Salah Arah Kartu Pra-Kerja

Penulis

Kamis, 16 April 2020 07:00 WIB

Ilustrasi kartu prakerja. prakerja.go.id

Pembelokan program Kartu Pra-Kerja menjadi program penanganan pengangguran pada masa wabah merupakan langkah yang salah arah. Program ini dirancang pada masa kampanye Joko Widodo dalam pemilihan presiden tahun lalu, yang ditujukan untuk meningkatkan jumlah sumber daya manusia yang unggul. Sasarannya adalah warga negara berusia minimal 18 tahun yang sedang mencari kerja, pekerja sektor informal, serta pelaku usaha mikro dan kecil. Karena itu, bentuknya berupa pelatihan untuk keterampilan tertentu dan menjadi wirausahawan.

Keadaan sekarang jauh berbeda. Wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memaksa banyak perusahaan memecat karyawannya. Kementerian Tenaga Kerja mencatat, hingga Senin lalu, jumlah total pekerja di sektor formal dan nonformal yang dikenai pemutusan hubungan kerja dan dirumahkan mencapai 2,8 juta orang. Jumlah ini diperkirakan terus meningkat selama wabah belum teratasi. Bila pun wabah berakhir, perekonomian tak akan segera pulih.

Penganggur itu bukan pencari kerja baru, melainkan pekerja terlatih yang dipecat karena perusahaan sudah tak mungkin berjalan saat ini. Bukan latihan keterampilan yang mereka butuhkan, melainkan lowongan kerja baru yang sesuai dengan keahlian mereka. Jadi, cara mengatasi pengangguran adalah memulihkan perekonomian, sehingga perusahaan dapat berjalan dan mereka bisa kembali bekerja.

Di tengah kondisi seperti sekarang, para penganggur lebih membutuhkan bantuan tunai untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Negara-negara lain yang terkena wabah, seperti Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, dan India, berfokus pada pemberian uang tunai. Malaysia, misalnya, menggelontorkan bantuan tunai langsung sebesar US$ 2,2 miliar atau sekitar Rp 35 triliun untuk keluarga kelas menengah dan bawah selama enam bulan. Pemerintah negeri jiran itu juga mencairkan berbagai dana lain dan beragam subsidi untuk meringankan beban masyarakat, seperti subsidi upah, listrik, dan keringanan pajak.

Pemerintah menganggarkan Rp 20 triliun untuk Kartu Pra-Kerja dengan target 5,6 juta orang. Setiap orang akan mendapat Rp 3,55 juta, yang terdiri atas biaya pelatihan Rp 1 juta, insentif Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan, dan dana survei sebesar Rp 150 ribu. Jadi, uang tunai yang mereka kantongi hanya Rp 2,55 juta.

Advertising
Advertising

Dengan menggunakan skema ini, Rp 5,6 triliun jatuh ke beberapa perusahaan pemberi pelatihan online. Jumlah itu terlalu besar untuk kegiatan pelatihan. Apalagi salah satu perusahaan yang ditunjuk untuk memberi pelatihan adalah milik salah seorang staf khusus presiden. Tentu ini tidak elok dan sudah banyak menuai kritik.

Pemerintah sepatutnya mengubah saja dana untuk Kartu Pra-Kerja ini menjadi uang tunai. Pemerintah juga harus bersiap-siap bila jumlah pendaftar melebihi kuota yang ditargetkan karena, menurut Badan Pusat Statistik, jumlah pengganggur terbuka per Agustus 2019 sudah mencapai 7,05 juta orang. Hingga Senin lalu saja, hampir 3 juta orang sudah mendaftar.

Seharusnya Jokowi mengalihkan sumber dana lain untuk mengatasi pandemi Covid-19, misalnya anggaran infrastruktur yang sebesar Rp 419,2 triliun dan proyek ambisius seperti pemindahan ibu kota. Prioritas utama pemerintah sekarang adalah menyelamatkan warga dari virus yang belum ada obatnya ini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya