Rasionalisasi Hutan Calon Ibu Kota Negara

Rabu, 30 Oktober 2019 07:30 WIB

Foto udara kawasan Bukit Nyuling yang merupakan salah satu daerah bakal calon ibu kota negara, di Tumbang Talaken Manuhing, Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Kamis, 25 Juli 2019. ANTARA/Hafidz Mubarak A

Pungky Widiaryanto
Rimbawan dan Pemerhati Kehutanan

Presiden Joko Widodo telah melantik para menterinya. Salah satu tugas para pembantu presiden adalah mewujudkan visi dalam pemindahan ibu kota negara. Status dan tumpang-tindih pemangku lahan menjadi sorotan utama.

Calon lokasi ibu kota negara diumumkan jauh hari sebelumnya. Dilihat dari statusnya, kandidat area tersebut sebagian besar adalah kawasan hutan. Banyak pihak yang beranggapan pemindahan ibu kota akan merusak hutan di Kalimantan Timur.

Namun masyarakat seharusnya paham bahwa kawasan hutan tersebut saat ini sudah tidak berhutan atau dalam keadaan gundul. Sebagian kawasan ini telah digunakan untuk perkebunan sawit, pertambangan, tanah terbuka, permukiman, hingga fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Contohnya, Taman Hutan Raya, yang sering diklaim sebagai kawasan konservasi, ternyata tidak seindah statusnya. Secara de facto, area tersebut sudah berupa lahan pertanian, semak belukar, pertambangan, permukiman, dan jalan raya. Di lain pihak, masih terdapat hutan yang bagus di area kawasan budi daya hutan produksi, bahkan di non-kawasan hutan.

Advertising
Advertising

Sementara itu, ratusan konsesi menguasai lebih dari 30 juta hektare hutan produksi, tapi hanya sedikit yang beroperasi. Anehnya, para pengusaha yang tidak aktif mengelola hutan itu tidak juga dicabut izinnya. Bahkan beberapa konsesi memanfaatkan areanya untuk usaha non-kehutanan. Tidak mengherankan jika produksi kayu Indonesia terus turun.

Demikian halnya dengan status masyarakat pedesaan yang sudah lama tinggal di kawasan hutan. Meski permukiman mereka dianggap ilegal, merekalah yang selama ini menghuni dan mengolah tanah hutan itu.

Kondisi tersebut tidak hanya terdapat di calon lokasi ibu kota. Jutaan hektare lahan yang tersebar di kawasan hutan seluruh Indonesia mengalami hal sama. Kawasan konservasi yang sering disebut sebagai benteng terakhir keanekaragaman hayati juga banyak yang fungsinya tidak sesuai. Ketelanjuran yang sudah berlarut-larut ini tidak hanya merugikan masyarakat, tapi juga menghambat investasi dan perekonomian. Bahkan ditengarai menjadi penyebab utama deforestasi di Indonesia.

Guna mewujudkan pembangunan kehutanan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berdaulat, sudah semestinya kebijakan rasionalisasi hutan dapat menjadi keniscayaan. Kebijakan harus disusun berlandaskan data dan metode yang valid. Kondisi lapangan perlu ditata ulang dengan didukung teknologi mutakhir. Ada beberapa tahapan untuk mewujudkannya.

Pertama, kita harus duduk bersama dan mencapai konsensus untuk menyukseskan pemindahan ibu kota. Bahkan, bila dimungkinkan, perlu konsolidasi penggunaan tanah di seluruh Indonesia. Sudah saatnya kita melupakan mana kawasan hutan dan mana yang bukan kawasan hutan. Sebab, pada kenyataannya, banyak kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Begitu pula sebaliknya, banyak lahan dengan status non-hutan malah berfungsi sebagai hutan.

Kedua, analisis berdasarkan teknologi dan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Informasi dari kebijakan Satu Peta dapat digunakan untuk mendukung rapid assessment ini. Tujuannya adalah mengkaji kondisi lapangan secara cepat. Hasilnya dapat dijadikan sebagai deliniasi (pemetaan) indikatif, sehingga dapat diketahui secara cepat daerah mana saja yang harus diproteksi dan mana yang bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

Ketiga, tim gabungan instansi terkait harus memverifikasi data di lapangan. Daerah dengan keanekaragaman hayati tinggi dan pengatur tata air harus diidentifikasi secara rinci. Tak lupa juga area yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat, baik legal maupun tak tercatat. Negara harus hadir untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan rakyat. Jangan sampai terjadi penggusuran atau pengusiran masyarakat yang sudah lama menempati kawasan tersebut.

Keempat, data tersebut kemudian menjadi dasar dalam merancang tata ruang calon ibu kota. Implementasi pola pembangunan kota hutan (forest city) harus menggunakan data lapangan, bukan sekadar status kawasan. Misalnya, daerah sebaran dan koridor keanekaragaman hayati menjadi prioritas untuk diselamatkan. Kawasan terdegradasi tapi mempunyai peran dalam tata air harus dipulihkan. Mungkin dapat digagas rancangan taman nasional di dalam wilayah ibu kota tersebut.

Kelima, meski Presiden Jokowi sering memberikan instruksi untuk mempercepat programnya, tidak banyak yang mendukung visinya. Berbagai peraturan masa lampau yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman sering dijadikan alasan. Untuk itu, penunjukan pimpinan dan perombakan peraturan menjadi kunci utama dalam mewujudkan visinya.

Calon lokasi ibu kota negara hanya merupakan secuil contoh dari kompleksitas permasalahan penataan hutan di Indonesia. Rasionalisasi hutan ibu kota ini dapat dijadikan contoh untuk menata hutan di seluruh negeri.

*) Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya