Menanti Gebrakan Kapolri untuk Eks Pegawai KPK Tak Lolos TWK

Penulis

Senin, 4 Oktober 2021 08:45 WIB

57 orang pegawai KPK yang tidak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), menunjukkan kartu identitas pegawai dan resmi berpamitan serta keluar dari kantor KPK, Jakarta, Kamis, 30 September 2021. Hari ini KPK resmi memecat seluruh pegawainya yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. TEMPO/Imam Sukamto

Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu segera menjelaskan detail tawaran rekrutmen kepada 56 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dipecat 30 September lalu karena dinyatakan gagal tes wawasan kebangsaan (TWK). Penjelasan penting untuk mengetahui mekanisme, penempatan, dan tugas beserta kewenangan mereka kelak sebagai aparat sipil negara (ASN) di Kepolisian. Informasi itu juga diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan para eks pegawai komisi antikorupsi.

Tawaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit tersebut disampaikan dua hari sebelum tenggat pemecatan. Semula, ada 56 nama yang masuk daftar. Tapi, satu hari sebelum tenggat, jumlahnya bertambah satu orang setelah penyidik muda Lakso Anindito menerima surat keputusan pemberhentian karena alasan yang sama. Lakso baru menjalani tes wawasan kebangsaan pada 20 September lalu, karena ia baru menyelesaikan sekolah di luar negeri. Satu orang lagi yang dinyatakan tak lolos tes, Direktur KPK Sujanarko, pensiun pada Mei lalu.

Tawaran Kapolri memang belum begitu gamblang. Listyo Sigit baru sebatas menyampaikan rencana merekrut mereka yang tak lolos TWK di KPK untuk tugas-tugas pengembangan di Badan Reserse Kriminal Polri, terutama di Direktorat Tindak Pidana Korupsi. Tugas mereka, menurut Kapolri, berkaitan dengan pencegahan dan upaya-upaya lain untuk mengawal penanggulangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional serta kebijakan strategis lain. Listyo Sigit sama sekali tak menyinggung mekanisme perekrutan maupun apa saja kewenangan mereka ketika sudah bergabung di Kepolisian.

Dari 56 orang yang mendapat tawaran Kapolri, 17 di antaranya berlatar belakang penyelidik dan penyidik. Untuk mereka, ketika menjadi ASN di Kepolisian, pintu menjadi penyelidik maupun penyidik di lembaga tersebut tertutup. Undang-Undang Kepolisian RI menyebutkan penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik adalah anggota Polri. Sebagai ASN Polri, mereka tak bisa maksimal untuk menguatkan upaya pemberantasan korupsi karena tak memiliki tugas dan kewenangan penindakan. Mereka hanya bisa menjalankan fungsi pencegahan.

Adapun bekas pegawai KPK lain memiliki latar belakang di luar penanganan perkara, seperti Admin Pengaduan Masyarakat, Fungsional Biro Hukum, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, dan Deputi Bidang Koordinator Supervisi. Oleh karena itu, penting bagi Kapolri menjelaskan posisi yang pantas untuk mereka sesuai pengalaman dan kompetensinya. Termasuk menyangkut tugas dan kewenangan korupsi saat menjadi ASN di Kepolisian.

Advertising
Advertising

Kalau niatnya memberikan kesempatan kepada bekas orang-orang terbaik di KPK itu menguatkan upaya pemberantasan korupsi di Korps Bhayangkara, Kapolri jangan bertindak setengah-setengah. Listyo Sigit perlu mencari celah dari sisi aturan agar rekrutmen ini tetap bisa memaksimalkan peran mereka dalam pemberantasan korupsi. Harus ada juga jaminan kalau suatu saat mereka bisa kembali ke KPK. Langkah ini akan memupus kesan tawaran Kapolri hanya basa-basi politik guna meredam polemik dengan cara menawari sejumlah eks pegawai KPK itu pekerjaan di Kepolisian, tapi perjuangan mereka terhadap pemberantasan korupsi justru dikebiri.

Kendati Kapolri mengklaim langkahnya ini sudah mendapat lampu hijau dari presiden, Jokowi tak bisa begitu saja lepas tangan. Jokowi masih memiliki tanggung jawab untuk merespons laporan Ombudsman Republik Indonesia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia soal tes wawasan kebangsaan di KPK. Ombudsman menyimpulkan pimpinan KPK melakukan maladministrasi dalam seleksi tersebut. Komnas HAM menemukan dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan seleksi. Dengan temuan dua lembaga negara itu, tes wawasan kebangsaan terbukti hanya kedok untuk menyingkirkan pegawai-pegawai kritis, termasuk penyidik senior yang mengungkap kasus-kasus besar.

Jokowi berkewajiban menindaklanjuti laporan tersebut. Menurut putusan uji materi Mahkamah Agung atas Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang pengalihan pegawai, tindak lanjut tes wawasan kebangsaan adalah kewenangan pemerintah dalam hal ini presiden. Jokowi juga harusnya mengambil sikap sesuai rekomendasi Ombudsman. Undang-undang lembaga itu menyatakan rekomendasi Ombudsman wajib dilaksanakan terlapor dan atasannya. Presiden adalah atasan Badan Kepegawaian Negara (BKN), terlapor di Ombudsman dalam kasus tes wawasan kebangsaan ini.

Jika tetap bersikap diam dan lebih memilih melempar bola ke Kapolri, Jokowi akan dicap membiarkan penyingkiran orang-orang berprestasi di KPK terjadi. Pada akhirnya, keputusan berada di tangan 56 eks pegawai KPK. Apapun penjelasan detail soal tawaran Listyo Sigit, mereka tidak boleh mengambil keputusan secara emosional. Mereka harus memutuskan dengan pertimbangan rasional yang mengedepankan untung-rugi bagi upaya pemberantasan korupsi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya