Di Bawah Ancaman Reshuffle

Penulis

Selasa, 30 Juni 2020 07:30 WIB

Presiden Joko Widodo alias Jokowi (tengah) memimpin rapat kabinet terbatas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020. Rapat ini digelar setelah diunggahnya video saat Presiden memperingatkan kabinetnya terkait penanganan Covid-19. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Presiden Joko Widodo seharusnya tidak perlu mengumbar kemarahan di depan publik ketika para menterinya dinilai tidak bekerja maksimal dalam menangani pandemi Covid-19. Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri. Jika tidak puas dengan kinerja para menterinya, Jokowi dapat mencopot mereka kapan pun.

Jokowi kesal atas penanganan wabah corona selama tiga bulan terakhir. Dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 18 Juni lalu, Presiden menyebutkan masih banyak menteri dan kepala lembaga yang menghadapi pandemi dengan kinerja biasa-biasa saja. Tidak ada perkembangan signifikan dalam penanganan wabah. Jokowi pantas marah karena pemerintah membutuhkan langkah luar biasa menghadapi krisis yang menyebabkan ekonomi negara terpuruk ini. Presiden pun mengingatkan, berdasarkan catatan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan berada di kisaran -4,9 dan -5 persen.

Salah satu yang menjadi sorotan Jokowi adalah program pemulihan ekonomi di bidang kesehatan. Dengan kucuran dana sebesar Rp 75 triliun, serapan anggarannya baru mencapai 1,53 persen. Dalam rekaman video yang baru diunggah Sekretariat Presiden pada Ahad, 28 Juni lalu itu, dengan suara meninggi, Jokowi bahkan mengancam akan melakukan reshuffle dan membubarkan lembaga jika mengganggu langkah pemerintah dalam menangani pandemi.

Kemarahan Jokowi menjawab kekhawatiran publik selama ini. Warga masyarakat sudah sejak awal mengeluhkan langkah penanganan wabah corona. Banyak pejabat menganggap Indonesia sebagai pengecualian ketika wabah Covid-19 merebak di Wuhan, Cina, dan menyebar ke sejumlah negara. Publik mengkritik sikap Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dianggap sembrono dalam menangani wabah. Dalam berbagai pernyataan publik, Terawancenderung meremehkan cepatnya penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Saat pandemi benar-benar melanda Tanah Air, pemerintah kelabakan menanganinya.

Sejumlah kalangan menilai kurangnya ekonom dalam Kabinet Indonesia Maju membuat pemerintah kedodoran dalam menghadapi krisis ekonomi. Kementerian-kementerian yang berkaitan dengan bidang ekonomi bahkan banyak diisi orang-orang yang bukan berlatar belakang ekonom. Jokowi membutuhkan ahli ekonomi mumpuni untuk mengatasi masalah berat yang sedang melanda negeri ini, bukan cuma persoalan ekonomi, tapi juga masalah kesehatan akibat pandemi corona yang berimbas pada terpuruknya perekonomian Indonesia.

Advertising
Advertising

Ibarat menepuk air di dulang tepercik muka sendiri, buruknya kinerja kabinet adalah buah dari pilihan Jokowi sendiri, yang mengangkat menteri tidak berdasarkan kompetensi melainkan pertimbangan akomodasi politik. Jokowi harus menanggung konsekuensi atas pilihannya tersebut. Mengumbar kemarahan tidak ada artinya jika Jokowi tidak membenahi kinerja kabinetnya.

Reshuffle kabinet seharusnya tak sekadar ancaman, melainkan tindakan nyata. Setelah reshuffle, Jokowi harus sanggup mengarahkan para pembantunya untuk merealisasi target yang dia tetapkan. Kini, publik menunggu langkah konkret Presiden untuk memberhentikan menteri dan kepala lembaga yang tidak becus bekerja.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya