Masalah Hukum Pemulangan Bekas ISIS

Kamis, 13 Februari 2020 07:30 WIB

Suasana pengungsian di Al-Hawl, Suriah, 23 Mei 2019. TEMPO/Hussein Abri Dongoram

Muhamad Syauqillah
Ketua Program Studi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

Wacana pemulangan warga negara Indonesia bekas anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menjadi perdebatan hangat masyarakat hari-hari ini. Wacana tersebut sebetulnya telah didiskusikan berbagai kalangan selama satu tahun terakhir setelah meninggalnya Abu Bakar Al Baghdadi dan hilangnya wilayah yang dikuasai ISIS sejak Juni 2014.

Sekurang-kurangnya terdapat dua argumen di balik wacana kepulangan WNI eks ISIS ini dan keduanya bertumpu pada dua arus besar, yakni menolak atau memulangkan. Beragam alasan mendasari kedua opsi tersebut, dari kemanusiaan, keamanan dalam negeri, prioritas kebijakan pemerintah, mekanisme repatriasi, rehabilitasi, penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang Terorisme, masalah deradikalisasi, hingga masalah keuangan negara.

Hal yang urgen untuk diketahui sesungguhnya adalah bagaimana identitas 600 WNI tersebut, yang melingkupi data perorangan, identitas pribadi, dan profil secara lengkap, yang juga memuat derajat potensi risiko. Dengan begitu, apa pun kebijakan yang nanti diambil oleh pemerintah, ada kejelasan siapa subyek hukum yang dibatalkan/dihapus kewarganegaraannya berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan atau siapa subyek hukum yang akan dikenai pasal-pasal dalam Undang-Undang Terorisme.

Pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan menyebutkan bahwa WNI yang bergabung dengan dinas tentara asing dan secara sukarela mengangkat sumpah atau berjanji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut akan kehilangan kewarganegaraannya. Apakah ISIS termasuk kategori dinas asing? Hal ini masih diperdebatkan karena Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan ISIS merupakan kelompok teroris, bukan dinas asing. ISIS adalah unlawful combatant. Jika menggunakan Undang-Undang Kewarganegaraan, secara tidak langsung kita mengakui ISIS sebagai suatu negara yang sah atau organisasi kedinasan asing.

Advertising
Advertising

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak memiliki kewarganegaraan. Aturan ini sejajar dengan Undang-Undang Kewarganegaraan yang tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) atau tanpa kewarganegaraan (apatride). Penghilangan kewarganegaraan bisa dilakukan asalkan subyek hukumnya tidak berstatus tanpa kewarganegaraan.

Namun hingga kini belum ada mekanisme yang jelas tentang syarat dan tata cara penghilangan dan pembatalan kewarganegaraan. Jika ingin membatalkan dan menghilangkan kewarganegaraan WNI eks anggota ISIS, pemerintah sebaiknya lebih dulu membuat peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa WNI yang bergabung dengan ISIS secara otomatis hilang kewarganegaraannya.

Masyarakat juga belum mengetahui seberapa besar potensi risiko yang akan dibawa setiap bekas anggota ISIS tersebut. Jika kembali ke Indonesia, mereka secara otomatis akan dikenai pasal-pasal dalam Undang-Undang Terorisme. Bila proses hukum ini dapat dilakukan, tantangan terberatnya adalah pembuktian keterlibatan seseorang dalam organisasi ISIS.

Kekhawatiran bahwa mantan anggota ISIS ini akan menimbulkan masalah pada masa depan cukup beralasan, mengingat adanya kasus bekas anggota ISIS yang sudah mendapat pembinaan oleh pemerintah pun kembali melakukan teror. Contohnya, kasus pengeboman Jolo, Filipina, yang dilakukan oleh pasangan suami-istri Rullie Rian dan Ulfah Andayani serta Agus Priyanto dari jaringan Jamaah Anshar Daulah (JAD) Purwakarta yang tewas saat penangkapan di Jatiluhur.

Program deradikalisasi yang selama ini dilakukan pemerintah pun ternyata masih menyisakan residivisme. Kasus Isnaini Romdhoni, jaringan pelaku bom Surabaya; Ismarwan, pelatihan militer JAD; Juhanda, bom oikumene; dan Sunakim, bom Sarinah Thamrin, adalah sejumlah kasus residivisme tersebut.

Keputusan apa pun yang akan diambil, pemerintah tetap perlu mempertimbangkan asesmen terhadap WNI eks ISIS di kamp pengungsian serta tahanan di Turki, Irak, dan Suriah. Berbekal asesmen tersebutlah pemerintah dapat membuat keputusan final untuk memulangkan atau tidak. Asesmen pun perlu melibatkan kementerian dan lembaga terkait sehingga dalam pelaksanaannya kelak tidak ada pertentangan internal antar-institusi itu.

Jika ingin memulangkan mereka, pemerintah perlu mempersiapkan mekanisme standar yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Perlu juga dilakukan pendekatan paralel antara penegakan hukum dan deradikalisasi.

Selanjutnya, pemerintah harus menyiapkan infrastruktur yang berkaitan dengan lembaga negara yang nantinya bekerja sama dalam penanganan WNI eks ISIS tersebut, mengingat saat ini pemerintah memiliki kelemahan dalam pembinaan mantan teroris sebelumnya.

Hal yang tak kalah penting dalam konteks penolakan atas pemulangan eks ISIS adalah penghapusan kewarganegaraan. Jika argumentasi hukum yang dipakai, pemerintah harus mempersiapkan skenario hukum yang akan dilakukan apabila terdapat gugatan hukum atas keputusan tersebut.

Revisi Undang-Undang Kewarganegaraan perlu didorong, mengingat adanya keterbatasan daya jangkau legislasi saat undang-undang tersebut dibuat pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Keberlakuannya kurang menjangkau realitas sosial yang ada di Indonesia saat ini.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya