Stop Kriminalisasi Sadli

Penulis

Senin, 10 Februari 2020 07:30 WIB

Hakim Pengadilan Negeri Pasarwajo, Buton, Sulawesi Tenggara, harus membebaskan Mohammad Sadli Saleh dari jerat pidana. Wartawan Liputanpersada.com itu tidak sepantasnya didakwa mencemarkan nama dan menebar kebencian gara-gara menulis editorial yang mengkritik pemerintah setempat.

Sadli ditahan dan menjalani persidangan setelah menulis editorial tentang proyek penataan Simpang Lima Labungkari di Buton Tengah. Dalam tulisan berjudul "Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat" itu, Sadli menulis dugaan penggelembungan anggaran proyek pembangunan persimpangan jalan Labungkari dari Rp 4 miliar menjadi Rp 6,8 miliar, yang tidak transparan dan tanpa perencanaan matang. Persimpangan jalan yang seharusnya terdiri atas lima ruas itu, menurut Sadli, dibangun empat ruas alias simpang empat.

Menanggapi tulisan yang juga tersebar di media sosial tersebut, Bupati Buton Tengah Samahudin mengadukan Sadli ke kepolisian. Polisi lantas menahan Sadli dan menjeratnya dengan sejumlah pasal pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yakni pasal pencemaran nama serta penyebaran informasi untuk menimbulkan kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Kasus Sadli kemudian maju ke persidangan. Jaksa memakai pasal-pasal yang sama dalam dakwaan primer-sekundernya.

Bupati Buton Tengah seharusnya menerima kritik Sadli dengan sikap terbuka, bukan dengan pengaduan pidana. Sebagai pejabat publik, bupati wajib menyikapi kritik dari publik, termasuk media massa, sebagai masukan yang konstruktif. Pelaporan Sadli ke kepolisian mencerminkan sikap penguasa yang represif, bukan pamong praja yang akomodatif terhadap aspirasi publik.

Sejak awal, penegak hukum pun sudah salah langkah. Penyidik kepolisian seharusnya mengarahkan Bupati Buton Tengah yang berkeberatan atas tulisan Sadli untuk memakai hak jawab, hak koreksi, atau mengadu ke Dewan Pers, seperti tercantum dalam nota kesepahaman (MoU) antara Kepolisian RI dan Dewan Pers pada 2017. Terlebih lagi, Dewan Pers sudah menyatakan tulisan Sadli adalah karya jurnalistik dalam bentuk opini. Artinya, penyelesaian masalah ini seharusnya merujuk pada mekanisme dalam Undang-Undang Pers, bukan Undang-Undang ITE.

Advertising
Advertising

Kasus Sadli menambah panjang daftar kriminalisasi terhadap jurnalis, yang menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencapai lima kasus pada Januari-Desember 2019. Karena kriminalisasi terus berulang, sulit dipercaya bahwa hal itu hanya buah dari ketidakpahaman para pejabat dan penegak hukum atas mekanisme penyelesaian sengketa pers. Sebaliknya, ada indikasi kuat bahwa para penegak hukum mengabaikan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pers untuk menangani perkara yang berkaitan dengan pemberitaan. Penggunaan Undang-Undang ITE yang lebih represif menjadi cara untuk menekan sikap kritis jurnalis dan masyarakat.

Menghadapi pejabat dan penegak hukum yang kian represif, wartawan seharusnya tidak mengendurkan perannya dalam mengawasi tindak-tanduk para pemegang kekuasaan. Agar tak mudah diserang balik, jurnalis tentu saja perlu pasang kuda-kuda yang lebih kuat: terus meningkatkan kapasitas serta berpegang teguh pada kode etik. Publik selalu memerlukan kehadiran jurnalis yang bersikap kritis dan etis.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 10 Febuari 2020

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya