Sesat Pikir Pencegahan Korupsi

Selasa, 26 November 2019 07:00 WIB

Ilustrasi Narapidana kasus korupsi. TEMPO/Imam Sukamto

Adnan Topan Husodo
Koordinator ICW

Hari-hari ini pembicaraan mengenai pemberantasan korupsi lebih banyak didominasi wacana pencegahan korupsi. Tak sedikit yang menyuarakan harapan itu, mulai dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, eksekutif, pengamat, hingga akademikus, termasuk presiden. Namun apa yang dimaksud pencegahan korupsi itu sendiri masih kurang jelas. Apalagi jika hal itu hanya untuk mempertentangkannya dengan penegakan hukum atas korupsi. Padahal, secara teoretis, kedua hal itu bukanlah sesuatu yang bisa dipertentangkan.

Secara umum, pemberantasan korupsi selalu bertumpu pada empat strategi utama, yakni pendidikan antikorupsi, penindakan, pengawasan, dan pencegahan. Pendidikan antikorupsi mengupayakan agenda sistematis dalam membangun kesadaran sosial atas bahaya korupsi bagi masyarakat dan secara perlahan-lahan membangun budaya yang tidak menenggang perilaku koruptif dan perbuatan korupsi.

Penindakan korupsi terkonsentrasi pada upaya dan tindakan hukum atas perbuatan korupsi yang sedang dan telah terjadi serta menyeret pelakunya ke pengadilan untuk mendapatkan sanksi, baik sanksi finansial maupun sanksi badan (penjara). Ini termasuk operasi tangkap tangan (OTT) ataupun penetapan seseorang sebagai tersangka. Karena lebih terukur dan secara pemberitaan paling menarik, wacana publik lebih banyak disetir oleh pemberantasan korupsi dalam makna penindakan.

Pengawasan-sesuatu yang jarang disinggung dalam wacana pemberantasan korupsi di Indonesia-adalah upaya membangun sistem deteksi dini atas potensi maupun peluang korupsi. Ini dilakukan dengan berbagai strategi, seperti menerapkan whistle-blowing system (WBS), operasi senyap untuk melihat celah penyimpangan dalam implementasi kebijakan publik, dan memaksimalkan peran pengawas dalam organisasi pemerintah.

Advertising
Advertising

Adapun pencegahan adalah strategi untuk menilai, mengevaluasi, dan memperbaiki secara terus-menerus celah dari sistem, prosedur, dan regulasi dalam birokrasi yang membuka peluang bagi korupsi.

Keempat strategi itu tidak bisa dipertentangkan satu sama lain dan mengandaikan kendali utuh pada tingkat kekuasaan tertinggi sehingga dapat memberikan dampak jangka pendek bagi masyarakat. Pada kasus Indonesia, yang peran dan tugas pemberantasan korupsinya tersebar di berbagai unit dan lembaga, penting untuk meletakkan strategi yang disepakati bersama dan memberi kesempatan bagi setiap lembaga untuk melakukan pekerjaannya secara efektif.

Celakanya, keempat strategi besar itu belum berjalan paralel, bahkan terkesan sangat pincang. Sementara itu, DPR dan pemerintah lebih banyak menyudutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang dianggap gemar melakukan penindakan korupsi dan melupakan agenda pencegahan korupsi. Puncaknya adalah ketika Presiden dan DPR menyepakati revisi Undang-Undang KPK yang berujung pada "matinya" fungsi penindakan di KPK.

Pernyataan bahwa KPK lebih memprioritaskan penindakan korupsi daripada strategi pemberantasan korupsi sebenarnya sangat menyesatkan. Kerja-kerja pencegahan dan penindakan korupsi tersebar di berbagai lembaga. KPK tidak mungkin melakukan keempat hal itu sekaligus seorang diri, meskipun diberi kewenangan untuk melakukannya secara bersamaan.

Mengapa demikian? KPK adalah badan antikorupsi yang hanya mampu mengikat setiap individu dari sisi penegakan hukumnya, yang secara inheren memiliki unsur memaksa. Misalnya, dalam operasi tangkap tangan, baik penerima suap maupun pemberi suap tak dapat menolak ketika ditangkap KPK. Inilah unsur memaksa dalam kerja penegakan hukum.

Sementara itu, dalam konteks pendidikan antikorupsi serta pencegahan dan pengawasan korupsi, karakteristiknya sangat berbeda. Pendidikan antikorupsi merupakan agenda yang dapat dijalankan semua pihak, termasuk organisasi nonpemerintah atau badan swasta sekalipun. KPK bisa mengidentifikasi dan memberikan berbagai stimulus, termasuk perangkat pendidikan antikorupsi yang dibutuhkan mereka yang ingin terlibat dalam pendidikan antikorupsi. Namun, tanpa kontribusi apa pun dari KPK, agenda pendidikan antikorupsi bisa dijalankan oleh pihak lain, termasuk oleh organisasi nonpemerintah.

Persoalannya, mengukur capaian dari pendidikan antikorupsi membutuhkan cara yang tepat, dan hasilnya baru dapat dilihat dalam jangka menengah dan panjang. Survei nasional bisa dilakukan secara berkala dan konsisten untuk melihat perkembangan pemikiran dan sikap publik terhadap korupsi.

Adapun upaya pengawasan dan pencegahan korupsi lebih banyak dipengaruhi oleh respons negara atas berbagai rekomendasi reformasi kelembagaan. Hal ini karena sifat dari rekomendasi dan resep anti-korupsi KPK kepada badan publik lain tidak bersifat memaksa dan mengikat. Ketika berbagai badan publik yang "sakit" tidak dipaksa melakukan perubahan oleh atasannya, pemberantasan korupsi tidak akan efektif. Di sini peran kepemimpinan presiden menjadi sangat sentral. Maka, presiden perlu memiliki gambaran yang lebih konkret bagaimana mengelola dan mengefektifkan strategi pemberantasan korupsi yang menjadi bagian dari wewenang melekatnya tanpa harus menyalahkan KPK. Kegagalan pemberantasan korupsi oleh KPK sejatinya mencerminkan kegagalan pemberantasan korupsi oleh negara.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya