Keanekaragaman Hayati, Ketahanan Pangan, dan Deforestasi

Penulis

Riki Frindos

Kamis, 8 Oktober 2020 13:23 WIB

Yang Super dari Sorgum

Beberapa tahun yang lalu saya berkunjung ke sebuah desa di pulau Solor. Perjalanan memakan waktu kurang lebih satu jam dengan perahu motor dari Larantuka, dan dilanjutkan dengan perjalanan darat menggunakan ojek. Setiba di desa tujuan, kepala desa langsung menyampaikan tantangan yang dihadapinya bersama masyarakat, yaitu alam yang kering dan gersang, tanah yang berbatu, hujan yang jarang turun, dan cuaca yang panas. Namun, di sisi lain, Pulau Solor memiliki keindahan alam yang luar biasa. Pulau Solor dikelilingi oleh laut dan pantai yang indah, serta memiliki padang rumput sabana yang eksotik.

Tanpa bermaksud meremehkan keluhan dan tantangan yang dihadapi warga desa. Timbul pertanyaan, dengan iklim dan bentang alam yang menantang, apa yang melatarbelakangi nenek moyang masyarakat Solor bertahan ratusan bahkan sampai ribuan tahun. Apakah ada kearifan lokal leluhur untuk kita ketahui untuk dirangkul kembali? Misalnya, ternyata dulu terdapat sorgum sebagai sumber pangan pokok masyarakat di sana yang tumbuh baik di iklim kering.

Dalam beberapa tahun terakhir, Yayasan KEHATI bersama mitra lokal, seperti Yaspensel dan jaringan gereja Katolik melaksanakan program revitalisasi sorgum di Flores dan sekitarnya. Kearifan lokal yang telah lama ditinggalkan masyarakat telah diperkenalkan kembali. Sekarang, ribuan hektar ladang sorgum telah tumbuh di berbagai penjuru Flores dan beberapa pulau sekitar, seperti Adonara, Lembata, dan Solor. Masyarakat telah kembali berlomba-lomba menanam dan mengolah sorgum.

Program budi daya sorgum mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. Selain jaringan gereja, program ini mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten, dan Kementerian Pertanian. Benih-benih sorgum ditelusuri dan dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas. Mesin dan alat bantu disebarluaskan untuk pengolahan pasca panen.

Berbagai inisiatif terus dilakukan agar sorgum menjadi bagian penting dari konsumsi pangan masyarakat. Pengolahan sorgum menjadi berbagai variasi produk konsumsi juga terus dieksplorasi. Penyediaan produk olahan sorgum di sekolah-sekolah dan puskesmas misalnya, menjadi bagian strategi untuk mengenalkan sorgum sebagai sumber pangan sedini mungkin pada generasi mendatang, selain untuk meningkatkan asupan gizi tentunya.

Advertising
Advertising

Perjalanan masih panjang. Namun, setidaknya program ini telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi ketahanan pangan masyarakat setempat, dan mulai berperan pada peningkatan pendapatan petani. Program revitalisasi sorgum yang dilaksanakan di Flores, merupakan peran KEHATI dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Inisiatif ini juga sejalan dengan misi KEHATI untuk mengarusutamakan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara adil dan berkelanjutan.

Keragaman adalah sebuah keniscayaan (naturally given). Eksistensi umat manusia ditopang oleh keseimbangan alam yang berbasis pada keanekaragaman hayati. Namun, keragaman sering terpinggirkan oleh keseragaman, karena keseragaman seringkali memberikan ilusi akan kemudahan-kemudahan.

Oleh karena itu, memahami dan mengapresiasi keberadaan dan nilai keanekaragaman hayati merupakan hal yang sangat kritikal. Seringkali menggali dan merangkul kearifan lokal menjadi pembuka jalan untuk memahami dan mengapresiasi keanekaragaman hayati tersebut, termasuk dalam membangun ketahanan pangan.

Pola konsumsi pangan pokok Indonesia di masa lalu penuh keragaman, yang berbasis pada kekayaan keanekaragaman hayati lokal, seperti beras, sagu, jagung, sorgum, ubi, dan lain lain. Namun, keragaman ini telah bertransformasi menjadi keseragaman, yaitu beras. Ketergantungan pada satu sumber pangan secara otomatis akan menimbulkan risiko konsentrasi, dan membuat kita tersandera. Tidak heran kita terbiasa ricuh dan gaduh karena beras.

Dalam dua dekade terakhir, kita menyadari akan ketergantungan yang berlebihan pada beras. Konsumsi beras sudah tidak meningkat lagi bahkan cenderung turun, walau hanya secara marjinal. Laporan BPS tahun 2018 menyatakan konsumsi beras per kapita Indonesia pada tahun 2017 turun menjadi 111.6 kilogram, turun dibanding tahun-tahun sebelumnya yang berkisar di angka 114 kilogram. Sayangnya konsumsi sumber pangan lokal lainnya, seperti sagu, ubi, jagung, dan lain-lain juga terus menurun. Lalu, sumber pangan apa yang meningkat? Jawabannya adalah gandum.

Konsumsi gandum tumbuh dengan pesat. Mie dan roti, misalnya telah menjadi makanan pokok keseharian bangsa Indonesia. Mengutip laporan BPS pada tahun yang sama, total impor gandum Indonesia pada tahun 2017 mencapai 11.4 juta ton, atau naik lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2010 yang baru 4.8 ton. Sebagai perbandingan, konsumsi beras Indonesia pada tahun 2017 adalah sekitar 29.1 ton.

Permasalahannya, gandum sepenuhnya diimpor dan kita tidak memiliki kendali yang banyak terkait ketersediaan dan stabilitas pasokan maupun harganya. Selain itu, karena skala impor yang semakin menggelembung, gandum juga menjadi salah satu kontributor besar pada defisit neraca perdagangan Indonesia.

Sejauh ini, mendorong ketahanan pangan dengan mendiversifikasi sumber pangan yang berbasis keanekaragaman hayati lokal belum menunjukkan kemajuan berarti. Di saat ingin lepas dari ketergantungan dengan beras, kita berisiko tersandera pada sumber pangan impor, yaitu gandum.

Menyeragamkan sumber pangan membuat kita tidak hanya abai terhadap kekayaan keanekaragaman hayati sebagai potensi sumber pangan, tetapi juga lalai dalam memanfaatkan kekayaan keragaman bentang alam Indonesia. Hal ini dapat mendorong terjadinya pengalihan fungsi lahan atau deforestasi, yang sebetulnya mungkin tidak perlu.

Ekosistem kering di Flores Timur dan pulau-pulau sekitarnya bukanlah bentang alam yang tidak bernilai dan sia-sia, hanya karena tidak produktif untuk ditanami padi. Masyarakat di sana dapat berbudi daya sorgum dan tidak harus menunggu pasokan beras dari daerah lain. Lahan-lahan baru tidak perlu dibuka untuk pesawahan di Sumatra atau Kalimantan, untuk memenuhi kebutuhan pangan di Flores.

Bentang alam Flores, Solor, Lembata, Adonara, adalah bagian dari kekayaan bentang alam Indonesia, yang penuh ragam namun memiliki karakteristik dan nilainya sendiri. Keanekaragaman hayati, termasuk keanekaragaman ekosistem, adalah kekayaan bangsa kita, dan seharusnya menjadi modal, termasuk dalam pengembangan ketahanan pangan. Dan jika dimanfaatkan secara optimal, dapat berkontribusi dalam mencegah alih fungsi lahan atau deforestasi.

Mengapresiasi dan mensyukuri keanekaragaman hayati indonesia tidak hanya tentang keberagaman spesies flora dan fauna, tetapi juga mengenai keanekaragaman ekosistem Indonesia, yang merangkai mozaik indah bentang alam nusantara.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya