Persekongkolan Politik Elektoral

Selasa, 14 Januari 2020 07:00 WIB

Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI, Wahyu Setiawan, resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pasca terjaring Operasi Tangkap Tangan KPK, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat dinihari, 10 Januari 2020. TEMPO/Imam Sukamto

Umbu T.W. Pariangu
Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Kupang

Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah diserang rayap korupsi. Komisionernya, Wahyu Setiawan, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menjanjikan penetapan Harun Masiku, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 pengganti antarwaktu yang menggantikan Nazarudin Kiemas. Wahyu diduga meminta dana operasional sebesar Rp 900 juta ke Harun. Dua orang dekat Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang menyuap Wahyu juga dicokok KPK (Koran Tempo, 10 Januari 2020).

Apa yang dialami KPU sungguh ironis, mengingat KPU pernah menginisiasi keras pelarangan bekas narapidana korupsi mengikuti pemilihan umum tahun lalu. Sayang, komitmen kelembagaan tersebut kontras dengan sikap individu komisionernya. Meskipun Wahyu hanya oknum dari patgulipat kekuatan politik dan institusi KPU, perilakunya telah ikut mengotori wajah Komisi.

Chester Barnard dalam The Function of the Executive (1973) mengatakan sebuah organisasi adalah suatu "konstruk", medan kekuatan personal seperti medan magnet yang saling berhubungan atau tarik-menarik. KPU semakin sulit berkelit dari degradasi integritas dan kredibilitasnya di hadapan publik, mengingat kasus Wahyu kian menambah panjang kasus korupsi yang pernah mendera Komisioner KPU, dari Nazaruddin Syamsuddin, Mulyana W. Kusumah, Daan Dimara, hingga Rusadi Kantaprawira.

Tak hanya di KPU pusat, kabar sumir soal banyaknya kecurangan dalam pemilihan umum menguar juga di daerah lewat perdagangan suara maupun penggelembungan suara. Kecurangan tersebut, antara lain, adalah kasus korupsi di KPU Karawang yang melibatkan sekretaris Komisi pada 2016, kasus korupsi di KPU Sulawesi Barat pada 2017, dan pengakuan seorang calon legislator di Karawang yang menggelontorkan uang Rp 50 juta untuk mendongkrak suaranya dalam Pemilihan Umum 2019. Hal ini menjadi indikasi bahwa KPU belum steril dari jejak mafia elektoral. Wajar jika sebagian masyarakat mulai curiga bahwa tidak sedikit para anggota DPR yang duduk di parlemen dihasilkan dari mekanisme "perwasitan" pemilihan umum yang mengabaikan regulasi dan etika politik.

Advertising
Advertising

Di sisi lain, terseretnya nama Hasto Kristiyanto dalam kasus di atas menjadi tamparan keras bagi citra dan masa depan partai pemenang Pemilu 2019 tersebut. Meskipun Hasto berkukuh tidak ada upaya negosiasi dalam rencana pengganti antarwaktu Riezky Aprilia dengan Harun Masiku, hal tersebut dibantah oleh Ketua KPU Arief Budiman yang mengaku tiga kali menerima surat dari PDIP yang berisi permintaan untuk mengalihkan suara Nazarudin kepada Harun Masiku serta membatalkan penetapan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas. Padahal Riezky memperoleh suara terbanyak kedua setelah Nazarudin, sementara Harun di urutan kelima.

Meskipun sedang dalam proses penyidikan oleh KPK, spekulasi soal adanya persekongkolan yang melibatkan elite partai di balik kasus suap tersebut kian mencuat. Dalam banyak pengalaman, kasus kecurangan atau korupsi pemilihan umum secara sistemik kerap melibatkan aktor partai yang kuat atau berpengaruh. Inilah yang menyebabkan mengapa kejahatan dalam pemilihan sulit terungkap pada level kekuasaan di partai (Badoh & Dahlan, 2010).

Hal tersebut tidak terlepas pula dari pengaruh kuat oligarki partai yang berupaya menanamkan pengaruhnya pada berbagai institusi, termasuk institusi penjaga demokrasi, seperti KPU, melalui negosiasi-negosiasi ekonomi-politik di ruang-ruang tertutup dalam rangka akumulasi rente dan perluasan kursi kekuasaan bagi individu maupun kelompok tertentu.

Pasal 426 ayat 3 Undang-Undang Pemilihan Umum menetapkan penggantian calon terpilih oleh KPU dengan calon dari daftar calon berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya. Kengototan partai untuk menerabas pasal itu mengindikasikan kuatnya nalar subyektivitas dan arogansi partai dalam pertimbangan pencalonan kader. Faktor kedekatan personal dan kontribusi pragmatis terhadap mesin partailah yang menjadi pertimbangan. Tidak salah jika Buchanan dan Tulock (dalam Harmon dan Mayer, 2014) mengatakan kepentingan subyektivitas bukan sekadar fakta dalam praktik politik kekuasaan, tapi juga merupakan tujuan (goal) yang ikut melegitimasi apriori publik terhadap partai selama ini.

Kita berharap ini adalah momentum KPU untuk bersih-bersih alias mereformasi diri secara menyeluruh dari pusat hingga daerah dengan membangun integritas individu dan kelembagaan secara serius demi meraup kembali kepercayaan publik. KPK juga tak boleh takut untuk mengusut peran Hasto Kristiyanto dalam kasus suap Wahyu. Pengusutan tersebut akan membantu menyelamatkan wajah demokrasi kepartaian kita dari bencana skandal elektorasi sekaligus menunjukkan kepada publik bahwa KPK bukan institusi yang mudah disetir kekuatan politik.

Berita terkait

Mengenal Terowongan Silaturahmi Penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang Didatangi Paus Fransiskus

2 hari lalu

Mengenal Terowongan Silaturahmi Penghubung Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang Didatangi Paus Fransiskus

Terowongan silaturahmi yang dikunjungi Paus Fransiskus bukan sekadar untuk penyeberangan, melainkan juga simbol toleransi antarumat beragama

Baca Selengkapnya

Selain Gratiskan Tiket, Benteng Vredeburg Yogyakarta Sediakan Layanan Antar Jemput Kelompok Rentan

9 hari lalu

Selain Gratiskan Tiket, Benteng Vredeburg Yogyakarta Sediakan Layanan Antar Jemput Kelompok Rentan

Kelompok rentan disabilitas, lanjut usia, juga ibu hamil bisa menikmati layanan antar-jemput Benteng Vredeburg Yogyakarta mulai awal Agustus 2024

Baca Selengkapnya

Ubah Formasi Batuan Berusia 140 Juta Tahun, Dua Pria Nevada AS Dituntut 10 Tahun Penjara

10 hari lalu

Ubah Formasi Batuan Berusia 140 Juta Tahun, Dua Pria Nevada AS Dituntut 10 Tahun Penjara

Kedua pria tersebut mendorong bongkahan formasi batuan kuno ke tepi tebing dekat Redstone Dunes Trail di Area Rekreasi Nasional Danau Mead Nevada.

Baca Selengkapnya

Strategi Pj. Gubernur Heru Menekan Pengangguran di Jakarta

11 hari lalu

Strategi Pj. Gubernur Heru Menekan Pengangguran di Jakarta

Warga yang mencari lowongan kerja atau pelatihan meningkatkan keahlian dapat melihat informasi di laman milik dinas yang mengurusi ketenagakerjaan.

Baca Selengkapnya

PDIP Berpeluang Usung Anies Maju di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Semoga Lancar

13 hari lalu

PDIP Berpeluang Usung Anies Maju di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Semoga Lancar

Cak Imin merespon peluang pencalonan Anies oleh PDIP untuk Pilkada Jakarta.

Baca Selengkapnya

BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

28 hari lalu

BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

elaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ema Setyawati mengatakan mayoritas kemasan galon air minum yang digunakan masyarakat memiliki potensi terkontaminasi senyawa kimia Bisfenol A atau BPA.

Baca Selengkapnya

Cabut Seluruh Keterangan di Kasus Vina, Liga Akbar: Banyak Orang Baik Dukung Saya, Dulu Tidak Ada yang Percaya

38 hari lalu

Cabut Seluruh Keterangan di Kasus Vina, Liga Akbar: Banyak Orang Baik Dukung Saya, Dulu Tidak Ada yang Percaya

Dalam sidang PK Saka Tatal, Liga Akbar mencabut seluruh BAP yang ia berikan dalam kasus Vina Cirebon. Merasa lebih tenang.

Baca Selengkapnya

Resensi Buku: Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional

41 hari lalu

Resensi Buku: Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional

Sebagai sebuah pembahasan, buku ini berusaha menganalisis faktor-faktor yang memiliki pengaruh dalam kebijakan pengembangan industri pesawat terbang nasional.

Baca Selengkapnya

Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

52 hari lalu

Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

Politikus Partai Demokrat A.P.A Timo Pangerang diduga rangkap jabatan sebagai kader partai dan anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Baca Selengkapnya