Setelah Ronny, Seharusnya Yasonna

Penulis

Kamis, 30 Januari 2020 07:00 WIB

Dirjen Imigrasi Kemenkum HAM Ronny Sompie memberikan keterangan pers terkait surat pencekalan Rizieq Shihab di Jakarta, Selasa, 12 November 2019. Dalam keterangan pers tersebut Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM mengatakan belum pernah menerbitkan surat pencekalan terhadap Rizieq Shihab karena pemerintah tidak mempunyai hak untuk menangkal WNI kembali ke Indonesia. ANTARA

Tak berinisiatif mundur, Ronny F. Sompie sudah selayaknya dicopot dari jabatan Direktur Jenderal Imigrasi. Dia harus bertanggung jawab atas kebohongan ihwal pelarian tersangka kasus suap Harun Masiku. Tapi itu saja belum cukup. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly seharusnya juga bertanggung jawab atas disinformasi yang terbongkar itu.

Harun menjadi buron setelah menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Harun diduga menyuap Rp 900 juta agar bisa menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melalui mekanisme pergantian antarwaktu.

Yasonna dan para pejabat Imigrasi sempat berkukuh bahwa Harun kabur ke Singapura dua hari sebelum penangkapan Wahyu pada 8 Januari lalu. Namun informasi dan bukti yang diperoleh Tempo menunjukkan bahwa Harun telah kembali ke dalam negeri. Dia berangkat ke Singapura dengan pesawat Garuda pada 6 Januari, lalu kembali ke Jakarta dengan Batik Air pada keesokan harinya.

Perlu waktu 15 hari bagi Yasonna dan Ronny untuk mengakui bahwa Harun sudah kembali ke Tanah Air. Itu pun dengan dalih yang sulit dipercaya: info kepulangan Harun tak diketahui karena sistem informasi keimigrasian di Bandara Soekarno-Hatta bermasalah. Bagaimana bisa institusi imigrasi di bandara terbesar sebuah negara bisa memiliki sistem informasi seburuk itu.

Setelah dicopot dari jabatannya, Ronny seharusnya buka-bukaan perihal apa yang terjadi di balik kebohongan berlapis itu. Tak hanya demi pemulihan kredibilitas pribadi, kejujuran Ronny juga penting untuk perbaikan keimigrasian.

Advertising
Advertising

Adapun Yasonna tak bisa cuci tangan begitu saja. Buruk rupa Imigrasi saat ini sepenuhnya tanggung jawab dia sebagai Menteri Hukum dan HAM. Pemimpin yang hanya berani mengorbankan anak buah jelas jauh dari karakter seorang kesatria.

Alasan Yasonna bahwa Ronny dicopot untuk menghindari konflik kepentingan seperti manis di bibir saja. Yang jelas-jelas terlibat konflik kepentingan justru Yasonna. Ia, misalnya, pernah menghadiri konferensi pers atas nama tim hukum PDIP, yang mempersoalkan langkah KPK setelah penangkapan Wahyu.

Kehadiran Yasonna dalam konferensi pers itu merupakan kesalahan besar. Dia mencampuradukkan posisi sebagai pengurus pusat PDIP dan sebagai Menteri Hukum dan HAM. Jangan salahkan masyarakat bila menganggap Yasonna menyalahgunakan jabatan publik untuk melindungi orang yang patut diduga terlibat korupsi.

Peran Yasonna dalam tim hukum PDIP juga menjadi preseden buruk bagi tata laksana birokrasi. Selaku pejabat publik, Yasonna gagal mengambil keputusan yang benar dalam urusan yang menyangkut kompetensinya. Ia malah mengambil sikap partisan yang berpotensi melanggar hukum. Apa jadinya bila semua pejabat dari partai politik lebih melindungi kejahatan koleganya ketimbang mendahulukan kepentingan publik.

Setelah mencopot Ronny, tak ada pilihan lain yang lebih pantas, Yasonna seharusnya mundur dari jabatannya. Bila tidak, Presiden Joko Widodo yang semestinya mencopot dia agar pemerintah tak terbebani pembohongan publik secara berlapis ini. Selanjutnya, di samping perkara suapnya, indikasi perintangan atas proses hukum (obstruction of justice) dalam kasus ini juga harus diusut tuntas.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 30 Januari 2020

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya