terlibat dalam pembunuhan dengan imbalan karir di Badan Intelijen Negara. Kala itu Andika yang masih berpangkat mayor bertugas di markas Kopassus TNI AD Jayapura.

Tapi para anggota Komisi I DPR malah tidak menyinggung persoalan dugaan pelanggaran tersebut saat uji kelayakan dan kepatutan. Tanpa catatan DPR menyetujui penunjukan Andika sebagai panglima.

Indonesia memiliki sejarah pahit selama puluhan tahun di era Orde Baru ketika militer mendominasi semua urusan sipil. Di masa itu, marak terjadi pelanggaran hak asasi manusia serta kekerasan tentara terhadap masyarakat sipil. Itu sebabnya reformasi 1998 dengan tegas memandatkan penegakan supremasi sipil.

Supremasi sipil merupakan syarat utama negara demokratis yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Seturut konsep ini militer yang memiliki wewenang penggunaan kekerasan mesti berada di bawah kontrol sipil demi menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Setiap dugaan kekerasan atau pelanggaran HAM juga mesti diusut secara transparan hingga tuntas. Apalagi jika kasus tersebut melibatkan calon Panglima TNI.

Uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan DPR semestinya menjadi sarana untuk evaluasi kritis sekaligus mencari calon pemimpin TNI yang bersih dan mampu memperbaiki tentara. Misalnya, forum uji kelayakan harusnya digunakan DPR untuk mendorong para calon pemimpin TNI untuk mengoreksi pendekatan militeristik yang berlumuran pelangaran HAM di Papua. Namun sebaliknya yang terjadi. Sabtu lalu, gedung DPR kita serasa markas tentara.

Sudah terlalu sering anggota DPR mempertontonkan sikap yang berlawanan dengan aspirasi masyarakat. Publik semestinya tidak diam menghadapi kondisi ini. Sudah saatnya kita kritis terhadap tindak tanduk setiap anggota DPR, juga partai, dan berhenti mendukung politisi yang malah menggunakan mandat politik dari rakyat untuk tujuan yang bertentangan dengan kepentingan publik.

Baca juga: Kata DPR soal Kritik Pakai Baju Hijau Army saat Uji Kelayakan Calon Panglima TNI

Advertising
Advertising

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya