Kritik

Penulis

Putu Setia

Sabtu, 20 Juni 2020 07:30 WIB

Putu Setia
@mpujayaprema

Bagi sebagian rakyat, ada dua kewaspadaan yang bersifat nasional yang harus diperhitungkan hari-hari ini. Yang pertama tentu Covid-19, virus yang tak kelihatan wujudnya. Yang kedua, penyampaian kritik. Ini juga tak jelas apa kriterianya sehingga berurusan dengan polisi.

Coba ikuti kisah Ismail Ahmad. Warga Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, ini tak pernah menyangka bakal dipanggil polisi. Gara-ga­ranya dia mengunggah guyonan Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid. “Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng," itu guyonan Gus Dur yang sangat populer dan dikutip Ismail di akun Facebook-nya. Aki­batnya, Ismail dipanggil ke kantor polisi, diperiksa, dan diberkas. Ujungnya dia harus meminta maaf di sebuah konferensi pers setelah mengakui “tak senga­ja” menemukan kutipan Gus Dur itu.

Lalu ini kisah Bintang Emon. Komika muda berwajah polos ini mengunggah video sindiran terhadap tuntutan jaksa yang cuma setahun untuk penyi­ram air keras ke wajah Novel Baswedan. Emon mem­parodikan alasan jaksa memberi tuntutan ren­dah. Penyiram air keras itu “tak sengaja” menjadi­kan wajah Novel sebagai sasaran.

Emon diserang para buzzer. Bahkan kader Partai So­­lidaritas Indonesia, Charlie Wijaya, berniat melaporkan Emon ke Kementerian Komunikasi dan In­formatika. Syukurlah pengaduan tak berlanjut, apa­lagi laporan ke kantor polisi. Bahkan Charlie meminta maaf setelah Ketua PSI Tsamara menyebut tak mengenal Charlie. Toh, Emon harus direpotkan dengan berbagai serangan, antara lain menggunakan narkoba.

Advertising
Advertising

Kenapa polisi merasa tersindir? Pangkal masalah­nya memang berkaitan dengan polisi. Novel Baswe­dan, penyidik senior KPK itu, adalah mantan polisi. Kedua penyiram air keras, kalau benar mereka, ang­gota kepolisian aktif. Pembela tersangka juga polisi. Dan polisi bertahun-tahun direpotkan oleh kasus ini yang berujung tuntutan setahun dari jaksa.

Padahal pernah ada kasus penyiraman air keras di Mojokerto dengan korban pemandu lagu. Pelaku dihukum 12 tahun penjara. Itu jadi pembanding kenapa kasus Novel rada aneh. Tapi kenapa Ismail dan Emon yang jadi sasaran? Banyak orang, termasuk pakar pidana, yang mengkritik tajam tuntutan jaksa itu. Bahkan, dalam kasus Ismail, banyak yang mengutip guyonan Gus Dur. Putri-putri Gus Dur sampai heran: “Kalau saya mengunggah itu, diperik­sa pula enggak ya?”

Kritik di hari-hari ini serba tak jelas, sejauh mana pantas dilaporkan ke polisi. Dan siapa pula yang pantas melaporkannya. Farid Gaban, wartawan senior, mengkritik Menteri Koperasi Teten Masduki yang mengadakan kerja sama dengan toko ­online Blibli. “Rakyat bantu rakyat; penguasa bantu peng­usaha. Gimana nih Kang Teten Masduki? How long can you go?” Farid menulis di akun Twitter-nya. Lalu politikus Partai Solidaritas Indonesia, Mu­­an­nas Alaidid, melaporkan Farid ke Polda Metro Jaya. Farid dianggap menghina Menteri Koperasi, sementara Teten sendiri diam saja.

Adian Napitupulu mengkritik keras kebijakan Menteri BUMN. Sempat muncul isu Menteri Erick Thohir melaporkan Adian Napitupulu. Ternyata ini hoaks yang langsung dibantah Kepala Bagian Hu­­mas dan Protokol Kementerian BUMN. Apa yang benar? Adian, kader PDI Perjuangan itu, cuma dipang­gil Presiden Jokowi.

Mewaspadai “virus kritik” ini jadi sulit. Ter­gantung siapa yang mengkritik dan ke mana sasar­an kritik. Seberapa lama “pandemi kritik” ini? Entah. Mungkin perlu cuci tangan setelah menulis di media sosial. Lalu jaga jarak. Bukan saja jaga jarak dengan media sosial, tapi juga dengan pengua­sa.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya