Belajar Daring

Penulis

Putu Setia

Sabtu, 25 Juli 2020 07:00 WIB

Putu Setia

Awalnya banyak orang desa yang kagok mengucapkan “belajar daring”. Namun lama-lama terbiasa. Tiga bulan lebih sekolah ditutup karena pandemi Covid-19, kata daring lalu populer. Coba dengarkan ini! “Saya sudah jual anak sapi untuk beli dua daring, ternyata tak cukup,” kata seorang petani di kampung saya. Mula-mula saya kaget, apa yang dipahami petani itu soal daring? Ternyata dia diberi tahu pemilik toko seluler, daring itu adalah handphone yang sudah ada paket datanya. OH, ya, daring kan akronim “dalam jaringan”, entah siapa pula yang memperkenalkan singkatan ini.

Lalu apanya tak cukup? Petani itu bercerita, setelah membeli dua paket daring untuk kedua anaknya, harus ditambah lagi menonton TVRI setiap pagi. Di kampung saya siaran televisi yang jernih memakai parabola. Jika cuma pakai antenA setinggi 35 meter, gambarnya tak karuan. “Tanpa parabola televisi hanya untuk menonton sinetron. Untung tetangga mau patungan pasang parabola. Jual lagi seekor kambing,” kata dia.

Kedua anak petani ini akhirnya sering menghilang. Ke mana? Mencari sinyal di tikungan jalan di dekat pasar. Lalu sang petani mengeluh lagi, beli paket data setiap bulan setara dengan harga beras 5 kilogram. Itu harus dikalikan dua sesuai dengan jumlah anaknya. Ada Wi-Fi gratis yang disediakan “pasar modern berjaringan”. Tapi memakai kode (maksudnya password) yang hanya diberikan toko swalayan itu setelah belanja Rp 30 ribu.

Barangkali ini cerita aneh bagi orang-orang yang tinggal di kota besar, apalagi para petinggi negeri di Jakarta. Indonesia wilayahnya ada di gunung-gunung yang pemancar televisinya belum masuk, yang jaringan Internet-nya sangat lelet kalaupun ada, yang listriknya bisa mati mendadak kalau angin kencang merobohkan pohon dan menimpa kabel. Belajar dalam jaringan (duh, kok disingkat daring) tak semudah yang diucapkan Menteri Pendidikan.

Begitu riskankah sekolah dibuka seperti membuka pasar, mal, dan tempat rekreasi? Sangat riskan, kata seorang pejabat Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Karena anak-anak lama tak bersekolah, begitu sekolah dibuka mereka saling memeluk temannya karena kangen. Ini alasan logis meski sedikit ngawur. Apakah guru-guru tak bisa mengawasi muridnya agar tak saling berkangenan? Menerapkan protokol kesehatan tentu tak sesulit di pasar-pasar. Jaga jarak pun bisa diatur. Satu kelas dengan murid 35 sampai 40 siswa bisa dibagi dua, sekolah pagi dan siang. Tempat cuci tangan disediakan di setiap pintu kelas.

Atau belajar daring tetap dilakukan. Tapi perhatikan anak-anak di perdesaan yang jauh dari jangkauan Internet. Jangan membayangkan Indonesia cuma Jakarta. Jangan pula bayangkan semua penduduk negeri mampu membelikan anaknya handphone dan paket data. Kebutuhan perut saja masih susah dicari. Pejabat kita enteng sekali memberi imbauan, misalnya, sering-sering cuci tangan dengan sabun di air yang mengalir. Apa sabun lebih penting dibanding beras? Mencari air di pancuran untuk dibawa pulang merepotkan warga desa. Orang kota masih mampu membeli air galon jika air dari perusahaan air minum ngadat. Sepertinya kita kurang sadar kalau kehidupan sosial di republik ini kian melebar.

Kementerian Pendidikan punya anggaran Rp567 miliar per tahun untuk membiayai program Organisasi Penggerak. Dibanding diberikan kepada Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, apalagi belum jelas benar apa yang mau digerakkan, apakah tak bisa dana ini diberikan sebagian untuk mengatasi kesenjangan pendidikan? Mari kita buka hati dan sesekali melirik orang-orang di pelosok!

Advertising
Advertising

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya