Ini Belum Puncaknya Bertindaklah

Penulis

Kamis, 19 Maret 2020 07:00 WIB

Petugas keamanan berjaga di pintu gerbang kawasan Monas, Jakarta, Sabtu 14 Maret 2020. Dampak kasus dari penyebaran COVID-19, Pemprov DKI Jakarta menutup sejumlah destinasi wisata dan hiburan masyarakat selama 2 pekan ke depan diantaranya Monas, Wisata Kota Tua dan Ancol. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Sulit rasanya berharap pemerintah mampu dengan cepat mengatasi penyebaran Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 jika tak ada terobosan yang berarti. Sejak awal, pemerintah terkesan menyepelekan penyebaran virus yang bermula di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, pada Desember 2019 itu. Ketika virus itu sudah menyebar dengan cepat dan kepanikan terjadi, termasuk juga di fasilitas pelayanan kesehatan, barulah pemerintah bergerak dengan tergagap-gagap.

Hasil rapat para pakar kesehatan dan perwakilan Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 pada Senin, 16 Maret lalu, menunjukkan bahwa rumah sakit dan fasilitas penting, seperti alat bantu pernapasan, tak cukup untuk menangani pasien yang terpapar virus corona. Diperkirakan jumlah kasus corona akan menembus angka 8.000 pada akhir April mendatang. Hingga Rabu, 18 Maret 2020, tercatat 227 kasus positif, 19 orang meninggal, dan 11 orang sembuh.

Pemerintah harus lebih transparan soal jumlah korban dan sebarannya. Selama ini terjadi kesimpangsiuran data korban dan jumlah penderita Covid-19 antara pemerintah pusat dan daerah. Tanpa menyebutkan identitas korban, pemerintah harus mengumumkan lokasi episentrum penularan agar masyarakat bisa menjauhi tempat tersebut. Sikap defensif dan tak transparan justru meruntuhkan kepercayaan publik.

Pemerintah pusat juga harus segera membuka akses dan membantu sebanyak mungkin laboratorium kesehatan di daerah untuk mendeteksi virus. Pemusatan pendeteksian di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan membuat pelacakan terhadap mereka yang berkontak dengan pasien positif corona terlambat dilakukan. Akibatnya, potensi penularan menjadi sulit dibendung.

Pemerintah perlu menyiapkan lebih banyak rumah sakit untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pasien Covid-19. Pemerintah tak perlu malu meminta bantuan negara lain yang sudah berpengalaman dalam menangani virus corona. Jangan lagi jemawa dan merasa bisa karena kita terbukti tidak siap pada awalnya. Kalau sekarang masih tidak siap, penyebaran virus bakal meningkat berkali lipat. Dampaknya bukan hanya kesehatan publik, tapi juga kehidupan sosial dan ambruknya perekonomian. Pemerintah harus menyiapkan dengan segera jaring pengaman untuk mengantisipasi risiko ledakan penderita Covid-19.

Advertising
Advertising

Di tengah meningkatnya ketidakpercayaan terhadap pemerintah dalam menangani penyebaran corona, masyarakat juga perlu menaikkan kesadaran soal menjaga jarak atau social distancing. Penularan melalui cairan tubuh seperti air liur terbukti menjadi penyebab peningkatan dan penyebaran virus ke berbagai penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia pun merekomendasikan agar menjaga jarak satu meter dengan orang lain untuk mengurangi potensi penularan.

Pengelola tempat publik, termasuk juga rumah ibadah, perlu membuat pengaturan khusus untuk mencegah virus kian menyebar cepat dan memakan korban. Segala aktivitas yang mengumpulkan orang dalam jumlah banyak lebih baik ditunda. Semua pihak harus lebih rasional dan tidak meremehkan virus yang sudah merenggut lebih dari 7.500 nyawa di dunia tersebut. Tak perlu lagi perdebatan soal social distancing ini dibawa ke ranah politik atau gerakan anti-agama tertentu. Saat ini, lebih baik kita bersama-sama menggerakkan solidaritas untuk mencegah korban lebih banyak.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya