Cergas Menjalankan Pembatasan Sosial

Penulis

Kamis, 16 April 2020 07:12 WIB

Polisi memberikan masker kepada pengendara motor saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Depok perbatasan Parung, Kabupaten Bogor, Rabu, 15 April 2020. Polisi menggelar razia di hari pertama penerapan PSBB di Kota Depok guna memutus penyebaran virus Corona. TEMPO/Nurdiansah

TERLEPAS dari plus-minusnya, Presiden Joko Widodo telah memutuskan penanganan wabah virus corona melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pertimbangan ekonomi, sosial, dan wilayah Indonesia yang berpulau-pulau membuat Jokowi tak memilih kebijakan karantina wilayah. Sebelumnya, para epidemiolog dan ekonom menilai karantina wilayah paling efektif dalam mencegah penyebaran wabah.

Karena PSBB sudah menjadi keputusan politik, seharusnya para pembantu Presiden segera melaksanakannya di lapangan. Saat ini, sudah ada pedoman menangani penularan virus. Sesuai dengan aturan, panglima tertinggi PSBB adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto-dokter tentara yang pernah meremehkan keganasan virus corona. Apa boleh buat, keputusan-keputusan penting dalam penanganan wabah kini berada di tangan orang yang pernah tak serius menangani Covid-19.

Sikap ogah-ogahan itu pula yang tampak dalam keputusan Terawan memberikan izin penerapan PSBB bagi DKI Jakarta. Menteri Terawan menarik-ulur restu dengan hal-hal tak perlu, seperti penambahan syarat dan data sebagai alasan legal pembatasan sosial. Padahal syarat dan data tersebut ada di kementeriannya.

Menteri Terawan mesti belajar dari keterlambatan pemerintah mengantisipasi wabah ini, yang membuat kita kini kedodoran mencegah penularan wabah berkembang biak. Pembatasan sosial adalah cara yang minimal bisa ditempuh untuk mengurangi jumlah korban di masa mendatang, asalkan ditangani dengan baik. Pelbagai model dan perhitungan berbasis sains memprediksi lonjakan jumlah korban akan terjadi pada Mei-Juni. Setelah itu, jumlah korban akan cenderung menurun.

Maka, jika Menteri Terawan setengah-setengah dalam menerapkan pembatasan sosial-mengulur-ulur pemberian izin kepada kepala daerah yang mengajukan PSBB-pandemi corona akan berlarut-larut. Dampaknya, ekonomi akan makin anjlok-kekhawatiran yang selalu menghantui pemerintah Jokowi selama ini.

Advertising
Advertising

Jika pemerintah ingin segera ekonomi bangkit, tak ada cara selain sesegera mungkin menekan penyebaran virus. Sejarah telah membuktikan, dari pelbagai pandemi sejak 1918, negara yang segera memberlakukan pembatasan interaksi sosial jauh lebih kuat secara ekonomi karena wabah bisa cepat diakhiri.

Penanganan wabah melalui pencegahan penularan bukan lagi sebuah dilema. Kita tak punya pilihan antara menahan perlambatan ekonomi dan menyelamatkan manusia. Pilihan yang tersedia hanya satu: menekan jumlah korban sekecil mungkin. Pandemi sudah pasti merontokkan sendi-sendiri ekonomi. Karena itu, pertaruhan yang akan dicatat sejarah adalah menyelamatkan nyawa manusia.

Inisiatif-inisiatif beberapa daerah yang menutup wilayahnya sebelum ada keputusan pembatasan sosial secara nasional seharusnya jadi pelajaran. Cara meredam kepanikan dengan mengentengkan wabah terbukti tidak berhasil, bahkan justru menimbulkan kepanikan. Pemerintah yang tak efektif, bahkan absen, membuat masyarakat tak berdisiplin sehingga virus terus menular. Kepercayaan publik kepada negara akan makin merosot.

Dalam keadaan kritis seperti sekarang, kita membutuhkan pemimpin negarawan yang membuat kebijakan terbaik dan efektif untuk kepentingan orang banyak. Pemimpin sejati bukanlah mereka yang menunggangi penyelamatan nasib publik dari wabah penyakit dengan agenda pribadi, termasuk persaingan politik jangka pendek.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya