Tujuh Tahun Jokowi: New Kleptocracy

Penulis

Ubedilah Badrun

Selasa, 19 Oktober 2021 10:12 WIB

Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan pers tentang perkembangan terkini pelaksanaan PPKM di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 30 Agustus 2021. Jokowi memperpanjang kebijakan PPKM hingga 6 September 2021. ANTARA/Biro Pers dan Media Setpres

Tidak mudah menilai sebuah rezim pemerintahan, sebab menilai memerlukan data dan argumen teoritik agar tidak terjebak dalam ruang subyektif. Pergumulan dengan ilmu pengetahuan, kebenaran ilmiah, membuat akademisi seringkali sangat hati-hati dalam menilai, agar tidak terjebak dalam subyektifitas.

Artikel ini ditulis untuk menilai rezim pemerintahan Jokowi yang berkuasa sejak 20 Oktober 2014 dengan menggunakan perspektif ilmu politik dalam ranah kekuasaan dan demokrasi. Tentang bagaimana teori kekuasaan dan demokrasi membaca negeri ini saat ini?

Ada banyak ilmuwan sosial politik yang mencoba menilai Indonesia era pemerintahan Jokowi ini dengan basis indikator demokrasi melalui sejumlah riset. Hasilnya cukup membuat kita malu sebagai bagian dari negara yang memilih jalan republik, jalan dimana seharusnya rakyat berdaulat, dihargai kebebasannya dan dijunjung tinggi kemanusiaanya.

Diantara ilmuwan yang melakukan riset tentang Indonesia era Jokowi dalam perspektif kekuasaan dan demokrasi adalah Profesor Edward Aspinall dan Profesor Marcus Mietzner dari Australia National University (ANU). Kedua ilmuwan ini menyebut bahwa saat ini demokrasi Indonesia sedang berada di titik terendahnya. Kepemimpinan Presiden Jokowi disebut-sebut sebagai salah satu penyebab dari kemunduran terbesar demokrasi di Indonesia saat ini.

Diantara penyebab regresi demokrasi tersebut adalah korupsi yang tinggi dan nasionalisme gaya baru. Demi kepentingan korupsi dan atas nama nasionalisme, kemerdekaan rakyat dibelenggu dengan berbagai cara.

Advertising
Advertising

Saya mencermati penilaian Aspinall dan Mietzner memiliki kebenaran akademisnya. Apalagi kemudian data tentang indeks demokrasi Indonesia yang skornya anjlok 6,30 terburuk sepanjang 14 tahun terakhir dengan kebebasan sipil yang skornya hanya 5,59 (The Economist, 2021). Di saat yang sama data indeks persepsi korupsi Indonesia juga anjlok merah, yang hanya mendapat skor 37 (Tranparency International, 2021). Ada semacam persinggungan antara buruknya demokrasi dan koruptifnya kekuasaan.

New Kleptocracy

Jika dicermati secara lebih rinci argumen Aspinall soal korupsi yang tinggi sebagai salah satu penyebab yang menjadi faktor Indonesia saat ini berada pada titik terendah demokrasi, diantaranya ia ungkapkan dalam sebuah diskusi di Yogyakarta yang bertema Democracy in The Contemporary Indonesia: The Dangers of Regression (2019).

Faktanya secara empirik tingginya perilaku korupsi di Indonesia telah dicatat oleh KPK angkanya ditemukan bahwa 60 % pelakunya adalah politisi (2015). Maknanya kritik publik pada isu korupsi arahnya memang banyak tertuju pada politisi. Pada titik itu politisi seringkali merasa terganggu dengan kritik.

Bahwa memang korupsi yang tinggi menjadi faktor mundurnya demokrasi. Logika sederhananya demi menutupi korupsi upaya kritik seringkali dibelenggu dengan berbagai cara. Meminjam perspektif John Keane dalam bukunya New-despotism (2021), ada semacam dominasi dari negara untuk membatasi aktivitas warga negara di tengah tatanan politik yang mengklaim demokrasi. Pembelengguan kebebasan berpendapat oleh elit kekuasaan tentu mengurangi skor indeks demokrasi.

Jika 60 % korupsi dilakukan politisi yang angka korupsinya bisa mencapai ratusan triliun rupiah, bahkan tega mengkorupsi uang bansos yang seharusnya untuk rakyat miskin, dan politisi adalah aktor utama kekuasaan maka ada benarnya jika disimpulkan bahwa rezim ini adalah rezim kleptokrasi (kekuasaan para maling).

Secara etimologis, istilah kleptokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni klepto dan kratein yang berarti kekuasaan yang diperintah oleh para pencuri, para maling yang bertopeng penguasa yang dipilih secara elektoral.

Gungun Heryanto (2015) mengemukakan bahwa kleptokrasi adalah praktik korupsi, nepotisme, dan persekongkolan jahat yang dilakukan oleh mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang untuk mempengaruhi kebijakan. Pada titik mempengaruhi kebijakan tersebut penulis mencermati kleptokrasi pada era Jokowi ini sedang mengalami pola baru atau bentuk baru kleptokrasi (New Kleptocracy).

Bagaimana bentuk baru kleptokrasi itu terjadi ? Istilah kleptokrasi dipopulerkan oleh Stanislav Andreski dalam karya klasiknya, Kleptocracy or Corruption as a System of Government (1968), yang menggarisbawahi peran penguasa atau pejabat tinggi yang tujuan utamanya adalah menumpuk kekayaan pribadi. Mereka memiliki kekuatan untuk memperoleh kekayaan pribadi tersebut sambil memegang jabatan publik. Rizal Ramli pernah menyebut fenomena itu sebagai Pengpeng atau penguasa sekaligus pengusaha (20216).

Pengpeng adalah wajah empirik yang paling berpotensi menjadi kleptokrat, celakanya di Indonesia Pengpeng ini masuk ke eksekutif dan legislatif. Lebih celaka lagi pola kekuasaan saat ini ada semacam persekongkolan antara oligarki politik, Pengpeng, dan oligarki ekonomi yang berwatak predatoris. Bahkan oligarki predator ini bisa membeli semua perhelatan elektoral, juga membiayai pendengung (buzzer) untuk melindungi persekongkolan. New kleptocracy ini gemar memproduksi undang-undang untuk memudahkan para kleptokrat menumpuk kekayaan. Sebut saja misalnya Undang-Undang Minerba (2020) dan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja (2020). Dengan cara itu pada akhirnya dengan mudah membancak (bancakan) APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), membancak kekayaan alam dan mengeksploitasi buruh. Pola persekongkolan seperti ini adalah ciri utama new kleptocracy atau kleptokrasi baru.

Ketika kekuasaan era Jokowi kini makin empirik melemahkan institusi KPK (2019 - 2021), di mana KPK mestinya berfungsi untuk memberantas para kleptokrat itu, dengan cara itu negeri ini justru semakin terjerumus dalam jurang new kleptocracy. Nah pelemahan institusi pemberantas korupsi adalah ciri paling sempurna dari new kleptocracy itu!

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

42 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya