Jangan Bebaskan Napi Korupsi

Penulis

Jumat, 3 April 2020 06:34 WIB

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Februari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Rencana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly membebaskan narapidana kasus korupsi merupakan kebijakan yang gegabah. Korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa, tidak bisa disamakan dengan tindak kriminal biasa. Jika benar-benar dilakukan, pembebasan itu akan menimbulkan preseden buruk bagi pemberantasan korupsi.

Dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu lalu, Yasonna mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Perubahan aturan ini demi melonggarkan syarat pembebasan bagi narapidana kasus kejahatan khusus, seperti korupsi dan narkotik. Sebagian napi jenis kejahatan itu termasuk yang akan dilepas bersama napi kriminal biasa, berkaitan dengan upaya mencegah penyebaran virus corona.

Kebijakan mengurangi jumlah napi dalam penjara yang selama ini kelebihan penghuni tidaklah salah di tengah pandemi Covid-19. Cuma, persoalannya menjadi lain bila napi kasus korupsi dan kasus narkotik termasuk yang mendapat diskon hukuman. Rencana tersebut hanya akan semakin memperlihatkan sikap pemerintah yang tidak serius dalam memberantas narkotik dan korupsi.

Menteri Yasonna berencana melepas narapidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua pertiga masa hukuman. Jumlahnya sekitar 300 orang. Adapun kriteria narapidana kasus narkotik yang akan dibebaskan adalah telah menjalani dua pertiga masa pidana. Jumlah mereka 15.482 orang. Bersama napi kasus kriminal biasa, total napi yang akan diberi diskon hukuman mencapai 35 ribu orang.

Rencana pembebasan ribuan napi kasus narkotik itu sungguh berbahaya. Sebagian dari mereka ada kemungkinan akan semakin leluasa beraktivitas lagi dalam bisnis barang terlarang itu. Selama ini pun, peredaran narkotik banyak dikendalikan oleh napi di penjara.

Advertising
Advertising

Begitu pula pemberian pemotongan hukuman bagi napi kasus korupsi. Langkah ini merupakan kemunduran dalam memerangi korupsi. Efek jera bagi koruptor akan semakin berkurang. Padahal kejahatan ini masih merajalela di negara kita. Indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2019 versi Transparency International Indonesia, misalnya, masih kecil, yakni 40, hanya naik dua poin dibanding pada 2018. Indonesia berada di urutan ke-85 dari 180 negara.

Pembebasan koruptor juga akan semakin memperburuk citra pemerintah dalam urusan pemberantasan korupsi. Sebelumnya, pemerintah Joko Widodo telah memandulkan Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK kini tidak lagi punya taring setelah pemerintah bersama DPR merivisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Mencegah penularan virus corona di lembaga pemasyarakatan sungguh penting. Hanya, memanfaatkan momentum pandemi untuk memberikan "hadiah" bagi napi kasus narkotik dan korupsi sungguh sembrono. Rencana ini hanya akan merusak aturan hukum kita yang selama ini memperketat syarat pembebasan napi kasus kejahatan khusus.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

15 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

24 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

45 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

53 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

57 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya