Ketegangan di Perairan Natuna

Penulis

Rabu, 8 Januari 2020 07:08 WIB

Pemerintah banjir kritik karena memilih diplomasi damai menghadapi polemik masuknya kapal Cina ke Kepulauan Natuna

Pemerintah harus bersikap tegas sekaligus cermat menghadapi manuver negara Cina. Ulah sejumlah kapal pencari ikan Tiongkok, yang dikawal kapal penjaga pantai negara itu, tidak bisa dibiarkan. Mereka telah memasuki dan mencuri ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Pemerintah perlu segera mencari solusi atas konflik yang dipicu tumpang-tindih ZEE tersebut.

Dalam mengeluarkan pernyataan pun, Presiden Joko Widodo dan para pejabat seharusnya tidak membingungkan publik. Pemerintah menyatakan akan bersikap tegas ihwal kedaulatan negara, tapi kedaulatan yang mana: hak teritorial ataukah ZEE? Kalau soal teritorial, Cina selama ini mengakui hak negara kita atas Pulau Natuna beserta perairan teritorialnya.

Masalahnya sekarang, seberapa tegas dan gigih Indonesia mempertahankan sebagian ZEE yang kini direbut Tiongkok. Negara kita telah mengatur soal zona ekonomi ini dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Indonesia juga menandatangani Konvensi Internasional tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada 1982.

Cina pun menjadi peserta UNCLOS. Tapi negara itu justru memanfaatkan aturan main hasil konvensi tersebut untuk mengklaim sebagian besar wilayah ZEE di Laut Cina Selatan. Tiongkok bahkan telah membangun pangkalan militer di Kepulauan Spratly sejak beberapa tahun lalu. Hal ini mengundang konflik ZEE bukan hanya dengan Indonesia, tapi juga dengan negara lain seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina.

Dengan alasan historis, Tiongkok mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan itu lewat sembilan garis imajiner putus-putus atau nine-dash line. Mahkamah Arbitrase di Den Haag sebetulnya telah menolak klaim Cina tersebut pada 2016 saat memutuskan sengketa yang diajukan Filipina. Mahkamah menyatakan tidak ada bukti sejarah bahwa Tiongkok menguasai dan mengendalikan sumber daya secara eksklusif di Laut Cina Selatan.

Advertising
Advertising

Kini Cina terang-terangan mengabaikan putusan tersebut. Menjawab protes Indonesia, negara itu justru menggunakan dalih UNCLOS 1982 plus penguasaan historis Tiongkok atas perairan Cina Selatan. Bahkan juru bicara pemerintah Cina menegaskan "apakah Indonesia menerimanya atau tidak, fakta obyektif bahwa Cina memiliki hak dan kepentingan atas perairan itu".

Tekanan Indonesia terhadap Cina di perairan Natuna perlu diteruskan hingga menemukan solusi atas sengketa itu. Kehadiran kapal perang RI amat penting untuk memperlihatkan bahwa kita tidak menerima klaim Cina atas sebagian wilayah ZEE tersebut. Pemerintah juga perlu melakukan lobi-lobi internasional untuk memaksa Tiongkok mematuhi konvensi hukum laut PBB dan putusan Mahkamah Abitrase.

Pemerintah sebaiknya pula menjalin kekuatan di ASEAN untuk menghadapi Cina. Selama ini, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia terkesan bergerak sendiri-sendiri menghadapi sikap sewenang-wenang Tiongkok.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 08 Januari 2020

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya