Jangan Menyerah, KPK

Penulis

Kamis, 24 Oktober 2019 07:30 WIB

Ilustrasi KPK. ANTARA

KOMISI Pemberantasan Korupsi kini berjalan di bawah kekacauan undang-undang baru. Sejumlah pasal bertentangan satu sama lain, membuat proses hukum yang kini dilakukan lembaga itu rawan digugat. Sejak Kamis, 17 O ktober lalu, undang-undang hasil revisi kilat pada akhir kerja Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 itu resmi berlaku.

Undang-undang baru KPK otomatis berjalan karena Presiden Joko Widodo tak menandatangani peraturan itu setelah 30 hari DPR mengesahkannya. Jokowi juga tak mengeluarkan peraturan presiden pengganti undang-undang atau perpu, seperti harapan masyarakat antikorupsi. Walhasil, komisi yang mendapat kepercayaan tinggi dalam berbagai jajak pendapat itu akan banyak menghadapi hambatan dalam menangkap koruptor.

Ada belasan norma hukum baru yang membuat komisi antikorupsi lemah tenaga. Di antaranya, KPK kini tak lagi independen. Pemimpin KPK kini juga tak lagi menjadi penyidik dan penuntut umum dan, karena itu, tak punya hak menandatangani surat perintah penyidikan dan penuntutan. Penyidik lembaga itu juga diharuskan meminta izin kepada dewan pengawas-yang akan dibentuk Presiden-jika hendak melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Bisa dipastikan, "operasi tangkap tangan" yang selama ini efektif untuk menjaring koruptor tak akan mudah dilakukan. Ancaman kebocoran sangat tinggi.

Undang-undang juga mencantumkan pasal-pasal yang bertentangan. Pasal 69-D menyebutkan, sebelum dewan pengawas terbentuk, tugas dan kewenangan KPK mengacu pada undang-undang sebelumnya. Sementara itu, pasal lain mengatur semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan harus mengacu pada undang-undang baru. Pertentangan aturan ini membuat KPK perlu berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang aturan mana yang harus dipakai.

Guna mengatasi pertentangan hukum, tak ada jalan lain, Presiden perlu kita ingatkan kembali untuk segera menerbitkan perpu. Beleid ini diperlukan untuk mengembalikan aturan ke norma hukum undang-undang lama. Presiden bisa menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi pada awal periode kedua pemerintahannya. Langkah ini tak terlalu sulit dilakukan. Apalagi sejumlah pakar hukum senior telah memberikan solusi jalan tengah yang bisa diambil Presiden.

Advertising
Advertising

Lembaga antikorupsi yang kuat merupakan kebutuhan utama. Pelbagai hasil penelitian menunjukkan keberadaan KPK bisa menjamin kepastian hukum. KPK juga penting untuk memastikan pembangunan era pemerintahan Jokowi dikerjakan dengan lurus dan benar. Proyek-proyek infrastruktur berbiaya jumbo perlu diawasi oleh lembaga yang kuat, yakni KPK. Apalagi, dalam waktu dekat, Jokowi akan mulai membangun ibu kota baru, yang diklaim berbiaya Rp 600-an triliun. Agar aneka proyek itu tidak keropos digerogoti korupsi, Presiden semestinya memperkuat KPK dan bukan setuju untuk melemahkannya.

Jika Presiden tak juga menerbitkan perpu, masyarakat sipil perlu mengajukan permohonan uji materi undang-undang baru ke Mahkamah Konstitusi. Cara normatif ini memang memerlukan waktu. Perlu diingat pula, dengan komposisi hakim konstitusi-tiga perwakilan pemerintah, tiga dari Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga dari Mahkamah Agung-kemungkinan memenangi gugatan memang tidak terlalu tinggi.

Selama pasal-pasal yang melemahkan tetap berlaku, penyidik dan penyelidik KPK tidak boleh menyerah. Mereka bisa memanfaatkan aturan abu-abu akibat sejumlah pasal yang bertentangan dan tidak perlu takut menghadapi gugatan praperadilan. Komisi itu perlu terus bersemangat melawan koruptor. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.

Catatan:

Ini merupakan artikel majalah tempo edisi 21-27 Oktober 2019

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya