Maju-Mundur Pemberantasan Korupsi

Rabu, 15 Januari 2020 07:00 WIB

Maju-Mundur Pemberantasan Korupsi

Adnan Topan Husodo
Koordinator ICW

Keberhasilan pemberantasan korupsi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terhubung, baik politik, ekonomi, hukum, administrasi publik, maupun tingkat kesadaran masyarakat. Bila satu di antara faktor-faktor itu diabaikan dari agenda reformasi, upaya pemberantasan korupsi bisa mengalami gangguan atau guncangan.

Sebagai contoh, andai sektor ekonomi saja yang dijadikan sebagai arena perbaikan tata kelola (good governance) tapi sektor politiknya masih sangat korup, bisa dipastikan perbaikan di sektor ekonomi hanya akan menghasilkan sedikit kemajuan. Sebab, korupsi politik pada dasarnya adalah praktik ekstraksi sumber daya ekonomi melalui mekanisme kebijakan yang korup. Demikian halnya upaya-upaya perbaikan pada sisi ekonomi tidak akan berdampak besar jika administrasi publik sangat lemah, birokrasinya teramat gemuk, dan justru menjadi sumber perburuan renten ekonomi.

Sementara itu, apabila upaya-upaya pemberantasan korupsi hanya bersifat parsial, keluaran yang diharapkan tidak akan pernah terwujud. Kita bisa mengevaluasinya dari apa yang telah dikerjakan pemerintahan Jokowi sejak pertama kali berkuasa. Persoalan pungutan liar yang masih menjadi penyakit birokrasi dan dianggap mengganggu iklim usaha dicoba dibereskan dengan skema penegakan hukum melalui pembentukan tim saber pungli yang strukturnya terbangun dari pusat hingga daerah.

Persoalannya, berbagai kasus pungli yang ditangani penegak hukum, terutama kepolisian, di berbagai daerah tidak akan bisa diselesaikan sepanjang pemerintah tidak membenahi sistem pelayanan publik secara keseluruhan. Yang akan timbul justru komplikasi dari pemberantasan pungli karena yang disasar oleh penegak hukum adalah petty corruption, korupsi kelas teri, sementara secara teoretis, penegakan hukum harus selalu dimulai dari korupsi kelas kakap agar kepercayaan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi semakin meningkat.

Advertising
Advertising

Tak mengherankan jika peringkat Ease of Doing Business (EDB) Indonesia pada 2019 tidak sesuai dengan harapan. Presiden Jokowi memberi target peringkat ke-40, tapi pada kenyataannya kita masih menempati peringkat ke-73. Survei EDB dan indeks persepsi korupsi (IPK) memiliki kaitan yang cukup signifikan. Negara-negara yang memiliki peringkat EDB sangat baik juga memiliki skor IPK yang memuaskan.

Dalam perjalanan sejarah pemberantasan korupsi di berbagai negara, kepemimpinan nasional selalu memegang peran teramat penting. Maju-mundurnya pemberantasan korupsi dimulai dari bagaimana sikap pemimpin politik terhadap masalah korupsi. Dalam hal ini, Indonesia kerap menghadapi dilema. Pasalnya, sebagian besar pemimpin nasional kita tersandera oleh kepentingan elite politik dan nasibnya bergantung pada sikap partai politik terhadapnya. Jika terlalu frontal tanpa ada strategi mitigasi, sang pemimpin akan mudah jatuh seperti dalam kasus Gus Dur. Namun, jika terlalu kompromistik, biasanya yang harus dikorbankan adalah kepentingan publik, termasuk agenda pemberantasan korupsi.

Periode pertama dan kedua Jokowi tampaknya berada di situasi yang mirip. Berbagai kebijakan legislasi nasional telah melahirkan kontroversi panjang dan kemarahan publik karena akomodasi berlebihan terhadap kepentingan elite partai.

Revisi Undang-Undang KPK yang digolkan pemerintah merupakan cermin dari masalah ini. Apakah Presiden Jokowi sepenuhnya tersandera sehingga harus mengambil keputusan yang tidak populer itu? Hemat saya, posisi politik Presiden tidak sepenuhnya tersandera, tapi justru mengambil keuntungan dari keputusan yang didukung suara aklamasi partai politik yang menghendaki revisi tersebut.

Kepentingan percepatan perbaikan sektor ekonomi model Presiden Jokowi mengandaikan nir-kegaduhan, nir-penegakan hukum yang keras, dan berfokus pada upaya-upaya pencegahan korupsi yang diasumsikan lebih bernuansa damai, tanpa hiruk-pikuk. Ketenangan ini dimaksudkan untuk membuat para investor tidak panik. Pada saat yang sama, hubungan Jokowi dengan partai politik juga relatif terkendali dan dapat membangun sinergi dukungan dalam program pembangunan ekonomi.

Namun pilihan-pilihan itu adalah bom waktu. Presiden bisa dianggap mengulang kesalahan yang sama dengan rezim Orde Baru lewat cara yang berbeda ketika mekanisme pemerintahan dibuat sedemikian rupa mengakomodasi kepentingan sektor bisnis demi mengejar pertumbuhan ekonomi, tapi, pada saat yang sama, melahirkan kroniisme, nepotisme, dan korupsi yang menggurita.

Mungkin saja masa lalu Orde Baru tak akan terulang lagi, tapi memberikan impunitas bagi pelaku korupsi kelas kakap dan berakrab-akraban dengannya demi stabilitas serta dukungan politik untuk mengawal agenda pembangunan ekonomi tak ubahnya tengah membangun istana pasir. Istana itu mungkin akan tampak megah dan bisa dibangun dengan cepat, tapi akan segera hancur tersapu ombak. Momentum untuk lompatan besar tidak akan datang terus-menerus bila kita gagal mengkonversinya. Indonesia pernah memiliki KPK yang hebat, tapi pelan-pelan lemah karena revisi UU KPK. Mau tidak mau, bangsa Indonesia akan kembali memulai melawan korupsi dari start yang berbeda karena politik pemberantasan korupsi pemerintah yang lemah.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

33 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

45 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya