Wakil Presiden Ma’ruf Amin sudah saatnya berhenti membuat pernyataan di depan publik yang bisa memantik kontroversi. Ma’ruf seharusnya mengedepankan sikap sebagai seorang negarawan yang memiliki pandangan strategis dan jitu. Bukan sebaliknya, melempar opini tanpa basis argumentasi yang kuat.
Baru-baru ini Ma’ruf membuat publik kaget setelah menyatakan bakal memberlakukan sertifikasi bebas virus corona (Covid-19) bagi warga negara asing ataupun warga negara Indonesia yang tiba dari luar negeri. Dalihnya, sertifikat ini menjadi bagian dari pencegahan penyebaran virus tersebut. Melengkapi pengawasan yang telah dilakukan di pintu-pintu masuk jalur udara, laut, ataupun darat.
Pernyataan ini menuai reaksi negatif, termasuk dari Kementerian Kesehatan dan beberapa rumah sakit, yang menilai sertifikat tersebut bakal memperumit keadaan di tengah kepanikan publik yang belum mereda. Sebelumnya, pernyataan Ma’ruf mengenai doa kunut yang membuat Indonesia terbebas dari corona juga dicela. Terlebih setelah ada warga yang tertular virus tersebut. Alih-alih menunjukkan kemuliaan doa, pernyataan mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia itu malah dianggap sebagai lelucon belaka.
Bukan cuma soal corona, Ma’ruf juga bermain-main dengan isu panas: toleransi antar-umat beragama dan hubungan antar-negara. Menyikapi konflik antara umat Hindu dan muslim di India, Ma’ruf meminta pemerintah negara itu mencontoh Indonesia yang mengedepankan toleransi di antara pemeluk agama.
Pernyataan ini jelas tidak sensitif dan rawan menyinggung negara lain. Terlebih lagi karena Ma’ruf menafikan fakta bahwa toleransi antar-umat beragama di Indonesia kini berada di titik nadir. Terbukti dengan maraknya aksi kekerasan dan persekusi, pembongkaran rumah ibadah, hingga pelarangan beribadah oleh satu golongan terhadap umat agama lain. Karena pernyataan Ma’ruf itu, Indonesia boleh jadi dicibir dan disebut munafik oleh negara lain.
Berbagai kontroversi ini muncul tatkala pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin didera krisis kepercayaan publik. Terutama setelah pemerintah menyusun dan menerbitkan berbagai regulasi kontroversial, antara lain revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga, hingga omnibus law Cipta Kerja. Karena itu, tak berlebihan jika ada yang menduga sejumlah pernyataan Ma’ruf sengaja dimunculkan untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari isu-isu penting tersebut.
Sebagai orang nomor dua di negara ini, tak sepatutnya Ma’ruf sembarangan bertutur kata. Jangan sampai publik kemudian menilai dia rendah hanya karena pernyataan-pernyataannya yang tak berguna. Sebagai kiai atau guru umat, Ma’ruf seharusnya tampil dengan pernyataan yang cerdas, menyejukkan, dan mencerahkan, bukan cakap angin yang membuat gaduh. Publik menanti kebijakan prima yang lahir dari pemikirannya, sebagai pemimpin yang terpilih melalui sebuah proses demokratis.