Main Ancam di Musim Pandemi

Penulis

Selasa, 7 April 2020 07:30 WIB

Kepolisian Republik Indonesia tak selayaknya menyelipkan ancaman bagi penghina presiden dan pejabat pemerintah dalam surat telegram tentang penanganan pandemi Covid-19. Di samping mengancam kebebasan berekspresi, aturan seperti itu mudah menjadi alat kriminalisasi.

Ancaman bagi penghina presiden dan pejabat pemerintah itu termuat dalam satu dari tiga telegram Kepala Polri Jenderal Idham Azis pada Sabtu, 4 April lalu. Salah satu surat memerintahkan aparat kepolisian melakukan patroli cyber untuk memantau perkembangan situasi dan opini selama pandemi. Sasarannya, antara lain, penghinaan kepada presiden dan pejabat pemerintah. Polisi akan menindak secara hukum jika terjadi pelanggaran tersebut.

Ancaman pidana bagi orang yang dianggap menghina presiden dan pejabat pemerintah tak akan menyelesaikan masalah. Dalam situasi krisis seperti sekarang, masyarakat cenderung panik. Masyarakat membutuhkan otoritas kesehatan yang dapat dipercaya sebagai panduan mereka dalam menghadapi wabah.

Ketika pemerintah tak cukup memberikan informasi secara transparan, dapat dipahami jika masyarakat kemudian mengkritik pemerintah. Apalagi jika pemerintah memang tidak kompeten menangani pandemi. Bila ada masyarakat yang marah, pemerintah seharusnya menerima hal tersebut sebagai bahan introspeksi.

Presiden Joko Widodo semestinya tak membiarkan kepolisian mengkriminalkan warga yang dituduh menghinanya. Pemimpin yang sudah terpilih secara demokratis tak boleh memberangus hak warganya untuk berekspresi. Beberapa kritik mungkin terdengar kasar, bahkan menjurus ke penghinaan. Tapi itu bukan alasan untuk menjebloskan sang pengkritik ke penjara.

Advertising
Advertising

Polisi harus membuat skala prioritas. Aturan tentang penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah bukan hal yang urgen saat ini. Jangan sampai polisi lebih berfokus mengejar pengkritik pemerintah dan mengabaikan penanganan pandemi yang mengancam jutaan nyawa penduduk Indonesia. Pada saat masyarakat panik, yang dibutuhkan adalah solidaritas sesama warga dan jiwa besar para pemimpinnya. Solidaritas sulit dibangun jika tidak ada saling percaya antara masyarakat dan pemerintah.

Jokowi harus menghentikan langkah polisi yang kelewat batas dalam menangkapi pengkritik pemerintah. Dalam dua pekan terakhir saja, polisi telah menangkap lima orang. Salah seorang di antaranya advokat di Bali yang dituduh menghina Presiden melalui ujaran di media sosial ihwal penanganan pemerintah terhadap pandemi Covid-19. Polisi menjerat mereka dengan pasal pencemaran nama dan ujaran kebencian dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kedua pasal karet tersebut selama ini paling kerap digunakan aparat untuk membungkam kebebasan berpendapat, setelah Mahkamah Konstitusi mencabut pasal-pasal penghinaan terhadap presiden dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada 2016. Dewan Perwakilan Rakyat harus segera merevisi Undang-Undang ITE dan menghilangkan ancaman hukuman penjara pada pasal pencemaran nama dan ujaran kebencian itu. Revisi itu penting untuk memutus rantai kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya