Salah Kaprah Terowongan Silaturahmi

Penulis

Rabu, 12 Februari 2020 07:30 WIB

Ilustrasi Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Rencana pembangunan Terowongan Silaturahmi memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah memahami persoalan intoleransi. Proyek terowongan yang akan menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral Jakarta ini hanyalah upaya basa-basi untuk menjaga kerukunan umat beragama.

Proyek itu juga terkesan menghamburkan duit negara, karena biaya revitalisasi Masjid Istiqlal sebesar Rp 475 miliar bisa membengkak. Revitalisasi ini terutama untuk menambah fasilitas parkir bagi jemaah masjid ataupun gereja. Kawasan Istiqlal juga akan ditata agar lebih nyaman dan indah. Pembenahan seperti ini tidak menjadi masalah. Tapi membikin terowongan dengan tujuan untuk meredakan intoleransi dan diskriminasi terhadap kaum minoritas merupakan langkah sia-sia.

Pemerintah harus melakukan pendekatan sosial-keagamaan dan penegakan hukum untuk merawat kerukunan umat beragama. Sikap diskriminatif sebagian pejabat publik juga tak boleh dibiarkan. Pemerintah perlu bertindak nyata lantaran gejala intoleransi semakin meluas. Hasil telaah Setara Institute, misalnya, menunjukkan bahwa konservatisme beragama menguat dalam beberapa dasawarsa terakhir. Sikap kurang menghargai orang yang berbeda keyakinan semakin menonjol.

Kasus penolakan terhadap sebuah gereja di Riau merupakan contoh terbaru. Sebagian masyarakat yang mengatasnamakan kelompok Islam memprotes keberadaan sebuah gereja Katolik di Karimun, Riau. Penolakan terjadi sekalipun gereja itu sudah berdiri sejak 1928, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri. Beberapa waktu yang lalu, terjadi pula perusakan sebuah musala di Minahasa Utara yang dipicu oleh urusan perizinan tempat ibadah.

Lembaga Imparsial mencatat setidaknya 31 kasus intoleransi terjadi sepanjang November 2018-November 2019. Kasus pelarangan ibadah cukup menonjol, terutama di Jakarta dan Jawa Barat. Selama periode pertama pemerintahan Joko Widodo, kasus intoleransi seperti itu sudah sering muncul dan seolah-olah dibiarkan saja berlangsung hingga kini.

Advertising
Advertising

Persoalan yang serius itu tidak bisa diselesaikan hanya dengan membangun simbol seperti Terowongan Silaturahmi. Negara kita sudah memiliki banyak simbol dan jargon yang menyerukan pentingnya sikap toleran. Kita memiliki slogan Bhinneka Tunggal Ika. Negara kita juga berdasarkan Pancasila, yang mengutamakan kerukunan. Konstitusi dan undang-undang pun menjamin kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Masalahnya memang bukan pada falsafah, dasar hukum, ataupun slogan, melainkan sikap dan kebijakan para pejabat sehari-hari.

Itu sebabnya, Terowongan Silaturahmi tidak akan berdampak apa pun terhadap kehidupan umat beragama. Presiden Joko Widodo perlu melakukan langkah yang lebih serius jika ingin membendung intoleransi dan diskriminasi terhadap kaum minoritas. Para pejabat dan penegak hukum semestinya bertindak tegas terhadap siapa pun yang bersikap intoleran. Kerukunan umat beragama hanya bisa dirawat dengan tindakan nyata, bukan dengan simbol atau langkah basa-basi.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 12 Febuari 2020

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya