Dampak Omnibus Law terhadap Masyarakat Pesisir

Jumat, 24 Januari 2020 07:30 WIB

Dampak Omnibus Law terhadap Masyarakat Pesisir

Parid Ridwanuddin
Deputi Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara)

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah memasukkan sejumlah rancangan omnibus law ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2020. Rancangan omnibus law itu adalah Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja, Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Ibu Kota Negara, dan Undang-Undang Kefarmasian. Secara umum, rancangan omnibus law ini memiliki dua kelemahan mendasar, yaitu partisipasi publik dan substansi.

Dari sisi partisipasi, rancangan undang-undang itu jelas-jelas tidak melibatkan pihak-pihak yang akan terkena dampak, khususnya masyarakat pesisir yang terdiri atas nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pelestari ekosistem pesisir, dan masyarakat adat pesisir. Padahal di dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja terdapat sejumlah pasal yang terkait dengan investasi atau kemudahan berusaha di kawasan laut. Jumlahnya sebanyak 27 pasal dan 87 ayat, terhitung dari Pasal 94 sampai Pasal 121.

Selain itu, di dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja disebutkan sejumlah kata yang terkait dengan laut, yaitu "kelautan" sebanyak tiga kata, "perikanan" sebanyak 120 kata, "pesisir" sebanyak 31 kata, dan "pulau-pulau kecil" sebanyak 30 kata. Pada titik ini, rancangan tersebut sesungguhnya akan memberikan dampak terhadap masyarakat pesisir karena kemudahan berusaha yang diberikan untuk investor akan berada di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.

Sungguh sangat ironis ketika Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengeluarkan Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019 yang menunjuk 127 orang menjadi anggota satuan tugas bersama pemerintah serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia untuk konsultasi publik atas rancangan omnibus law tersebut. Komposisi satuan tugas ini didominasi oleh pengusaha, politikus, dan sedikit akademikus. Dari sisi ini, aspek partisipasi publik dalam rancangan omnibus law tidak ada karena tanpa keterlibatan masyarakat pesisir yang akan terkena dampak.

Advertising
Advertising

Dari sisi substansi, rancangan omnibus law sangat penting untuk dikritik karena disusun bukan untuk kepentingan masyarakat pesisir. Apa saja persoalan rancangan ini dalam konteks pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir?

Pusat Data dan Informasi Kiara (2020) mencatat sejumlah dampak yang akan dialami oleh masyarakat pesisir jika rancangan omnibus law ini disahkan. Pertama, nelayan-nelayan kecil maupun nelayan tradisional yang menggunakan perahu di bawah 10 gross tonnage serta menggunakan alat tangkap ramah lingkungan dipaksa harus mengurus perizinan perikanan tangkap. Tak hanya itu, rancangan omnibus law ini menyamakan nelayan kecil dan nelayan tradisional dengan nelayan skala besar, yakni nelayan yang menggunakan perahu di atas 10 gross tonnage. Padahal nelayan kecil dan nelayan tradisional selama ini diperlakukan secara khusus oleh Undang-Undang Perikanan karena mereka ramah lingkungan dan tidak mengeksploitasi sumber daya perikanan.

Kedua, rancangan omnibus law ini menguatkan posisi tata ruang laut, sebagaimana diatur dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Sampai akhir 2019, sebanyak 22 provinsi telah merampungkan pembahasan peraturan daerah zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Artinya, masih ada 12 provinsi yang belum menyelesaikan pembahasan peraturan zonasi yang merupakan tata ruang lautnya.

Namun, dari 22 peraturan zonasi yang telah disahkan, ruang hidup masyarakat pesisir yang merupakan pemegang hak utama tak mendapatkan porsi yang adil. Peraturan zonasi itu harus ditolak karena sejumlah alasan. Pertama, tidak menempatkan masyarakat pesisir sebagai aktor utama pengelola sumber daya kelautan dan perikanan. Kedua, alokasi ruang hidup masyarakat pesisir sangat kecil dibandingkan dengan alokasi ruang untuk kepentingan pelabuhan, industri, reklamasi, pertambangan, pariwisata, konservasi, dan proyek lainnya.

Ketiga, penyusunan peraturan zonasi hanya memberikan kepastian hukum untuk kepentingan pebisnis. Keempat, dengan banyaknya yang mengakomodasi proyek tambang, peraturan zonasi tidak mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem laut. Kelima, mencampuradukkan kawasan tangkap nelayan tradisional dengan kawasan pemanfaatan umum lainnya. Hal ini meningkatkan risiko nelayan ditabrak kapal-kapal besar.

Dengan peta permasalahan seperti itu, maka masa depan masyarakat pesisir, khususnya lebih dari delapan juta rumah tangga perikanan, akan terancam. Dengan kata lain, tak ada alasan bagi masyarakat pesisir untuk menerima rancangan omnibus law yang terkait dengan kehidupan mereka.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya