Gubernur Jakarta Anies Baswedan semestinya memberi argumentasi yang patut sebelum menerbitkan izin reklamasi kawasan rekreasi Ancol. Keputusan yang dirilis akhir Februari lalu itu mengingkari janji politiknya dan berpotensi menabrak peraturan daerah mengenai rencana detail tata ruang dan wilayah.
Anies menerbitkan keputusan yang memberi izin perluasan Dunia Fantasi dan Taman Impian Ancol Timur, masing-masing 35 dan 120 hektare. Belakangan, setelah pro-kontra muncul, Anies menyatakan keputusan itu sebagai syarat legal untuk memanfaatkan daratan lantaran terjadinya penumpukan lumpur dari pengerukan sungai dan waduk di Jakarta yang dangkal akibat sedimentasi.
Alasan memanfaatkan hasil penumpukan lumpur tersebut bisa dipahami. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak bisa membiarkan begitu saja 3,4 juta meter kubik lumpur yang kini telah bersalin rupa menjadi daratan seluas 20 hektare di Ancol Timur. Menelantarkan lahan yang sudah setengah jadi akibat pemadatan lumpur jelas akan memperburuk lingkungan di sekitar pesisir utara Jakarta.
Hanya, pemanfaatan daratan tersebut seharusnya mengacu pada rencana tata ruang dan wilayah di DKI Jakarta. Rencana perluasan kawasan Ancol—perusahaan yang 72 persen sahamnya dimiliki pemerintah DKI—itu tidak masuk Peraturan Daerah mengenai Rencana Detail Tata Ruang. Keputusan Anies bisa disebut menabrak peraturan daerah. Secara aturan, daratan yang sudah terbentuk tak bisa dijadikan alasan memperluas kawasan Ancol.
Anies menyebutkan tujuan perluasan Ancol berbeda dengan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Selain memberikan akses pantai gratis kepada publik, ia menyatakan, pihaknya akan membangun Museum Rasulullah dan peradaban Islam lainnya di kawasan reklamasi Ancol. Penggunaan lahan yang terkesan populis itu semestinya tidak dijadikan alasan pemberian izin. Gubernur perlu memberikan argumentasi dari dampak reklamasi terhadap lingkungan.
Izin reklamasi Ancol itu menunjukkan kebijakan Anies dalam reklamasi tak berbeda dengan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama. Padahal, salah satu janji politik Anies untuk meraup suara yang kemudian bisa mengalahkan Basuki adalah menolak reklamasi. Janji politik ini tak mudah dijalankan karena pulau-pulau buatan sudah telanjur dibangun.
Ia, misalnya, terpaksa menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) kepada PT Kapuk Niaga Indah untuk 932 unit bangunan di Pulau D berdasarkan aturan yang dibikin Basuki. Keputusannya menyegel Pulau G yang dibangun PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha Agung Podomoro Land, juga dicabut karena kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Anies kalah karena tak punya pijakan hukum setelah menarik Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, serta Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kosongnya dasar hukum inilah yang membuat urusan reklamasi menjadi bola panas.
Agar reklamasi Ancol tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari, Anies sebaiknya mencabut keputusan gubernur yang ia terbitkan. Setelah itu, ia bisa mengajukan rancangan peraturan daerah mengenai rencana detail tata ruang dan rencana tata ruang wilayah yang mengatur perluasan Ancol. Pembahasan aturan tersebut harus transparan agar tidak memicu gejolak baru.
Berita terkait
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi
4 hari lalu
Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.
Baca SelengkapnyaMenhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024
25 hari lalu
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.
Baca Selengkapnya27 hari lalu
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik
33 hari lalu
Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.
Baca SelengkapnyaAFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian
37 hari lalu
Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.
Baca SelengkapnyaDPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas
52 hari lalu
DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.
Baca SelengkapnyaPastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai
53 hari lalu
NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.
Baca SelengkapnyaH+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras
15 Februari 2024
Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaPenjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City
12 Februari 2024
Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.
Baca SelengkapnyaUrgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"
12 Februari 2024
Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.
Baca Selengkapnya