Kemampuan Meningkatkan Produksi Minyak Nasional

Senin, 20 Juli 2020 07:30 WIB

Haposan Napitupulu
Mantan Deputi BP Migas

Hasil produksi minyak dan gas (migas) nasional diharapkan tidak hanya menjadi sumber penerimaan negara, tapi juga motor penggerak ekonomi nasional. Kebutuhan bahan bakar minyak domestik saat ini mencapai sekitar 1,78 juta barel per hari, sementara kapasitas kilang dalam negeri hanya sekitar 800 ribu barel per hari dan produksi minyak nasional 745 ribu barel per hari dengan nilai penurunan sekitar 3,8 persen per tahun.

Menurunnya produksi minyak nasional disebabkan oleh lebih rendahnya volume penemuan cadangan baru dibandingkan dengan volume yang diproduksi atau dikuras dari reservoir. Lapangan-lapangan penghasil minyak utama didominasi lapangan tua berumur di atas 25 tahun, seperti lapangan Minas, yang usianya lebih dari 75 tahun. Semakin tua lapangan minyak, semakin tinggi biaya produksinya dan berakibat meningkatnya cost recovery yang akan mengurangi penerimaan negara. Menurunnya produksi minyak akan meningkatkan volume impor dan memperlebar kesenjangan antara permintaan dan penawaran, yang berujung pada peningkatan defisit transaksi berjalan.

Namun, sebelum pandemi Covid-19 pun, iklim investasi hulu migas sudah tidak menarik. Meskipun potensi sumber daya migas masih cukup besar, lapangan yang mudah dan menguntungkan semakin terbatas. Upaya menemukan cadangan migas baru menjadi lebih sulit, menantang, dan berisiko serta membutuhkan teknologi dan investasi yang tinggi. Peluang menemukan cadangan migas yang ekonomis harus didukung dengan kegiatan eksplorasi secara masif, khususnya di daerah perbatasan yang berisiko dan berbiaya.

Kemampuan untuk melakukan kegiatan eksplorasi di blok-blok migas sulit ini hanya dimiliki perusahaan multinasional sekelas ExxonMobil, Chevron, Shell, dan lainnya. Perusahaan-perusahaan multinasional ini akan berbondong-bondong datang berinvestasi jika kondisi lingkungan usaha cukup bagus, insentifnya menarik, dan tidak birokratis.

Advertising
Advertising

Kegiatan eksplorasi secara masif oleh perusahaan multinasional terakhir dilakukan pada 2008-2013 di lepas pantai Papua. Biaya termahalnya mencapai lebih dari US$ 240 juta per sumur di Sumur Lengkuas-1, yang dibor oleh Murphy Oil. Sumur-sumur eksplorasi lainnya rata-rata berbiaya di atas US$ 100 juta per sumur. Mereka mampu melakukan eksplorasi dengan biaya tinggi karena umumnya mengalokasikan sekitar 20 persen dari laba ditahan untuk membiayai eksplorasi di area dengan risiko tinggi/ganjaran tinggi, seperti penemuan lapangan gas raksasa akhir-akhir ini di Mozambik dan Guyana.

Sudah saatnya kita mengundang perusahaan-perusahaan hulu migas multinasional yang memiliki pengalaman, teknologi, dan modal besar. Mereka akan mampu melakukan eksekusi hingga pengeboran secara masif di area-area perbatasan ataupun konvensional dengan konsep dan teknologi baru. Ada beberapa hal yang harus kita lalukan.

Pertama, menyiapkan hasil kajian geologi, geofisika, reservoir, dan produksi (GGR&P) secara komprehensif dari cekungan-cekungan lokasi blok eksplorasi yang ditawarkan. Ini untuk memudahkan para investor menilai prospek potensi cadangan migas di suatu cekungan dan mempercepat investor untuk memulai pelaksanaan kewajiban komitmen eksplorasi.

Kedua, meskipun pemerintah telah menyederhanakan proses perizinan, situasi di lapangan mungkin belum cukup nyaman bagi para investor. Untuk itu, penyederhanaan perizinan masih perlu dilakukan secara berkesinambungan karena isu-isu birokrasi yang dikeluhkan oleh investor akan menyebabkan ketidakpastian usaha bagi mereka.

Ketiga, menjaga kepastian hukum dan melaksanakan kontrak yang telah disepakati secara konsisten. Investor biasanya telah mengkaji berbagai aturan, termasuk syarat-syarat fiskal, sehingga ketidakkonsistenan terhadap pelaksanaan kontrak akan mengubah strategi dan perhitungan keekonomian. Terganggunya iklim investasi oleh timbulnya peraturan-peraturan baru yang tidak diduga oleh para investor dapat menyebabkan investor hengkang.

Keempat, "urun rembug" di kantor-kantor perusahaan migas multinasional di Amerika Serikat dan Eropa, seperti yang dilakukan Pertamina pada era Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971. Langkah ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan mengenai iklim investasi hulu migas yang diharapkan para investor.

Bila hal itu dilakukan, butuh waktu paling sedikit 5-6 tahun bagi mereka untuk melakukan studi hingga eksplorasi. Jika berhasil menemukan cadangan minyak, mereka butuh waktu paling sedikit 5-7 tahun untuk mengembangkannya hingga berproduksi. Seandainya pemerintah mulai mengundang mereka pada 2021, produksi minyak paling cepat terealisasi pada 2031-2034.

Perhitungan di atas adalah skenario mempertahankan produksi minyak sebesar 745 ribu barel per hari. Pernyataan-pernyataan pemerintah, yang menyebutkan target produksi 1 juta barel per hari dengan penjelasan yang kualitatif tanpa memberikan informasi "jumlah kerja" yang akan dilakukan, hanya akan membingungkan para praktisi migas. Maka, sudah selayaknya kita memberikan target pencapaian yang realistis sehingga di kemudian hari, ketika sudah tidak menjabat lagi, khususnya pada 2030, kita akan diingat oleh generasi penerus kita.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

6 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

27 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

35 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

39 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

55 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya