Partisipasi Publik dalam Pembentukan Omnibus Law

Penulis

Antoni Putra

Kamis, 23 Januari 2020 07:30 WIB

Partisipasi Publik dalam Pembentukan Omnibus Law

Antoni Putra
Peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia

Pembentukan omnibus law Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja kian dikebut. Presiden Joko Widodo alias Jokowi memberikan target 100 hari kerja kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyelesaikan pembentukannya. Bahkan Jokowi disebut-sebut siap memberikan dua jempol kepada DPR bila target tersebut terealisasi.

Namun rencana pembentukan omnibus law tersebut mendapat banyak penolakan. Kelompok buruh bahkan sudah melakukan serangkaian aksi demonstrasi dan mengancam akan melakukan mogok kerja secara nasional. Penolakan tersebut dilakukan karena mereka menilai rancangan undang-undang itu bakal menghilangkan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pekerja.

Penolakan para buruh itu bukan tanpa alasan. Sejauh ini, sikap pemerintah dalam menyusun omnibus law tertutup dan mengabaikan partisipasi publik. Padahal, melalui pembentukan undang-undang sapu jagat tersebut, pemerintah berencana merevisi puluhan undang-undang sekaligus.

Selain dari sikap pemerintah yang tertutup, ketiadaan partisipasi publik tersebut terlihat dari komposisi satuan tugas omnibus law yang dibentuk Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Melalui Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019, pemerintah menunjuk 127 orang untuk menginventarisasi masalah dan memberikan masukan terkait dengan omnibus law.

Advertising
Advertising

Dari 127 orang tersebut, keterwakilan semua kelompok atau pemangku kepentingan tidak diperhatikan oleh pemerintah. Satuan tugas itu didominasi oleh pengusaha dan politikus serta sedikit akademikus. Sementara itu, keterwakilan kelompok-kelompok yang pasti terkena dampak, seperti buruh, petani, dan nelayan, sama sekali tidak ada.

Memang Presiden Jokowi meminta draf omnibus law dibuka ke publik. Tapi itu saja tidak cukup. Membuka draf tidak dapat dijadikan alasan bahwa pembentukannya sudah partisipatif. Sebab, membuka draf yang telah ada ke publik itu namanya sosialisasi, bukan partisipasi.

Perlu dipahami bahwa antara partisipasi dan sosialisasi perlu dibedakan. Sebuah undang-undang dapat dikatakan partisipatif apabila proses pembentukannya melibatkan publik atau setidaknya para pemangku kepentingan. Pelibatan publik tidak cukup hanya dengan membuka draf yang telah ada, tapi pembentuk undang-undang harus lebih dulu menampung aspirasi, baru kemudian draf rancangan undang-undang disusun.

Bila yang dilakukan pemerintah hanya membuka draf yang telah ada, itu tidak dapat diartikan sebagai membuka partisipasi publik, melainkan hanya sosialisasi. Dalam hal sosialisasi, pembentuk undang-undang tidak lagi menampung aspirasi, melainkan mencari legitimasi agar draf yang telah dibentuk mendapat pembenaran dari publik, walaupun di dalamnya terdapat banyak pasal yang cacat karena dapat memicu terjadinya masalah setelah undang-undang itu diterapkan.

Keterlibatan publik seharusnya dilakukan sejak awal. Tidak cukup bila publik hanya dikabarkan tentang tujuan dari omnibus law dan sebagainya. Ada kebutuhan publik untuk mengetahui lebih jauh substansi pasal apa saja yang akan dibatalkan, juga pasal apa saja yang diintegrasikan ke dalam omnibus law, sehingga yang disampaikan bukan hanya judul rancangan undang-undangnya.

Selain mengabaikan partisipasi publik, sikap tertutup pemerintah rawan disusupi kepentingan oligark politik dan ekonomi. Bila tidak hati-hati, bahaya omnibus law tidak hanya berdampak pada perlindungan dan kepastian hukum pekerja, tapi juga dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia, perampasan hak atas tanah, dan mengancam lingkungan hidup.

Melihat persoalan tersebut, seharusnya pemerintah tidak terburu-buru membentuk Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Pemerintah perlu lebih dulu membuka ruang partisipasi publik yang sebesar-besarnya.

Bila pemerintah terus mengesampingkan publik dalam membentuk sebuah undang-undang, sekeras apa pun usaha pemerintah untuk meyakinkan publik, semuanya hanya akan berakhir sia-sia. Semakin keras pemerintah "memaksa" publik agar menerima sebuah kebijakan tapi tanpa menjaring aspirasi, penolakan juga akan semakin keras. Sebab, yang diinginkan publik adalah suara mereka didengarkan dan diakuisisi dalam pengambilan kebijakan, termasuk dalam pembentukan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya