Mengenang Profesor Conny R. Semiawan: Ilmuwan Berintegritas yang Menjadi Pelindung Demonstran

Penulis

Ubedilah Badrun

Kamis, 1 Juli 2021 19:45 WIB

Conny R. Semiawan

Hari ini, 1 Juli 2021, Profesor Cony R. Semiawan berpulang keharibaan Allah pada usia 90 tahun lebih 7 bulan. Dunia pendidikan Indonesia kehilangan salah satu tokoh terbaiknya. Saya dan dosen Universitas Negeri Jakarta lainnya sangat kehilangan. Kami berduka.

Rektor Insitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta (kini UNJ) 1984-1992 itu adalah pribadi yang berkharisma. Dia orang yang menyenangkan dan banyak menggugah nalar untuk berpikir out of the box. Bahkan, termasuk hal sensitif seperti kritik mahasiswa pada rezim otoriter Soeharto.

Setelah selesai tak memangku jabatan sebagai rektor, dia berkiprah lebih luas di bidang pendidikan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia pernah menjabat Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan selain menjadi rektor. Tidak heran jika kemudian dia diberi penghargaan oleh UNESCO sebagai tokoh yang berjasa di bidang pendidikan di Indonesia.

Masih terngiang nasihat-nasihanya tentang pendidikan, integritas ilmuwan, dan pentingnya pembelaan pada pikiran merdeka mahasiswa. Ia menyampaikan itu sewaktu saya beranjangsana ke rumahnya sebelum dia sakit tiga tahun lalu. Pada umurnya yang sudah 87 tahun saat itu, semangatnya masih menyala-nyala ketika membicarakan dunia universitas.

Prof. Conny marah ketika pembicaraan bergeser ke soal plagiarisme dan praktik koruptif di kampus di Indonesia. “Plagiarisme dalam bentuk apa pun tidak dapat ditoleransi,” katanya.

Advertising
Advertising

Pemikirannya yang progresif di bidang pendidikan dan keberpihakannya pada kebenaran ilmiah menjadi inspirasi dan memberi pengaruh dalam perjalanan pemikiran saya secara pribadi—dan mungkin kawan kawan akademikus muda lain.

Jasa dan Karya Intelektualnya

Tiga puluh lima tahun lalu, Prof. Conny berjasa besar dalam penerapan student-centered learning, pembelajaran yang berpusat pada siswa—bahwa siswa adalah subjek, bukan objek dalam pembelajaran. Maka saat itu populerlah “CBSA” (Cara Belajar Siswa Aktif), yang juga menjadi istilah bagi kurikulum yang berlaku saat itu.

Kebijakan CBSA ini mirip kebijakan “Merdeka Belajar” saat ini. Jadi boleh dibilang, “Merdeka Belajar” sesungguhnya ide yang pernah dipraktikkan 35 tahun lalu.

Saat itu, saya yang duduk di kelas 6 sekolah dasar, merasakan dididik oleh kepala sekolah yang berwibawa dan guru muda yang kreatif yang menggunakan metode CBSA. Dalam mengajar, mereka selalu membuat pertanyaan-pertanyaan kritis tentang alam dan manusia, yang membuat kami bersemangat untuk menjawab.

Setelah pensiun, Prof. Conny tak berhenti mengabdikan diri untuk pengembangan ilmu pendidikan. Karya intelektualnya terus hadir menghampiri para akademikus. Ia menulis lebih dari seratus karya. Di antaranya, buku Spirit Inovasi dalam Filsafat Ilmu, Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat; Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar; Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu; dan Kreatifitas dan Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana? Buku terakhir yang dia tulis menjelang umur 90 tahun adalah Strategi Pengembangan Otak: Dari Revolusi Biologi ke Revolusi Mental (2017).

Melindungi Demonstran

Sosok mantan Ketua Pengurus Yayasan dan Pembina Yayasan LIA ini dikenal sangat dekat dengan mahasiswa yang “nakal”, berani, kritis, dan berbakat. Tidak sedikit aktivis di kampus yang diam-diam sering bertemu Prof. Conny untuk sekadar berdiskusi, mendengarkan nasihat, dan berbagi cerita.

Pernah suatu ketika sejumlah aktivis mahasiswa di kampus berdemontrasi. Sebagai rektor, dia diingatkan oleh aparat keamanan bahwa kampus bisa diserbu aparat. Dia pasang badan. “Aparat jangan masuk kampus! Saya yang akan menjamin mahasiswa bahwa mahasiswa tidak akan melampau batas! Berikan kebebasan berekspresi kepada mahasiswa! Kampus memiliki kebebasan akademik!” Begitulah cara Prof. Conny melindungi mahasiswa saat akan direpresi aparat. Pada zaman Soeharto, tindakan tersebut sangat luar biasa.

Pada masa dia menjadi rektor, represi aparat ke kampus-kampus jamak terjadi, termasuk penangkapan terhadap aktivis mahasiswa, seperti di Institut Teknologi Bandung. Saat itu, marak demonstrasi mahasiswa menolak kehadiran para menteri Soeharto memberikan ceramah di kampus, termasuk di IKIP Jakarta. Prof. Conny memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya.

Dari Prof. Conny R. Semiawan, saya belajar tentang makna integritas seorang ilmuwan dan pentingnya merawat kebebasan akademik di kampus. Dia paham bahwa kebebasan akademik di kampus adalah lahan subur bagi munculnya kreativitas dan inovasi—hal yang sangat dibutuhkan untuk memajukan negeri.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya