Waspadai Kembalinya Orde Baru

Penulis

Senin, 11 November 2019 07:30 WIB

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 November 2019. TEMPO/Putri.

DEMOKRASI berjalan mundur di negeri ini. Dengan kekuasan politik yang nyaris absolut, koalisi pemerintah kini merencanakan perubahan-perubahan yang berpotensi membawa sistem ketatanegaraan kita kembali seperti pada masa Orde Baru. Yang terbaru adalah niat Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menghentikan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Gagasan yang disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi Pemerintahan DPR pada Rabu pekan lalu ini mesti ditentang.

Pilkada secara langsung memiliki dasar kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 24 ayat (5) undang-undang itu menyatakan: "Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan." Peraturan ini mengembalikan kedaulatan kepada rakyat. Rujukannya adalah Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menggariskan bahwa gubernur, bupati, ataupun wali kota dipilih secara demokratis. Cita-cita menjaga kedaulatan rakyat dalam demokrasi tersebut juga dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945, yang mengatur pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.

Pemerintah ingin mengembalikan pemilihan kepala daerah ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Alasannya, pilkada langsung menguras biaya dan merugikan masyarakat lantaran pejabat sibuk berkampanye. Itu jelas mengada-ada. Lagi pula bukankah ada baiknya pejabat bertemu dan melihat persoalan rakyatnya secara langsung dalam kampanye?

Rencana menghapus pilkada langsung sudah muncul sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi SBY tegas menolaknya. Pada akhir masa kepemimpinannya, SBY bahkan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan dua undang-undang tentang wewenang pemilihan kepada daerah oleh DPRD. Pemerintah Presiden Joko Widodo malah hendak melakukan hal sebaliknya.

Advertising
Advertising

Rencana menghapus pilkada langsung, menjadi seperti sebelum 2005, harus kita curigai sebagai upaya elite politik untuk kembali menggenggam kekuasaan politik sepenuhnya. Kalau rencana itu terlaksana, negara akhirnya hanya diatur oleh tawar-menawar politik para oligark di pemerintahan dan dewan, persis seperti masa Orde Baru. Apalagi, partai-partai politik yang tergabung dalam koalisi pemerintah telah bersepakat untuk mengamendemen UUD 1945 guna menghidupkan lagi Garis-garis Besar Haluan Negara. Secara politik, itu berarti menempatkan presiden kembali menjadi mandataris MPR.

Peta politik saat ini amat memungkinkan gagasan tersebut lolos. Dengan masuknya partai oposisi dalam lingkaran pemerintah-kecuali Partai Keadilan Sejahtera yang hanya punya 8,21 persen kursi di DPR-fungsi checks and balances jomplang. Koalisi pendukung Jokowi bisa melakukan apa saja. Bukan tidak mungkin mereka juga akan meloloskan berbagai aturan yang membatasi kebebasan berekspresi masyarakat, seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dalam demokrasi prosedural, rakyat mesti menunggu pemilihan mendatang untuk mendorong perubahan politik ke arah yang lain. Tapi, melihat perkembangan saat ini, lima tahun akan sangat lama. Suara lantang masyarakat dalam membela demokrasi dibutuhkan segera, mulai sekarang.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 11 November 2019

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

14 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya