Represi Online untuk Pengkritik Polisi

Penulis

Senin, 18 Oktober 2021 07:45 WIB

Ilustrasi pembungkaman kebebasan berpendapat. Shutterstock.com

Kalimat ancaman yang dilontarkan sejumlah akun menanggapi cuitan di Twitter yang mengkritik Kepolisian Republik Indonesia sungguh mengkhawatirkan. Serangan terhadap pembuat kicauan sudah mengarah pada teror bagi siapa saja yang ingin berpendapat di jagat maya soal polisi.

Mulanya, pemilik akun Twitter @fchkautsar mencuit: “Polisi se-Indonesia bisa diganti satpam BCA aja gaksih”. Setelahnya, pemilik akun ini mengatakan menerima pesan intimidasi dari sejumlah akun. Dia menerima ancaman kekerasan hingga upaya peretasan. Teror itu di antaranya menjadi target di jalan, akan dipatahkan lehernya, diajak baku hantam, dan lain sebagainya.

Konteks kritik @fchkautsar adalah kebrutalan polisi akhir-akhir ini. Beberapa hari lalu, seorang polisi Brigadir NP membanting mahasiswa MFA yang sedang berdemo di depan Kantor Bupati Tangerang, Banten. Pada hari yang sama dengan kejadian di Tangerang, seorang polisi di Deli Serdang, Sumatera Utara, menghajar pelanggar lalu lintas.

Dalam beberapa waktu terakhir, polisi menjadi trending topic di berbagai media sosial karena tindak-tanduknya. Selain karena kebrutalan di Tangerang dan Deli Serdang, polisi mendapat kritik dalam penanganan laporan pemerkosaan di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, hingga muncul tagar #PercumaLaporPolisi. Amat wajar bila kemudian warga negara menyampaikan kritik terhadap aparat atau institusi kepolisian—yang digaji dan dibiayai dengan uang pajak kita.

Ancaman tadi tidak boleh dianggap remeh. Sebaliknya, teror digital itu mesti disikapi serius karena represi online merupakan ciri utama otoritarianisme digital. Bila serangan siber diberi pemakluman, “demokrasi 2.0” yang dulu digaung-gaungkan sebagai perluasan dari demokrasi konvensional, bisa jadi tinggal mitos. Selain itu, pembiaran bisa menimbulkan kecurigaan bahwa ada pihak yang diuntungkan dari serangan terhadap para pengkritik.

Memang belum bisa dipastikan bahwa ancaman yang dialami pemilik akun @fchkautsar adalah serangan langsung dari polisi. Tapi kritik terhadap kepolisian yang dibalas oleh para kuasi, yang seolah-olah kepanjangan tangan kepentingan polisi, termasuk dengan menggaungkan tagar #PolriTegasHumanis sebagai balasan #PercumaLaporPolisi, menimbulkan pertanyaan. Salah satunya, aksi balasan yang masif tersebut sulit dilakukan jika memiliki sumber daya terbatas.

Agar tidak muncul syak wasangka, polisi mesti menelusuri siapa di balik akun-akun yang menyampaikan pesan ancaman tersebut. Hal ini penting dilakukan untuk membantah anggapan bahwa ada operasi digital polisi untuk menyerang pengkritik polisi di media sosial.

Teror lewat platform digital terhadap pengkritik penguasa adalah upaya untuk membungkam suara masyarakat. Survei Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Juli-Agustus 2020 menemukan, sebanyak 29 persen responden mengaku takut mengkritik pemerintah dan 36,2 persen responden takut menyampaikan kritik lewat internet. Survei terhadap 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia itu menyebutkan, profil responden yang takut melebar hingga kalangan akademisi. Survei Indikator Politik Indonesia periode 24-30 September 2020 memaparkan, 69,6 persen responden menyatakan setuju atau sangat setuju bahwa saat ini masyarakat makin takut menyatakan pendapat.

Meningkatnya serangan digital menunjukkan bahwa platform media sosial yang sebelummya digadang-gadang sebagai alat untuk mendorong perubahan, terutama oleh masyarakat sipil, kini justru menjadi sarana untuk merepresi pendapat oleh pihak yang memiliki sumber daya besar. Alih-alih memperbaiki substansi yang dikritik, mereka lebih memilih membelah cermin.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya