Sukarno, antara Politik dan Seni

Jumat, 5 Juni 2020 07:30 WIB

Seno Gumira Ajidarma
PanaJournal.com

Sudjojono, Nasjah Djamin, dan Nashar adalah para pelukis yang pandai sekali menulis. Begitu juga Dullah. Keberuntungan Dullah, antara 1950 dan 1960, ia berstatus “pelukis Istana” yang selalu berada di dekat Sukarno sehingga dapat menulis catatan tentang Sukarno yang bergaya surat kepada Bibi Fatimah, istrinya. Surat-surat ini dimuat harian Merdeka edisi Minggu, dari 14 Maret 1982 sampai 22 Mei 1983, dan terputus sebelum tamat.

Terkumpul dalam buku Bung Karno: Pemimpin, Presiden, Seniman (2019), tampak Dullah membatasi sudut pandangnya untuk tidak berbicara apa pun tentang politik. Namun apakah dengan begitu lantas tidak ada wacana politik sama sekali dalam buku ini? Seperti pembuktian terbalik, hal itu bisa diperiksa ketika politik tidak ada, justru saat berpeluang mengungkapnya.

“Dullah, andaikata aku ini tidak terjun dalam politik, kalau tidak jadi dalang, ya, jadi pelukis,” kata Sukarno, yang memang pandai mendalang dan melukis (Susanto, 2009: 68). Sukarno juga membuat empat karikatur alias political cartoon, dengan nama Soemini, di harian Fikiran Ra’jat yang didirikannya setelah dibebaskan dari penjara Sukamiskin pada Mei 1932. Dalam menjalani pembuangan di Ende (1934-1938) maupun Bengkulu (1938-1942), tertulis 12 naskah drama yang kemudian dipentaskan dengan sutradara dan pemimpin produksi Sukarno sendiri.

Dalang, sutradara, pemimpin produksi, tidakkah ini kemampuan yang paralel dengan kelayakan politikus dalam posisi memimpin? Bagaimana dengan seni rupa? “Dullah, kalau Affandi dengan tangannya begitu rupa meremas dan mengolah tanah liat menjadi karya patung bermutu, itu tidak bedanya dengan aku mengolah rakyat.” (Susanto, 2009: 56). Diucapkan dengan sadar, kiranya sahihlah ditafsirkan sudut pandang Sukarno: berpolitik itu seperti berkesenian, dengan rakyat sebagai bahan mentahnya.

Advertising
Advertising

Adapun perbedaannya, tentu, bahwa rakyat, kumpulan bermacam manusia itu, tidaklah begitu mentah seperti tanah liat bagi patung. Bukan hanya berjiwa, tapi juga berpikir, sampai tahap kritis, dan berkemungkinan melawan dengan sedikit maupun banyak siasat. Kiranya di sanalah Sukarno diuji kemampuannya sebagai “seniman politik”, dan sejarah telah mencatat apa yang terjadi selama empat dekade pergulatannya dalam dunia politik. Dalam konteks buku Dullah ini, politik macam apa yang berlangsung selama 1950-1960?

Dullah menulis bahwa dirinya harus selalu siap dipanggil Sukarno, begitu rupa sampai ketika istirahat siang di tempat tidur pun tetap mengenakan sepatu. Sukarno selalu butuh ngobrol, terutama tentang seni, seperti kompensasi bagi apa pun yang berlangsung dalam dunia politik. Jika apa yang berlangsung selama 1950-1960 sebagai masa kesaksian Dullah ditengok, kronologi 1950-1959 (Demokrasi Liberal), dan 1959-1966 (Demokrasi Terpimpin), menjelaskan potongan masa tempat Dullah berada di pusarannya: setahun setelah Sukarno “memimpin demokrasi” di tangannya sendiri saja, Dullah tak lagi di Istana.

Disiplinnya untuk hanya berbicara tentang Sukarno dan seni justru menegaskan betapa pengetahuannya atas Sukarno bukanlah sisi kesenimanannya saja. Setidaknya dua kali Dullah mencatat, sebagai kolektor lukisan yang produktif dan bukan hanya konsumtif, Sukarno suka memilih sebuah lukisan untuk dicermatinya selama berjam-jam: “Kau tahu Dullah, di larut malam yang sunyi itu, apabila aku sendirian sedang merenungi sebuah lukisan, bukannya jarang di waktu itu timbul ide-ide penting yang berguna bagi negara.” (Susanto, 2009: 94).

Namun, dengan caranya sendiri, Sukarno tentu juga belajar dari Dullah, ketika dimintanya mengulang kisah-kisah tertentu dari Babad Tanah Jawi (1836) seperti berikut: Sunan Prawoto sedang berada di Pesanggrahan ketika seekor kerbau mengamuk dan tidak bisa diatasi. Baru hari berikutnya Joko Tingkir yang terusir dari Istana, dan tampak di antara kerumunan, dipanggil Raja Demak keempat itu. Joko Tingkir diberi janji, jika mampu membunuh kerbau itu, kedudukannya sebagai kepala prajurit Keraton Demak dikembalikan-dan Joko Tingkir berhasil.

Apa yang sebenarnya terjadi? Joko Tingkir diusir karena dengan arogan membunuh Dadungawuk, seorang pelamar untuk jadi prajurit yang kebal tapi ia ketahui kelemahannya. Mengetahui acara Sunan ke Pesanggrahan, adalah Joko Tingkir yang memasukkan tanah ke mulut kerbau itu sehingga amukannya tak teratasi. Dullah sendiri mengatakan kiasan yang tidak terkupas membuat maksud pujangga menjadi kabur. Betapa pun kiranya Sukarno terlalu cerdas untuk tak dapat membaca terdapatnya taktik bagi politik yang cukup licik.

Penyuntingnya, Mikke Susanto, menyebut isu desukarnoisasi pada dekade 1980-an sebagai “kemungkinan belum terbukti”, yang membuat surat-surat Dullah ini berhenti pemuatannya sebelum tamat. Begitulah wacana Sukarno akan selalu diikuti oleh bayang-bayang politik.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya