Masalah Hukum Pembunuhan Soleimani

Rabu, 15 Januari 2020 07:30 WIB

Foto almarhum Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani dibawa orang-orang merayakan peluncuran rudal Iran ke pangkalan militer koalisi pimpinan AS di Irak, di Teheran, Iran 8 Januari 2020. Salah satu pangkalan militer yang jadi sasaran serangan rudal Iran adalah pangkalan udara al-Asad, yang pada Desember 2018 dikunjungi oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Nazanin Tabatabaee / WANA

Smith Alhadar
Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe)

Krisis militer Iran-Amerika Serikat akibat pembunuhan Mayor Jenderal Qassem Soleimani oleh Amerika tak sampai berpuncak pada konflik militer terbuka karena kedua pihak menunjukkan keengganan untuk berperang. Namun konflik keduanya jauh dari selesai, terutama terkait dengan isu hukum dan ekses yang mengikutinya.

Beberapa jam setelah menembakkan puluhan rudal ke kamp militer Amerika di Irak pada 8 Januari lalu, Garda Revolusi Iran menembak jatuh pesawat sipil Ukraina yang menewaskan total 176 penumpang. Setelah beberapa hari mengingkarinya, pada 11 Januari, Iran mengaku telah menembak pesawat itu secara tidak sengaja karena mengira itu adalah rudal Amerika yang hendak membalas serangan Iran.

Pengakuan Iran tidak berarti membebaskan Negeri Mullah itu dari tanggung jawab. Ukraina menuntut ganti rugi dan permintaan maaf. Komunitas internasional pun menuntut investigasi menyeluruh yang independen dan transparan oleh penyelidik internasional. Hal ini, jika dikabulkan rezim Iran, akan berdampak politik yang luas pada pemerintahan dan terbongkarnya sistem komando militernya. Tampaknya Iran akan berkelit dengan merujuk pada preseden pada 1988 ketika Amerika menembak jatuh pesawat sipil Iran di Teluk yang menewaskan total 290 penumpang. Amerika menyatakan penembakan itu tidak disengaja. Masalah tersebut diselesaikan dengan kompensasi sebesar US$ 110 juta oleh Amerika bagi keluarga korban tanpa adanya penyelidikan internasional.

Pembunuhan Soleimani juga punya ekses lain dan berdampak pada debat hukum internasional. Beberapa jam setelah pembunuhan Soleimani, Presiden Donald Trump menyatakan ia telah "dihentikan". Pejabat Amerika lain berbicara mengenai "pembunuhan yang ditargetkan" (targeted killing). Namun Presiden Iran mengatakan kematian Soleimani adalah pembunuhan (assassination), yang pada intinya adalah pembunuhan bermotif politik. Pejabat Amerika menolak menyebut pembunuhan itu sebagai assassination. Ini tidak mengejutkan karena assassination telah menjadi hal yang ilegal di bawah hukum federal Amerika sejak 1981. Sebab, hukum Amerika tidak mendefinisikan assassination secara persis dan terdapat hukum-hukum lain yang digunakan pemerintahan Amerika untuk membenarkan tindakan mereka.

Advertising
Advertising

Inti dari argumen pemerintahan Trump adalah ancaman yang dihadirkan oleh Soleimani "segera" terjadi dan respons Amerika merupakan tindakan defensif. Kebutuhan kunci agar serangan dibenarkan secara hukum di bawah konstitusi Amerika adalah ancaman itu harus bersifat "segera". Namun pembunuhan yang ditargetkan di bawah hukum internasional hanya dibolehkan dalam keadaan yang sangat khusus, dan sebagian ahli hukum skeptis bahwa pembenaran Amerika atas serangan itu, yang disampaikan tanpa bukti ketika tulisan ini dibuat, tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut.

Pembelaan diri dicantumkan dalam Piagam PBB sebagai hak merespons terhadap serangan bersenjata yang aktual dan signifikan. Agnes Callamard, Pelapor Khusus PBB tentang Eksekusi Ekstrayudisial, mengatakan pembunuhan yang ditargetkan dibolehkan di bawah hukum internasional, tapi hanya dalam kondisi-kondisi yang sangat ketat. Argumen pembelaan diri hanya valid jika ada bukti serangan bersenjata "segera" dan itu harus sebanding dengan ancaman. Callamard berpendapat, hukum internasional tentang pembelaan diri itu penuh kontroversi dan sulit. Dalam setiap kasus ketika hukum itu dikutip, "Kita harus menuntut transparansi dan pertanggungjawaban." Selanjutnya, ia mengatakan, jika saja konflik bersenjata antara Amerika dan Iran sedang berlangsung, hukum-hukum perang akan berlaku dan karena itu, Soleimani merupakan sasaran yang dilegitimasi.

Namun, bagi kebanyakan ahli, bukti bagi konflik bersenjata di antara kedua negara jauh dari cukup dan tidak ada wewenang dari Kongres Amerika untuk berperang dengan Iran. Hina Shamsi, Direktur Proyek Keamanan Nasional pada Uni Kebebasan Sipil Amerika, mengatakan justifikasi pemerintahan Trump untuk membunuh Soleimani sejauh ini tidak meyakinkan. Keadaan-keadaan yang sangat terbatas ketika penggunaan kekuatan mungkin diizinkan, baik di bawah hukum domestik maupun internasional, jelas tidak terpenuhi.

Amerika membuat perbedaan besar antara pembunuhan teroris yang ditargetkan (mereka yang tidak bertindak atas nama negara) dan perwira dari pemerintahan asing. Namun, dalam pembunuhan Soleimani, menurut para pakar, perbedaan itu menjadi tidak jelas. Karen Amstrong, Direktur Center on National Security pada Fordham University Law School, mengatakan pemerintahan Trump menggunakan argumen "segera" dalam membunuh teroris. Namun kasus Soleimani sangat berbeda. "Anda tak dapat menyasar pejabat pemerintahan dan mengatakan ini bukan perang. Pemerintah telah melanggar ambang batas," kata dia.

Dengan demikian, pembunuhan Soleimani tidak hanya menimbulkan masalah bagi Iran, tapi juga bagi Amerika dan PBB. Konflik Iran-Amerika pun akan berlarut-larut serta mengganggu ekonomi, politik, dan keamanan internasional.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya