Pilkada Langsung dan Iklim Usaha

Rabu, 4 Maret 2020 07:30 WIB

Pilkada Langsung dan Iklim Usaha

Edbert Gani Suryahudaya
Peneliti pada Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS

Pemerintah dan partai politik menunjukkan sinyal bahwa mereka ingin mengembalikan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung menjadi tidak langsung untuk sejumlah daerah dengan indikator tertentu. Mereka menyebutnya sebagai pemilihan kepala daerah asimetris. Sayangnya, alasan yang dikeluarkan hanya sebatas biaya yang tinggi tanpa menyentuh pelayanan publik sebagai hilir dari sebuah sistem politik.

Pendukung pilkada asimetris berargumentasi bahwa praktik ini sesungguhnya telah berjalan di Indonesia. Jakarta dan Yogyakarta dijadikan contoh daerah yang telah melaksanakannya. Sayangnya, alasan ini bermasalah. Jakarta adalah kota yang memiliki kekhususan di bawah aturan perundangan karena menjadi ibu kota negara. Wali kota di Jakarta hanya bersifat administratif dan tidak memiliki otonomi layaknya daerah lain. Karena itulah pemilihannya dilakukan melalui penunjukan langsung oleh Gubernur DKI. Begitu juga Yogyakarta, yang memiliki kekhususan sebagai wilayah kesultanan.

Menjadikan Jakarta atau Yogyakarta sebagai indikator tidaklah tepat. Kekhususan ini tidak bisa diterapkan di daerah-daerah lain. Apabila dipaksakan, ia akan menghasilkan dampak politik besar karena daerah-daerah lain akan menuntut kekhususan mereka sendiri. Masalah ini bisa mengguncang stabilitas nasional dan rawan konflik antar-daerahhal yang justru ingin dihindari sejak awal.

Penentuan bahwa sebuah daerah lebih layak untuk menyelenggarakan pilkada langsung dibanding yang lain juga memiliki argumentasi yang lemah. Tingkat ekonomi yang tinggi di satu daerah tidak bisa mewakili kelebihan masyarakatnya dalam memilih pemimpin.

Advertising
Advertising

Di balik alasan-alasan itu, tampaknya alasan ekonomi-politik lebih berperan. Selama ini pemerintah pusat cukup kesulitan karena tidak selarasnya regulasi pusat dan daerah, terutama yang menyangkut dunia usaha. Hal ini diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2017 yang mencabut kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan peraturan daerah.

Masalahnya, tidak ada jaminan bahwa pilkada tidak langsung bisa menciptakan iklim usaha yang lebih baik. Mengubah pilkada menjadi tidak langsung akan mentransfer jual-beli kebijakan daerah menjadi milik partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah saja. Pilkada tidak langsung akan menghilangkan keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif yang dimungkinkan oleh sistem yang ada sekarang. Poin terpenting ada pada konteks penganggaran daerah.

Perlu dicermati pula bahwa tiap partai pun sering kali tidak memiliki kesamaan pandangan di level daerah dan nasional. Koalisi partai di level nasional sering tidak termanifestasi di daerah.

Kuncinya ada pada konsistensi dalam sistem demokratis dan keseriusan dalam penegakan hukum. Sistem politik demokratis, apabila diadaptasi secara substansial dan mengakar di masyarakat, akan menjamin kredibilitas kebijakan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sistem yang sentralistis dan terlebih lagi despotis. Ini terjadi karena adanya kepastian dalam transisi kekuasaan yang reguler serta perlindungan terhadap hak kepemilikan dalam sistem demokrasi. Pengambilan keputusan dalam sistem yang demokratis memang memakan waktu, tapi hasilnya akan lebih tahan lama. Kontrol dari masyarakat dan peradilan yang bisa dipercaya oleh publik adalah aspek yang diperlukan untuk mencapai hal tersebut.

Hal yang lebih mendesak untuk dievaluasi bukanlah sistem pemilihan di daerah, melainkan bagaimana pemerintah yang terbentuk dapat memenuhi pelayanan publik secara maksimal. Contohnya, salah satu tantangan selama ini ada pada keberlanjutan pembangunan di tiap daerah dengan kepala daerah yang silih berganti.

Dalam sebuah studi mendalam yang CSIS lakukan di beberapa kota dan kabupaten ditemukan bahwa keberlanjutan sebuah program kebijakan banyak ditunjang oleh stabilitas politik. Partai politik memiliki peran besar dalam merekrut kepala daerah dan mengawal keselarasan pembangunan yang dilakukan kader mereka. Setiap pemimpin yang baru terpilih selalu terpancing untuk membuat program baru dan menghilangkan program pemimpin sebelumnya untuk menciptakan peninggalan politiknya sendiri.

Salah satu akibatnya, rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), yang didasari oleh visi-misi kepala daerah, kerap tidak sesuai dengan desain tata ruang kota yang sudah ada sebelum ia memimpin. Hubungan antara perencanaan spasial dan perencanaan pembangunan sering menjadi tidak selaras. Satu solusi yang mungkin bisa didiskusikan ialah pembentukan semacam dewan kota atau kabupaten yang mengawasi kesinambungan pembangunan dalam jangka panjang, terutama untuk memenuhi target pembangunan yang berkelanjutan.

Terlepas dari banyaknya kekurangan, pilkada langsung telah menjadi sarana lahirnya pemimpin-pemimpin inovatif di daerah, bahkan nasional. Contoh nyatanya adalah Jokowi, presiden berlatar belakang sipil pertama yang memulai karier politiknya sebagai kepala daerah. Semua itu dimungkinkan karena adanya pilkada sebagai ajang bertarungnya gagasan dan rekam jejak. Kemajuan ini jangan sampai diruntuhkan hanya untuk kepentingan pragmatis jangka pendek.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya