Perhutanan Sosial dan Deforestasi

Jumat, 3 Januari 2020 07:00 WIB

Jalur trekking hutan gambut Taman Nasional Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. TEMPO/Chitra Paramaesti.

Nabhan Aiqani
Knowledge Management Specialist KKI Warsi

Deforestasi masih menjadi tantangan bagi pengelolaan sumber daya alam dan kawasan hutan berkelanjutan. Dalam kasus Sumatera Barat, sebagai daerah dengan luasan kawasan hutan mencapai 2.342.893 hektare atau 55,39 persen dari luas wilayah provinsi tersebut, tantangan untuk menghambat laju deforestasi mesti menjadi perhatian serius semua pihak. Topografi kawasan yang didominasi oleh dataran tinggi, kawasan hutan dengan kelerengan yang curam, serta potensi bencana banjir dan longsor yang sangat tinggi menjadikannya rentan dan beririsan langsung dengan dampak deforestasi.

Berdasarkan analisis Citra Landsat-8 GIS KKI Warsi ditemukan data tutupan hutan Sumatera Barat pada 2017 seluas 1.895.324 hektare dan pada 2019 mencapai 1.871.972 hektare (44 persen luas wilayah provinsi tersebut). Artinya, terjadi penurunan tutupan hutan seluas 23.352 hektare. Penurunan ini dominan terjadi di beberapa titik, yaitu Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Mentawai, Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Pesisir Selatan. Adapun penyebabnya, antara lain, adalah perambahan hutan untuk pembukaan lahan baru perladangan masyarakat, penebangan kayu tanpa izin, dan penambangan ilegal seluas 4.169 hektare (KKI Warsi, 2019). Meskipun besarnya tidak terlalu signifikan, hal ini tentu menjadi persoalan yang harus disikapi bersama karena memiliki pengaruh dan dampak jangka panjang. Konsekuensi logis yang mesti dihadapi adalah terjadinya bencana banjir bandang dan longsor di hampir seluruh kawasan Sumatera Barat.

Di sisi lain, titik terang upaya pengelolaan sumber daya alam dan kawasan hutan berkelanjutan menemukan pertautannya dengan data yang dihimpun dari perkembangan perhutanan sosial di Sumatera Barat. Berdasarkan analisis perubahan tutupan hutan dan sebaran lokasi penggalian emas tanpa izin (PETI), di empat kabupaten ditemukan data bahwa penurunan tutupan hutan dan sebaran lokasi PETI terjadi di luar area kawasan perhutanan sosial yang dikelola masyarakat.

Temuan ini diperkuat dengan data tutupan hutan di kawasan perhutanan sosial pada 2017 yang seluas 63.793 hektare, sementara pada 2019 mencapai 64.259 hektare. Data ini menunjukkan terjadinya peningkatan tutupan hutan di area perhutanan sosial dalam rentang 2017-2019.

Advertising
Advertising

Peningkatan tutupan hutan di area perhutanan sosial tersebar di beberapa lokasi yang meliputi Hutan Nagari Gunung Selasih, Kabupaten Dharmasraya; Hutan Nagari Pakan Rabaa Timur, Kabupaten Solok Selatan; Hutan Nagari Alam Pauh Duo Jorong Simancuang, Kabupaten Solok Selatan; dan Hutan Nagari Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan. Hingga Agustus 2019, luas kawasan perhutanan sosial Sumatera Barat telah mencapai 212.903 hektare dari total target 500 ribu hektare yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2016-2021.

Di samping itu, dalam implementasinya, perhutanan sosial tidak melulu berbicara tentang penyelamatan lingkungan melalui pengamanan dan perlindungan kawasan hutan oleh masyarakat. Perhutanan sosial pada dasarnya merupakan sistem manajemen pengelolaan hutan lestari yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan; penciptaan lapangan kerja; serta mengurangi ketimpangan penguasaan pengelolaan kawasan hutan melalui upaya pemanfaatan dan pengelolaan potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK), jasa lingkungan, ekowisata, serta pengembangan agroforestry.

Dengan kata lain, perhutanan sosial sejatinya memiliki hubungan diadik antara pemberdayaan masyarakat dan penyelamatan lingkungan. Dalam perkembangannya, praktik pengelolaan perhutanan sosial di Sumatera Barat telah menunjukkan pengembangan mata pencaharian masyarakat melalui kegiatan diversifikasi ekonomi, seperti minyak kemiri di Nagari Indudur, teh gambir di Nagari Halaban, anyaman pandan dan teh gaharu di Nagari Padang Laweh, beras organik di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo, dan usaha pengelolaan getah pinus di Nagari Simarasok.

Masyarakat di nagari-nagari tersebut sudah mampu menghasilkan produk turunan dari potensi kawasan hutan. Produksi pun dilakukan hampir setiap bulan. Dengan kata lain, pemasukan bulanan dari produk berbasis potensi perhutanan sosial sudah mampu menjadi alternatif sumber pendapatan masyarakat. Selain itu, pemanfaatan potensi perhutanan sosial tersebut dapat dipastikan dilakukan tanpa merusak kawasan hutan karena yang dimanfaatkan masyarakat adalah hasil hutan, bukan kayu.

Berangkat dari data dan fakta lapangan di atas, lompatan besar dalam upaya pengelolaan sumber daya alam dan kawasan hutan secara berkelanjutan patut menjadi catatan penting. Skema pengelolaan hutan atau sumber daya alam oleh masyarakat lokal bisa menjadi salah satu terobosan dalam penyelamatan lingkungan dengan menghambat dan meminimalkan deforestasi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya