Tabir Dalang Penyerang Novel

Penulis

Rabu, 8 Januari 2020 13:30 WIB

Massa yang tergabung dalam Satgas Pergerakan Aktivis Tangkap Novel Baswedan melakukan aksi di depan Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin, 6 Januari 2020. Demo ini digelar bersamaan dengan kedatangan Novel ke Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan. TEMPO/Muhammad Hidayat

Terasa menghina akal sehat jika publik diharapkan percaya begitu saja terhadap pengakuan dua tersangka penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, yang pekan lalu ditahan polisi. Di hadapan puluhan wartawan, salah satu tersangka, Brigadir Rahmat Kadir Mahulette, mengaku tak suka kepada Novel karena penyidik antikorupsi itu dinilai telah berkhianat.

Pengakuan itu mengindikasikan upaya Rahmat dan rekannya, Brigadir Ronny Bugis, membatasi kasus ini sebagai perkara penyerangan bermotif dendam pribadi. Padahal temuan tim gabungan pencari fakta yang dibentuk Kepala Kepolisian RI (ketika itu) Jenderal Tito Karnavian jelas menunjukkan keterkaitan penyiraman air keras yang membutakan sebelah mata Novel itu dengan sejumlah kasus korupsi kakap yang dia tangani.

Penahanan Ronny Bugis dan Rahmat Mahulette, dua polisi aktif dari kesatuan Brigade Mobil Polri, meski sudah amat terlambat, memang bisa disebut langkah maju dalam penyidikan kasus penyerangan Novel. Namun Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih punya pekerjaan rumah untuk menjelaskan beberapa kejanggalan dalam proses penetapan Ronny dan Rahmat sebagai tersangka.

Misalnya soal kronologi penyidikan. Pada 23 Desember 2019, polisi merilis surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang isinya menyatakan pelaku penyerangan Novel belum diketahui. Tiga hari kemudian, tiba-tiba beredar kabar bahwa pelakunya sudah ditangkap.

Kejanggalan lain adalah perbedaan wajah dua pelaku yang dirilis kepolisian dengan sketsa wajah yang disampaikan Tito Karnavian dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya (ketika itu) Inspektur Jenderal Idham Azis pada akhir 2017. Sketsa wajah yang diedarkan polisi waktu itu berbeda dengan keterangan sejumlah saksi yang sempat melihat wajah pelaku.

Advertising
Advertising

Rekam jejak Ronny dan Rahmat di Brimob juga sama sekali tak pernah bersentuhan dengan KPK ataupun kerja-kerja Novel sebagai penyidik. Lazimnya, motif dendam hanya mungkin terjadi bila pelaku dan korban sudah saling mengenal dan kepentingan pelaku secara langsung terganggu oleh tindakan korban.

Masalahnya: apa bisa Komjen Sigit Prabowo menunaikan harapan publik dan membongkar berbagai kejanggalan itu? Skeptisisme khalayak ramai bukan tanpa alasan. KPK dan kepolisian selama ini kerap berkonflik. Pimpinan kedua institusi penegak hukum itu bahkan pernah saling menyandera dengan penetapan status tersangka. Konflik ini kerap disebut cicak versus buaya.

Ketegangan kronis itu hampir semua bermula dari upaya KPK menyidik kasus korupsi di lingkungan polisi, dari dugaan suap kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (ketika itu) Komjen Susno Duadji sampai korupsi simulator yang melibatkan Kepala Korps Lalu Lintas (ketika itu) Irjen Djoko Susilo. Terungkapnya peran Ronny dan Rahmat, yang notabene polisi aktif, sebagai pelaku lapangan dalam penyerangan Novel menambah panjang riwayat konflik antara KPK dan kepolisian.

Terlebih, ada dugaan, penyerangan Novel tak bisa dilepaskan dari upaya KPK menelusuri kasus dugaan suap kepada sejumlah perwira polisi yang tercatat dalam buku merah. Buku merah ini catatan keuangan internal Basuki Hariman, terpidana suap hakim Mahkamah Konstitusi, yang juga pengusaha impor sapi.

Meski spekulatif, dugaan ini tak bisa dikesampingkan begitu saja, seperti dugaan keterkaitan penyerangan Novel dengan penyidikan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik, suap Mahkamah Agung, dan sederet kasus penting lain di KPK. Karena itulah sulit mengharapkan polisi mampu bekerja profesional dalam mengungkap kasus penyerangan Novel ini. Ada terlalu banyak konflik kepentingan di dalam tubuh kepolisian sendiri.

Sebagai solusi, Presiden Joko Widodo bisa membentuk mekanisme tambahan untuk membantu pengungkapan kasus ini secara menyeluruh. Mekanisme itu bisa berupa pembentukan tim independen yang bertugas mengawasi kerja penyidikan polisi dalam kasus ini.

Terdiri atas tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki kecakapan serta pengalaman penegakan hukum dan-yang terpenting-dipercaya publik, tim itu bisa membantu polisi mengungkap tabir di balik kasus penyerangan Novel, bahkan mengungkap siapa dalang sesungguhnya.

Investigasi yang tuntas atas kasus ini akan menjadi titik balik yang krusial bagi rekam jejak Presiden Jokowi, yang selama ini kurang cemerlang dalam memberantas korupsi. Ia bisa menyerahkan semuanya kepada polisi dan menafikan segala kritik publik, atau memperkuatnya dengan sebuah tim independen. Pilihan ada di tangan Jokowi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

33 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

45 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya