Paris, Jazz dan Sekelompok Pemimpi

Minggu, 7 Juni 2020 22:57 WIB

Andre Holland dan Amandla Stenberg dalam The Eddy (2020)

Kali ini, Paris adalah segala yang diutarakan Malcom McLaren: “Jazz is Paris and Paris is jazz”. Tak ada Menara Eiffel, tak ada turis yang berkerumun di Louvre apalagi Champ Elysees. Dengan gaya dokumenter, kamera Eric Gautier bergerak menyorot sebuah pub jazz di 13th arrondissement,Paris milik seorang musisi jazz legendaris Elliot Udo (André Holland) dan Farid (Tahar Rahim). Pada episode pertama, kita diperkenalkan pada sosok Elliot, bukan saja sebagai pimpinan band jazz yang idealis –sangat menekankan kemurnian bunyi— tetapi sebuah sosok yang didera berbagai persoalan. Bukan saja dia sudah lama tak bermain instrumen musik apapun di depan publik karena didera sebuah tragedi, tapi selalu saja menekankan kemurnian jazz sembari tetap mencipta komposisi . Sambil memimpin band dan sesekali mengurus pub, Elliot menyembunyikan masalah pribadi yang menyangkut anak gadisnya; perceraian dengan isterinya hingga persoalan keuangan yang menggerogot kelangsungan hidup mereka. Itu semua terus menerus mencabik-cabik perhatiannya terutama setelah terjadinya kematian di dalam pub sehingga mereka semua diperiksa polisi.
Bagi yang sudah menyaksikan trailer mini seri yang terdiri dari delapan episode ini, apalagi dengan nama sutradara “La la Land” sebagai salah satu sutradara dari seluruh tim, maka yang terbayang adalah sebuah cerita yang menyenangkan dengan musik jazz, asap rokok, Paris dan anggur yang berlimpah. Tetapi tidak. Protagonis serial ini, Elliot Gudo, sejak awal adalah seorang lelaki penuh tragedi. Kehilangan besar dalam hidupnya membuat dia membuat pelbagai keputusan kacau dalam hidupnya, termasuk bagaimana dia menangani puteri remajanya Julie (Amandla Stenberg) yang lebih suka menyerahkan kekacauan hidupnya pada seks, narkoba dan mengacaukan segala yang perlahan dibangun bapaknya dan kelompok band yang berada di tubir perpecahan.

Setiap episode diberi sub judul dengan nama-nama tokoh dalam serial ini, misalnya “Elliot”, “Julie”, “Maya” dan seterusnya. Setiap episode akan memfokuskan pada nama-nama tokoh tersebut sekaligus mendorong plot utama: bagaimana mempertahankan kehidupan musik (sekaligus keluarga dan cinta); bagaimana mereka keluar dari lilitan utang; teror para preman dan sekaligus meniupkan ruh pada jazz yang mereka cintai itu. Semua digambarkan dengan gaya Cinéma Vérité, sebuah realita dalam realita tanpa kosmestik dan kekenesan Paris. Ini adalah orang-orang Paris yang berbeda, migran kulit putih bercampur baur dengan kulit berwarna. Bahasa Prancis bercampur bahasa Inggris dan bahasa Arab. Semua perbedaan itu tak ada arti karena yang menyatukan mereka adalah musik jazz dan cinta

Dari sisi ide dan sinematografi, serial ini adalah karya yang serius dan magnetik. Siapa yang tak akan tersedot dengan kisah dengan setting Paris, jazz dan cinta? Tetapi problem terbesar dari serial ini justru karakter tokoh-tokohnya, terutama Julie dan Elliot. Tentu saja kita paham Elliot ,sang komponis legendaris itu –seperti para maestro umumnya –adalah seorang lelaki ambisius yang sangat memikirkan dirinya sendiri. Kita juga mengenalnya sebagai seorang bapak yang mengalami tragedi keluarga yang mendalam, yang sukar disembuhkan oleh apapun. Tetapi perlakuan jalan cerita dan bangunan karakter Elliot tak kunjung membuat kita bersimpati, apalagi menyayanginya.

Tokoh Julie lebih menjengkelkan lagi. Dia digambarkan sebagai remaja perempuan tak terkendali. Bahwa dia anak yang terluka karena merasa ditolak ibunya dan tak diperhatikan ayahnya, lantas lari kesana kemari mencari seks dan narkoba, adalah sebuah jalan keluar yang klise. Tapi persoalannya bukan jalan keluar klise itu, melainkan karena tokoh Julie tak sedikitpun menampilkan sesuatu yang menarik. Sulit untuk bersimpati pada Julie karena pada akhirnya sepanjang delapan episode dia lebih tampak seperti anak orang kaya yang manja dan bodoh.

Kelemahan dan cacat dalam karakter adalah sesuatu yang manusiawi, tetapi karakterisasi Julie sedemikian menyebalkan sehingga sangat sulit untuk meneruskan tontonan seandainya tak ada tokoh-tokoh lain yang memberikan janji jalan cerita yang lebih menarik. Hal lain adalah, untuk apa memperkenalkan Julie dan alat musik klarinet pada episode awal jika pada akhirnya taka da lanjutan nasib klarinet dan bakat musiknya itu? Julie satu-satunya tokoh yang tak berkembang dan tak diperlakukan dengan serius oleh para pencipta cerita.

Musik dalam serial ini adalah salah satu yang diaransemen dengan serius dan menjadi daya tarik utama. Memang serial ini ternyata bukan sebuah karya musical fantasy seperti halnya “La La Land” atau bahkan drama musik seperti “Whiplash” (keduanya adalah karya Damien Chazelle sebelumnya yang membuat namanya melejit), namun membuat cerita yang realis tak berarti harus menyajikan problem demi problem yang tak kunjung selesai. Para tokoh dan penonton membutuhkan jeda, waktu bernapas dan sedikit keriaan.

Dan keriaan itulah yang tak kunjung muncul kecuali ketika pada menit-menit terakhir serial ini.

THE EDDY
Sutradara: Damien Chazelle, Houda Benyamina, Laila Marrakhchi, Alan Poul,
Skenario: Jack Thorne, Rachel Del-Lahay, Rebecca Lenkiewicz, Hamid Hlioua
Musik: Glen Ballard
Pemain: André Holland, Amandla Stenberg, Joanna Kulig, Tahar Rahim, Leïla Bekhti, Randy Kerber

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya