Kisah Novel tanpa Benang Merah

Selasa, 31 Desember 2019 07:30 WIB

Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat bertemu dengan mahasiswa yang melakukan audensi sebagai program studi banding perkuliahan, di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019. Kepala Kepolisian RI terpilih Komisaris Jenderal Idham Azis akan segera menunjuk Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri untuk mengungkap kasus penyiraman air keras penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. TEMPO/Imam Sukamto

Rio Christiawan
Kriminolog dan Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya

Kepolisian kembali merilis dua tersangka kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sangat jelas bahwa rilis kepolisian ini bukan hasil akhir yang diharapkan masyarakat. Kemungkinan atas penangkapan dua tersangka yang merupakan anggota kepolisian aktif ini ada dua. Kemungkinan pertama, rilis penangkapan ini kembali memunculkan kemungkinan bahwa tersangka hanya merupakan pihak yang "dikorbankan" dan secara kriminologis keduanya sebenarnya tidak memiliki kaitan langsung ataupun tidak langsung dengan peristiwa penyiraman air keras.

Logika kemungkinan ini terjadi, mengingat pada 23 Desember 2019 kepolisian merilis surat perkembangan pemberitahuan hasil penyidikan (SP2HP) yang menyatakan bahwa pelaku penyiraman air keras terhadap Novel belum diketahui. Demikian juga, wajah para pelaku yang dirilis kepolisian berbeda dengan sketsa wajah yang pernah disampaikan Kepala Kepolisian RI dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya pada akhir 2017.

Hal lainnya yang menguatkan kemungkinan bahwa kedua pelaku tidak memiliki kaitan sama sekali dengan kasus Novel adalah motif yang diungkap pelaku, yakni adanya dendam. Secara kriminologis, hal ini terkesan janggal dan dangkal serta berbeda dengan laporan tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang dirilis pada 17 Juli 2019, yang inti enam rekomendasinya lebih menyoroti peran Novel di KPK dan enam kasus high profile. Artinya, kejanggalannya terletak pada perbedaan rekomendasi TGPF dan setelah diserahterimakan kepada tim teknis, baik profil maupun motifnya, yang berbeda sama sekali.

Sebagaimana diuraikan oleh Bonger (1993), motif dendam hanya akan mungkin terjadi bila pelaku dan korban sudah saling mengenal dan kepentingan pelaku secara langsung terinterupsi oleh tindakan korban. Artinya, dalam hal ini perlu dipastikan apakah profil tersangka yang kini ditahan oleh kepolisian memenuhi unsur tersebut.

Advertising
Advertising

Kemungkinan kedua, tersangka yang kini ditahan oleh kepolisian merupakan penghubung antara auktor intelektualis dan pelaku lapangan. Model kejahatan yang terdiri atas beberapa tingkat komando ini juga lazim terjadi, misalnya dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, yang kala itu melibatkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Dalam hal ini, auktor intelektualis hanya berhubungan dengan penghubung, dan instruksi kepada eksekutor datang dari penghubung.

Maka, ada kemungkinan bahwa tersangka yang kini ditahan oleh kepolisian terlibat dalam kasus Novel dengan peran sebagai penghubung. Kemungkinan ini akan masuk akal jika wajah tersangka berbeda dengan sketsa yang dirilis polisi pada akhir 2017, mengingat kedua tersangka bukan sebagai eksekutor.

Demikian juga dengan teriakan "pengkhianat" yang disampaikan tersangka di depan wartawan. Hal ini mungkin berkorelasi dengan satu dari enam kasus high profile sebagaimana dimaksudkan TGPF.

Namun, jika secara empiris yang terjadi adalah kemungkinan kedua, hal ini masih menyisakan pertanyaan: mengapa untuk kejahatan serumit kasus Novel, hingga 23 Desember 2019 polisi belum mengetahui pelakunya, tapi "tiba-tiba" berselang lima hari polisi bisa menangkap dan menetapkan status tersangka?

Jika tersangka adalah penghubung, kini dengan mudah polisi dapat menangkap pelaku lapangan. Akan sangat janggal dan tidak logis jika kedua tersangka disebut sebagai pelaku tunggal dengan motif dendam kepada Novel. Sebagaimana diuraikan Nicolaus Stall (2001), pelaku tunggal adalah pihak yang melakukan kejahatan secara mandiri tanpa memberikan atau diberi perintah pihak lain.

Di Indonesia, kasus kejahatan yang melibatkan aparat pemerintah, baik sebagai pelaku maupun korban, tidak pernah dilakukan secara tunggal. Contohnya adalah kasus pembunuhan wartawan Udin, pembunuhan aktivis Marsinah, hingga pembunuhan Munir. Semuanya memiliki kesamaan pola, yakni bukan kejahatan yang dilakukan secara mandiri oleh auktor intelektualis dan berganti-gantinya plot kejahatan saat penyidikan, hingga pada akhirnya tidak terungkapnya pelaku ataupun auktor intelektualis yang sesungguhnya.

Dalam kasus Novel, secara logis kemungkinan yang terjadi cenderung menunjukkan bahwa kedua tersangka tidak memiliki kaitan dan tak terlibat dalam peristiwa penyiraman air keras. Namun polisi harus tetap menelusuri kemungkinan bahwa mereka terlibat sebagai penghubung dan menangkap auktor intelektualis serta eksekutor lapangannya.

Terlepas dari segala kemungkinan itu, kepolisian harus memenuhi harapan masyarakat akan penegakan hukum yang transparan dan tanpa rekayasa. Kepolisian perlu segera mengungkapkan seluruh rangkaian kejahatan kasus Novel dengan tidak berhenti sampai pada eksekutor, tapi mesti menjangkau auktor intelektualis dan motif yang sesungguhnya.

Guna mengungkap kasus ini, kepolisian harus berpegang pada laporan TGPF. Hanya, laporan TGPF memiliki kelemahan karena enam rekomendasinya masih terlalu umum dan belum menunjuk pada satu peristiwa yang menjadi latar belakang kasus Novel. Tim teknis dan kepolisian dapat melanjutkan laporan dan rekomendasi TGPF tersebut sehingga pelaku dan auktor intelektualisnya terungkap.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya