Salam bagi Semua Umat

Penulis

Jumat, 15 November 2019 07:30 WIB

Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin berjalan menuju tempat peletakan batu pertama proyek pembangunan Menara MUI di Bambu Apus, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2018. Menara MUI akan dibangun 20 lantai untuk mengakomodasi kegiatan MUI. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Seruan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang melarang pemakaian salam lintas agama amatlah berlebihan. Imbauan kepada umat dan para pejabat yang beragama Islam ini malah dapat menyuburkan sikap intoleran di kalangan masyarakat.

Tidak ada peraturan resmi mengenai pengucapan salam dalam pidato pejabat. Presiden Sukarno biasa memakai salam "merdeka!" dan "asalamualaikum". Presiden Soeharto tidak mempunyai salam khusus, tapi sering menggunakan kata-kata "sebangsa dan setanah air" dalam pidatonya. Pada era reformasi kemudian muncul "salam sejahtera bagi kita semua", yang sering diucapkan para pejabat.

Di era Presiden Megawati, salam "om swastiastu" kerap dipakai. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lalu menambahkan "shalom", "namo buddhaya", dan "salam kebajikan". Presiden Joko Widodo pun sering mengucapkan semua salam tersebut.

Tujuan ucapan salam itu untuk menghormati berbagai agama yang tumbuh dan berkembang di negeri ini. Hal ini jauh dari urusan keyakinan keagamaan mereka, seperti yang diasumsikan oleh MUI Jawa Timur sehingga pejabat yang mengucapkan salam semacam itu dianggap akan merusak keimanannya.

Larangan mengucapkan salam lintas agama ini telah dikritik oleh para pemikir Islam kontemporer, seperti Nurcholish Madjid dan Masdar F. Mas’udi, sebagai bentuk fikih klasik yang umumnya menampilkan wajah Islam yang garang dan kasar terhadap umat beragama lain. Mereka justru mendorong pengucapan salam lintas agama sebagai bentuk toleransi dan inklusivitas Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia, bukan cuma umat Islam.

Advertising
Advertising

Seruan MUI Jawa Timur justru bisa memperburuk situasi kerukunan beragama di Indonesia yang kini mulai terusik oleh berkembangnya sikap intoleran. Freedom House pun menilai demokrasi yang pernah mencapai puncaknya pada awal reformasi mulai merosot lagi sejak 2006. Salah satu faktornya adalah kebebasan beragama yang memburuk. Indikasinya, antara lain, banyaknya kasus kekerasan dan intimidasi terhadap penganut Syiah dan Ahmadiyah serta aturan pendirian rumah ibadah yang kurang adil.

Beberapa hari lalu, Setara Institute pun memaparkan bahwa selama 12 tahun terakhir telah terjadi 2.400 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Pelakunya berasal dari hampir semua pihak, dari polisi, tentara, anggota Satuan Polisi Pamong Praja, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, hingga kepala desa. Korban terbesarnya adalah kaum Ahmadiyah, penganut aliran kepercayaan, umat Kristiani, dan Syiah.

Para ulama MUI sepatutnya menyadari bahwa Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang plural. Ada banyak agama, suku, sekte, dan keyakinan yang tumbuh dan berkembang hingga membentuk Indonesia yang kita kenal sekarang. Kebinekaan ini hanya dapat dipertahankan dengan memelihara sikap saling percaya dan toleransi. Memberikan ucapan selamat lintas agama adalah cara mudah dan sederhana untuk merawat kerukunan beragama.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 15 November 2019

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya