Skenario Alternatif untuk Bekas ISIS

Penulis

Fahrul Muzaqqi

Selasa, 18 Februari 2020 07:30 WIB

Skenario Alternatif untuk Bekas ISIS

Fahrul Muzaqqi
Dosen FISIP Universitas Airlangga, Surabaya

Masalah pemulangan (repatriasi) warga negara Indonesia bekas anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tidak hanya dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Komunitas internasional kini sedang berada dalam posisi sulit untuk memutuskan itu. Mereka tidak hanya berasal dari Timur Tengah, tapi juga Afrika Utara, Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengatakan ada sekitar 660 WNI bekas ISIS yang tersebar di kamp-kamp pengungsian di Afganistan, Suriah, dan Turki.

Menurut laporan PBS pada April 2019, terdapat 12 ribu perempuan dan anak-anak dari luar Suriah dan Irak yang saat itu sedang berada di kamp pengungsian Suriah serta seribu kombatan berada di penjara setempat. Namun belum diketahui pasti berapa jumlah WNI perempuan dan anak-anak yang menjadi bagian dari ISIS tersebut.

Fenomena terorisme sebenarnya tidak lagi memadai bila dipandang semata sebagai fenomena negara-negara, tapi itu adalah fenomena global yang memerlukan penanganan yang juga global. Di sisi lain, beragamnya karakteristik kondisi WNI bekas ISIS membutuhkan pula pendekatan yang beragam dan komprehensif. Pemerintah Indonesia tidak cukup hanya mempertimbangkan dimensi untung-rugi (rational choice), tapi juga dimensi moral.

Cara pandang penanganan bekas ISIS yang berpusat pada negara masing-masing berimplikasi pada perdebatan yang lebih berkutat pada status kewarganegaraan mereka. Memang, menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, terdapat sembilan poin yang menjelaskan kondisi seseorang yang dapat kehilangan kewarganegaraan. Salah satu kondisi itu adalah "secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut" dan "masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden". Namun apakah ISIS sudah memadai bila dianggap sebagai suatu negara, setidaknya oleh hukum nasional?

Advertising
Advertising

Ini menjadi problematis manakala dasar pasal tersebut digunakan untuk membenarkan status kewarganegaraan kombatan WNI, khususnya perempuan dan anak-anak, meskipun tak dapat dimungkiri bahwa mereka sedari awal dengan kesadaran sendiri berangkat ke Suriah untuk menjadi bagian dari ISIS. Secara psikologis, loyalitas mereka terhadap negara Indonesia merosot. Namun apakah dengan demikian mereka otomatis kehilangan kewarganegaraan (stateless)?

Di lain pihak, langkah-langkah yang ditempuh negara-negara lain, seperti Inggris, Belgia, Prancis, dan Amerika Serikat, mengindikasikan untuk menghindari opsi pemulangan bekas ISIS. Walaupun pada awalnya terdapat wacana pemulangan mereka berikut program-program deradikalisasi yang telah dipersiapkan oleh pemerintah, pada akhirnya wacana itu menguap karena alasan populis.

Sementara itu, negara-negara yang menanggung pengungsi bekas ISIS itu, yakni Suriah dan Irak, mengusulkan pengadilan internasional untuk menangani kasus tersebut. Hal ini kiranya dapat menjadi salah satu opsi. Asumsi logisnya, terorisme global seharusnya juga ditangani secara global, bukan secara sendiri-sendiri oleh negara-negara yang terkena dampak. Komunikasi multilateral dengan melibatkan lembaga-lembaga internasional menjadi penting untuk mengambil sikap dan keputusan secara lebih efektif tanpa harus bertele-tele masuk ke pusaran pro-kontra dipulangkan atau tidak.

Opsi kedua adalah menempuh jalur multilateral dengan melibatkan Irak dan Suriah sebagai negara-negara penanggung. Terlebih, upaya yang mengarah ke pengadilan internasional masih berliku dan belum ada titik terang. Artinya, pemerintah Indonesia kiranya perlu bekerja sama, khususnya dengan pemerintah negara-negara penanggung, dalam menangani proses hukum dan pemenuhan kebutuhan layanan dasar, setidaknya selama persoalan ini dalam masa pembahasan dan kajian pemerintah.

Apabila mereka tidak dipulangkan, penting kiranya untuk mempersiapkan langkah-langkah multilateral untuk merundingkan itu. Ini menyangkut hak dan kewajiban kompensasi, baik dari negara-negara penanggung maupun dari pemerintah RI. Jangan sampai pemerintah menelantarkan WNI bekas ISIS walaupun mereka telah mengecewakan negara. Apalagi bagi anak-anak, yang ikut terseret hanya karena pilihan orang tuanya.

Dua opsi tersebut hendaknya tetap ditempuh oleh pemerintah sembari mempersiapkan opsi ketiga, yakni memulangkan mereka karena alasan yang lebih bersifat belas kasihan. Selain pendekatan konvensional (deradikalisasi pemahaman keagamaan), spesifikasi perlakuan antara laki-laki, perempuan, dan anak-anak, serta pemetaan kondisi perorangan (profiling) tak kalah penting.

Tidak semua bekas ISIS itu berkukuh mempertahankan pendiriannya sebagai bagian dari ISIS. Sebagian mungkin sedang berada dalam kebimbangan. Sebagian lain bahkan mungkin telah menginsafi kesalahan dan berharap negara menerima mereka kembali. Di sinilah kelindan persoalan yang harus disisir oleh negara dengan jeli dan hati-hati.

Maka, di tengah dilema penanganan bekas ISIS itu, tanggung jawab negara terhadap warga negaranya hendaknya dipenuhi dengan seadil-adilnya. Janganlah karena pertimbangan ribet dan kecewa, keputusan yang dihasilkan akan berbuah penyesalan pada kemudian hari. Kita berharap negara mengkaji masalah ini sedalam-dalamnya dan memutuskan dengan sebijak-bijaknya.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya